- Dari Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata: “Nabi SAW berkata kepada Ka’ab bin ‘Ajrah: “Semoga Allah melindungimu dari penguasa-penguasa yang bodoh”. Ka’ab bin Ajrah bertanya: “Siapakah penguasa yang bodoh?” Nabi SAW menjawab: “Yaitu para penguasa yang datang setelahku, mereka tidak mengambil petunjukku dan tidak pula menjalankan sunnahku. Barangsiapa yang membenarkan kebohongan mereka, membantu kedzaliman mereka, maka dia bukanlah golonganku dan aku bukan golongannya dan dia tidak akan sampai ke telagaku. Hai Ka’ab bin ‘Ajrah!: Puasa adalah benteng pertahanan diri, shadaqah adalah penghapus dosa, dan shalat adalah ibadah -atau saksi- Hai Ka’ab bin ‘Ajrah! Manusia ada dua macam: pertama: orang yang membeli dirinya dari murka Allah dan menebusnya dari siksa-Nya dengan amal shalih dan yang kedua: menjual dirinya kepada syetan sehingga mencelakakan dirinya”.
(Disebutkan dalam Majma’uz
Zawa`id: hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Bazzar.
Perawi-perawinya sesuai dengan syarat shahih)
Hadits ini senada dengan
petunjuk-petunjuk hadits sebelumnya. Semoga Allah menolong
kita atas penguasa yang bodoh.
Penguasa yang menerapkan hukum-hukum thoghut adalah penguasa bodoh. Penguasa
yang turut andil bagi berjalannya sistem kufur demokrasi adalah penguasa bodoh.
Penguasa yang menjerat umat untuk taat pada tuhan-tuhan palsu pembuat hukum
adalah penguasa bodoh. Penguasa yang menjadikan “musyawarah” manusia mengalahkan
hukum-hukum Allah Swt. adalah penguasa bodoh.
"... Kaum yang mengikuti sunnah, akan tetapi bukanlah sunnahku, dan
mengikuti petunjuk tetapi bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu dan
laranglah. ..." [HR. Bukhari]
- Dari Mu’awiyah r.a. dia berkata: Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang mendengarkan dan mentaati perintah tidak akan dimintai pertanggungjawaban, sedangkan orang yang mendengarkan perintah namun tidak mentaatinya maka tidak ada alasan baginya”.
(H.R. ath-Thabrani dan Ahmad dalam sebuah hadits yang panjang. Abdullah bin
Ahmad bin Hambal berkata: “Ayahku menuliskan tambahan ini, aku tidak tahu
apakah dia pernah mengatakannya kepadaku secara lisan atau tidak”.
Perawi-perawinya adalah sesuai dengan syarat shahih, sementara Jablah Ibnu
Athiyah, seorang yang tsiqat)
Hadits ini mengajak manusia
untuk taat dan patuh serta menjaga persatuan dalam hal yang
sesuai ideologi (aqidah dan syariah) Islam. Oleh karena itu orang yang mendengarkan dan mentaati
perintah tidak akan menanggung dosa selama ketaatan dan kepatuhannya bukan
untuk mendurhakai Allah SWT. Apabila penguasa seorang yang fasiq
(terang-terangan bermaksiat) dan memerintah
rakyatnya dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, maka orang yang mentaati dan mematuhi khalifah
semacam ini tidak dihukum karena
kezaliman penguasa. Adapun
mereka yang tidak patuh terhadap hukum Allah SWT, maka tidak ada alasan baginya untuk berbuat durhaka dan
dia bertanggung-jawab terhadap kesalahannya. Kedzaliman
seorang khalifah tidak bisa
dijadikan alasan sehingga menyelamatkannya. Setiap orang akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(-Nya) dan ulil amri (Imam yang sah dibai’at untuk menerapkan Syari'at Islam beserta para
pejabatnya) di antara kamu. Kemudian jika kalian (rakyat dan penguasa) berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kalian memang benar-benar beriman kepada Allah
dan Hari Akhir." (QS. An-Nisaa': 59)
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
(agama tauhid) ini adalah agama kalian semua; umat yang satu dan Aku adalah
Tuhanmu, maka sembahlah Aku!” (QS. Al-Anbiyaa` :92)
Barangsiapa
berbuat karena Allah untuk kepentingan persatuan kaum Muslimin, jika benar Allah akan menerimanya dan membalasnya dengan
balasan yang terbaik. Umat harus disatukan atas dasar Qur’an dan
Sunnah. Dan persatuan itu tidak akan terwujud jika pemikiran, perasaan, dan
hukum yang berlaku di tengah umat belum berdasarkan Qur’an dan Sunnah. Maka
persatuan kaum Muslimin secara hakiki terwujud dengan memenuhi kewajiban
menegakkan dan menjaga negara khilafah Islamiyah.
"Dan siapa saja yang mati sedang di lehernya tidak
terdapat bai'at (kepada khalifah), berarti dia telah mati
(mirip) jahiliyah."
(HR. Muslim)
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Amr ra., bahwa dia berkata, "Aku pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda:
"Siapa saja yang membai'at seorang imam (khalifah)
dan memberikan kepadanya genggaman tangan dan buah hatinya (bertekad janji),
maka hendaklah dia mentaatinya sekuat kemampuannya. Dan jika ada orang lain
yang hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah batang lehernya." (HR. Muslim)
“Jika dibai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang
terakhir dari keduanya.” (HR. Muslim)
Sedangkan orang yang berbuat
untuk memecah-belah umat Islam, dengan mengikuti perbuatan kaum yahudi
semacam sistem kufur demokrasi, paham kufur ashobiyah kebangsaan, akidah kufur
sekularisme, maka Allah tidak akan
menerimanya. Memecah-belah persatuan
bisa terjadi dengan menyebarkan dan menjaga pemikiran kufur,
perasaan cinta dan benci yang tidak berdasar aturan Islam, serta hukum kufur di
tengah-tengah umat. Dan yang paling berperan dalam kemunkaran ini adalah para
penguasa negara sistem kufur semacam demokrasi yang terdiri dari legislatif,
eksekutif, yudikatif.
Maka bagi para tokoh-tokoh mereka harus berbuat untuk
mempersatukan jama’ah bukan memecah-belah. Memperkuat gerakan yang secara murni
berdasarkan ideologi (akidah dan syariah) Islam. Menyadarkan semua kelompok
yang berdiri berdasarkan ideologi kufur maupun yang menyimpang dari ideologi
Islam dalam hal pemikiran juga metodenya. Semoga Allah menyelamatkan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar