Adanya
eksistensi nash dan terpeliharanya nash, mengandung arti terpeliharanya hujjah Allah atas manusia. Sedangkan manusia
itu sendiri, maka mungkin saja menyimpang atau tersesat, atau men-takwilkan
nash-nash dengan sesuatu yang tidak dikandungnya, menambahi atau mengurangi.
Namun, hal ini masih dalam batas-batas pemahaman, bukan nash-nash al-Qur’an itu
sendiri. Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim beriman dengan benar,
konsisten dan istiqâmah melaksanakan
perintah-perintah Allah yang Maha Mengetahui, juga berusaha agar tidak
menyimpang darinya.
Inilah
Islam yang telah baku. Seorang muslim yang beriman dengan apa yang telah
ditetapkan. Sementara, manusia itu, siapapun, tidak akan mampu membuat hukum
yang haq, meskipun diberikan kepadanya kecerdasan berpikir, kedalaman
pengalaman dan kekuatan iman. Dalam proses penyimpulan hukum, manusia harus
tunduk kepada nash-nash yang ada, meskipun dia adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
Itulah yang beliau maksudkan dengan perkataannya pada khutbahnya yang pertama
setelah beliau menerima jabatan Khalifah: “Taatlah kalian kepadaku selama aku
mentaati Allah dalam urusan kalian. Seandainya aku berbuat maksiat, maka tidak
ada ketaatan kepadaku…aku ini tidak lain adalah pengikut, bukan orang yang
membuat-buat (bid’ah).”
Hal
itu merupakan pencerminan dari sabda Rasulullah saw:
“Ikutilah,
dan janganlah membuat bid’ah. Sungguh telah dicukupkan untuk kalian.”
Dengan
demikian, kaum Muslim harus konsisten, tidak mudah menyerah, harus mengikuti,
dan tidak berbuat bid’ah.
Disebutkan
oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas ra. Ada sekelompok orang yang memberitakan
tentang ibadah Rasulullah Saw., maka seolah-olah mereka sangat sedikit
dibandingkan dengan apa yang dilakukan Rasulullah Saw., lalu mereka berkata:
‘Di mana posisi kita dibandingkan Nabi Saw. Allah telah mengampuni dosa beliau
baik yang dahulu maupun yang sesudahnya’. Lalu mereka berjanji untuk bangun
pada malam hari (shalat malam) dan puasa pada siang harinya serta menjauhi
wanita. Maka Rasululah Saw. bersabda kepada mereka:
‘Apakah
kalian kaum yang mengatakan begini dan begini? Sesungguhnya aku lebih takut
kepada Allah daripada (rasa takut yang) kalian (miliki), dan lebih bertakwa
kepada-Nya. Namun demikian aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku tidur,
dan akupun menikahi wanita.’
Dan
Rasul mengakhiri sabdanya dengan:
“Barangsiapa
yang tidak senang kepada sunnahku maka dia tidak termasuk golonganku.”
Terdapat
dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah tidak menerima amal perbuatan kecuali
sesuai dengan syariah. Tidak termasuk taqarrub
kepada-Nya apapun yang dibuat-buat oleh manusia.
Terdapat
juga kecaman untuk orang-orang yang tasâhul (meremehkan)
Islam. Pada dasarnya orang seperti ini beriman kepada Islam, akan tetapi dia
melalaikan berbagai kewajiban dan bersandar pada angan-angan. Dia mengerjakan
dosa besar, lalu berjanji pada dirinya akan bertaubat sebelum mati, seolah-olah
dia mengetahui kapan waktu kematiannya. Sikap seperti ini diharamkan. Seorang
muslim wajib mengambil Islam secara total, dan tidak besikap ridha kecuali
dengan ketaatan. Inilah manhaj Allah
yang lurus.
Tidak
dibolehkan menyimpang dan keluar dari garis lurus yang Rasulullah telah
gariskan. Mereka meremehkan berbagai hukum. Mereka melontarkan
pendapat-pendapat yang tidak ada kaitannya dengan nash-nash Islam. Semua itu
dilakukan untuk memberikan kepada Barat deskripsi tentang Islam, bahwa Islam
itu sesuai dengan waktu dan realitas. Mereka berpendapat perlunya meninggalkan
nash-nash syara’ yang telah disepakati oleh umat untuk diamalkan. Contoh
tentang takwil mereka adalah bahwa orang murtad tidak perlu dibunuh meskipun
Rasulullah telah bersabda:
“Barangsiapa
yang mengganti agamanya (murtad dari Islam), maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari
dan Ahmad)
Alasan mereka itu
bahwa situasi dan realitas ketika Rasullullah mengatakan hal itu amat berbeda
dengan situasi dan realitas kita sekarang ini. Itu dilakukan agar pemikiran ini
sesuai dengan pemikiran Barat yang terkait dengan kebebasan berakidah. ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar