Para pemimpin Quraisy itupun satu persatu dilucuti jati diri
mereka oleh Al-Qur’an (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang
Abu Lahab, Allah Swt. berfirman:
﴿تَبَّتْ يَدَا
أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ﴾
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab…” (QS. Al Lahab
[111]: 1)
Tentang pembesar dari Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah,
Allah Swt. berfirman:
﴿ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا ! وَجَعَلْتُ
لَهُ مَالًا مَمْدُودًا﴾
“Biarkanlah
Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku
telah jadikan baginya harta benda yang banyak.” (QS. Al Muddattsir [74]: 11-12)
Terhadap Abu Jahal, Allah Swt. berfirman:
“Ketahuilah,
sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya, yaitu ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (QS. Al Alaq [96]: 15-16)
Menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul
keinginan para sahabat untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka memohon
kepada Rasulullah Saw. agar mengizinkan hal itu. Tapi Rasulullah Saw. mencegah
keinginan mereka seraya bersabda (lihat: Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, terj. 121):
﴿إِنِّيْ أُمِرْتُ
بِالْعَفْوِ، فَلاَ تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ﴾
“Aku
diperintahkan untuk menjadi seorang pemaaf. Oleh karena itu, jangan memerangi
kaum itu.” (HR. Ibnu Abi Hatim, An Nasai, dan Al Hakim)
Bahkan ketika Rasulullah Saw. telah mendapatkan baiat dari
orang-orang Anshar di Aqobah dan mereka meminta izin kepada Rasul untuk
memerangi orang-orang Quraisy, Beliau Saw. menjawab: “Kami belum diperintahkan
untuk (aktivitas) itu, maka kembalilah kalian ke hewan-hewan tunggangan
kalian.” Dikatakan, ‘Maka, kamipun kembali ke peraduan kami, lalu tidur hingga
tiba waktu subuh.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi
al-Wazir al-Maghribi, jilid I/305)
Bahkan
dalam pergulatan politik antara kelompok kafirin dengan kelompok mukminin,
mereka menggunakan peristiwa politik internasional untuk melemahkan lawan. Ini
terjadi ketika terjadi perang antara Persia dan Romawi di Syam di mana tentara
Romawi dikalahkan oleh tentara Persia. Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
Ibnu Syihab, berkata, “Kami mendapatkan kaum musyrikin tengah berdebat dengan
kamu muslimin. Saat itu mereka masih berada di Mekah dan sebelum Rasulullah
melakukan hijrah. Orang-orang musyrik berkata, “Romawi telah menyatakan dirinya
sebagai ahlul kitab, dan sungguh mereka telah dikalahkan oleh Majusi (Persia).
Sedangkan kalian yakin bahwa kalian akan mengalahkan keduanya dengan kitab yang
diturunkan kepada Nabi kalian. Bagaimana kalian dapat mengalahkan Romawi dan
Majusi? Kami pasti mengalahkan kalian.” Maka turunlah firman Allah Swt.:
﴿الم ! غُلِبَتِ الرُّومُ ! فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ ! فِي بِضْعِ سِنِينَ
لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ
الْمُؤْمِنُونَ ! بِنَصْرِ اللَّهِ
يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ﴾
“Alif Laam
Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat, dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah
urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah.
Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Ruum [30]: 1-5)
Namun demikian orang-orang Quraisy yang berhati beku itu tak bisa menerima kebenaran Islam yang
dibawakan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat. Lebih-lebih setelah wafatnya
paman Beliau Saw., Abu Thalib, salah seorang pemuka Quraisy yang selama ini
mendukung dakwah Nabi, melindungi Beliau Saw., dan menjadi mediator antara para
pemimpin Quraisy dengan keponakannya. Mereka melakukan tindakan yang lebih
keras, tanpa sungkan-sungkan lagi.
Rasulullah Saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di
sekitar Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi Beliau Saw. dan
melindungi dakwah Islam serta siap menanggung resiko melawan kebengisan
orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab.
Beliau berkata kepada mereka, “Ya Bani fulan! Saya adalah utusan Allah bagi
kalian, dan menyeru kepada kalian untuk beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya, dan agar kalian meninggalkan apa yang kalian sembah, beriman
kepadaku dan percaya kepadaku, dan janganlah kalian mencegah aku, sampai aku
menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku.” Akan tetapi paman
Beliau Saw., Abu Lahab, berdiri di belakang Beliau, membantah dan mendustakan
perkataan Beliau Saw. Tak satupun kabilah menerima Beliau.
Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, “Zuhri
menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. mendatangi secara pribadi Bani Kindah, akan
tetapi mereka menolak Beliau. Beliau juga mendatangi Bani Kalban akan tetapi
mereka menolak. Beliau juga mendatangi Bani Hanifah, dan meminta kepada mereka nushrah dan kekuatan, namun tidak ada orang
Arab yang lebih keji penolakannya terhadap Beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau
juga mendatangi Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, mendo’akan mereka kepada Allah, dan
meminta kepada mereka secara pribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki
dari mereka yang bernama Biharah bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku
mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.” Kemudian ia
berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membai’atmu atas urusan kamu, kemudian
Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu, apakah kami akan diberi
kekuasaan setelah engkau? Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Urusan itu
hanyalah milik Allah, yang Ia berikan kepada siapa yang dikehendaki.” Bahirah
berkata, “Apakah kami hendak menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab,
sedangkan jika Allah memenangkan kamu, urusan bukan untuk kami.” Kami tidak
butuh urusanmu.”
….