Orang-orang yang
berhak mendapatkan zakat itu ada delapan golongan, yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya:
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para
pengurus zakat, mu’allaf, hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang yang
berjuang (perang) fii sabilillah, dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (TQS.
At-Taubah: 60)
Amil (Para Pengurus) Zakat
Mereka adalah
orang-orang yang ditugaskan oleh Imam/Khalifah atau wakilnya untuk mengumpulkan
zakat dari orang-orang kaya. Mereka dinamakan al-Jubaah
(para penarik zakat). Termasuk juga orang-orang yang ditugaskan untuk menjaga
harta zakat, penggembala zakat yang berupa ternak tertentu, dan para pegawai
administrasi zakat.
Mereka harus berasal
dari kalangan kaum muslimin dan bukan merupakan orang yang diharamkan menerima
zakat yang termasuk keluarga Rasulullah Saw. yaitu Bani Hasyim dan Bani 'Abdul
Muththalib.
Diriwayatkan dari
al-Muththalib bin Rabi'ah bin al-Harits bin ‘Abdil Muththalib, bahwa ia dan
al-Fadhl bin al-‘Abbas menemui Rasulullah Saw. Ia berkata, “Lalu salah seorang
dari kami berkata:
“Ya Rasulullah, kami
datang menghadapmu untuk menjadikan kami sebagai pengurus shadaqah (zakat),
supaya kami bisa mendapatkan sebagian zakat seperti yang didapatkan oleh
orang-orang, dan supaya kami bisa menunaikan kepadamu apa yang ditunaikan oleh
orang-orang.” Maka Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu tidak
layak bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena shadaqah (zakat) adalah
kotoran-kotoran manusia.”
(SHAHIH. HR. Muslim:
Kitab az-Zakaah, bab Tarku Isti’maal Aalin Nabiyyi Saw. 'alash Shadaqah
(II/753, no.167) dan Ahmad dalam al-Musnad
(IV/166)
Di dalam lafazh lain:
“Tidak halal untuk
Muhammad dan keluarga Muhammad.”
(Diriwayatkan oleh:
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Tarku
Isti’maali Adlin Nabiyyi Saw. ‘alash Shadaqah (II/754, no.168)
Abu Dawud: Kitab al-Kharaaj wal Imaarah fii Bayaani Mawadhi’ Qismil
Khumus wa Sahm Dzil Qurbaa (III/389, no.2985)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Isti’maali
Aalin Nabiyyi Saw. ‘alash Shadaqah (V/105-106, no.2609)
Malik dalam al-Muwaththa: Kitab az-Zakaah, bab Maa Yukrah minash
Shadaqah (II/1000, no.13)
Ahmad dalam al-Musnad (IV/166)
Bisa juga para
pengurus zakat itu terdiri dari orang-orang kaya.
Diriwayatkan dari Abu
Sa'id, bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Zakat itu tidak halal
bagi orang kaya, kecuali untuk lima orang: para petugas zakat, seseorang yang
membeli (kembali) harta zakat dengan hartanya, orang yang berhutang, orang yang
berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang diberi zakat, lalu dihadiahkan
kepada orang kaya.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud secara
maushul: Kitab az-Zakaah, bab Man Yajuuzu lahu Akhdzush Shadaqah wahuwal Ganiyyu
(II/286-287, no.1635)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Man
Tahillu Lahush Shadaqah (I/590, no.1841)
Al-Hakim: Kitab az-Zakaah, bab Miqdaarul
Ghina al-Ladzi Yuharrimus Su-aal (I/407-408) Beliau berkata, “Shahih
menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, tetapi mereka berdua tidak
meriwayatkannya karena mursal-nya Malik bin Anas pada Zaid bin Aslam.” Penshahihan al-Hakim ini disepakati oleh
adz-Dzahabi.
Malik dalam al-Muwaththa’ secara mursal: Kitab az-Zakaah, bab Akhdzish
Shadaqah wa Man Yajuuzu Lahu Akhdzuha (I/268, no.29)
Ahmad dalam al-Musnad (III/56)
Orang-orang kaya tadi
menerima zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.
Diriwayatkan dari
‘Abdullah bin as-Sa’di, bahwa beliau datang dari Syam dan menemui 'Umar bin
al-Khaththab ra. Maka berkatalah ‘Umar kepadanya, “Benarkah berita yang sampai
kepadaku bahwa engkau bekerja (sebagai amil zakat) untuk kaum muslimin, lalu
engkau diberi upah, tetapi tidak engkau terima?”
Dia menjawab, “Benar.
Aku sudah memiliki beberapa ekor kuda dan sejumlah budak. Di samping itu,
kondisiku baik-baik saja. Aku ingin amalku itu menjadi shadaqah bagi kaum
muslimin.”
‘Umar berkata, “Dulu
aku pun menginginkan apa yang engkau inginkan. Nabi Saw. pernah memberi harta
kepadaku, maka aku berkata kepada beliau, “Berikanlah kepada orang yang lebih
membutuhkannya daripadaku.” Pada suatu ketika beliau Saw. memberi harta kepadaku,
lalu aku berkata, “Berikanlah harta ini kepada orang yang lebih
membutuhkannya.” Maka beliau Saw. pun bersabda:
“Apa-apa yang Allah
Swt. berikan kepadamu dari harta ini, tanpa meminta dan berlebihan, maka
ambillah, milikilah, atau bersedekahlah dengannya. Jika tidak demikian
keadaannya, maka jangan. Janganlah engkau memperturutkan hawa nafsumu dalam hal
ini.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Al-Bukhari: Kitab al-Ahkaam, bab Rizkul
Hukkam wal 'Aamiliina ‘alaiha (IX/84)
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Ibahatul
Akhdi lima U’tiya min Ghairi Mas-alatin wala Isyrafin (II/723,
no.110-111)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Man
Ataahullaah 'Azza wa Jalla Maalan min Ghairi Mas-alatin (IV/105,
no.2608-2609)
Ahmad dalam al-Musnad (I/17, 21 dan II/99)
Diriwayatkan dari
al-Mustaurid bin Syaddad, bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
bertugas untuk kami dan tidak memiliki rumah, maka ambillah rumah atau tidak
memiliki isteri, maka menikahlah, atau jika tidak memiliki pembantu, maka
ambillah pembantu, atau jika tidak memiliki kendaraan, maka ambillah kendaraan,
dan barangsiapa yang mengambil selainnya, maka ia telah berlaku curang."
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Abu Dawud, dengan
lafazh yang mirip: Kitab al-Kharaaj wal Imaarah
wal Fai', bab Fii Arzaaqil 'Ummal
(III/354, no.2945)
Ahmad dalam al-Musnad dengan lafazhnya (IV/ 229)
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Bacaan: Syaikh Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah
(terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar