Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 17 Juli 2016

Mengubah UUD berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah


 


Sistem pemerintahan suatu negara berdasarkan kepada UUD. Dan UUD-nya diambil dari sumber-sumber tertentu yang dibangun di atas asas tertentu. Dalam perkara ini kita harus mencermati, apakah asas negara itu akidah Islam sehingga al-Qur’an dan as-Sunnah serta apa yang ditunjukkan oleh keduanya dijadikan sebagai sumber satu-satunya untuk membuat UUD? Apakah hukum-hukum yang terdapat di dalam UUD tidak keluar sedikitpun dari wahyu? Jika demikian kondisinya, maka negara itu dianggap Daulah Islamiyah.

Apabila di dalam Daulah Islamiyah banyak terjadi kerusakan atau dijumpai adanya keburukan di dalam penerapan, maka terhadap negara seperti ini harus dilakukan upaya ishlâh (perbaikan), bukan taghyîr. Kondisi semacam itu mirip dengan keadaan Daulah Islamiyah pada masa Utsmani. Khilafah saat itu membutuhkan ishlâh.

Namun, jika asas negara bukan akidah Islam, yang merupakan asas UUD, peraturan dan perundang-undangan lainnya, maka yang dituntut di sini adalah aktivitas taghyîr bukan ishlâh. Contohnya adalah kondisi negara-negara tempat kaum Muslim hidup sekarang ini. Negara-negara itu bukanlah Daulah Islamiyah, karena peraturan-peraturannya tidak eksklusif berasal dari syari’at Islam (meskipun mereka mengatakan bahwa agama negara adalah agama Islam). Sebab yang jadi acuan adalah penerapan bukan sekedar perkataan (pengakuan).

Jadi, selama peraturan negara-negara yang memerintah kaum Muslim sekarang ini UUD-nya tidak berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka realitas ini memerlukan aktivitas yang bersifat taghyîr, yaitu mengubah secara fundamental pusat-pusat peraturan dan kaidah-kaidahnya. Tidak boleh memperbaiki sistem yang bukan Islam. Misalnya memperbaiki kapitalisme supaya bisa dianggap lebih adil, memperbaiki demokrasi sehingga lebih demokratis, menyehatkan perbankan ribawi, menstabilkan industri keuangan non-riil, dsb.

Para penganjur taghyîr (penggantian sistem) mempunyai pemikiran-pemikiran yang sangat berbeda atas realitas yang ingin mereka ubah. Sikap tersebut muncul karena mereka mengikatkan pemikirannya dengan asas yang mereka imani, dan menolak fakta menyimpang yang ada dari segi asasnya. Selama asasnya berbeda, maka apapun yang berasal dari asas tersebut tertolak, karena gugurnya asas, meskipun terdapat kemiripan pada sebagian perkara cabangnya.

Di dalam benak para pencetus ide taghyîr terdapat gambaran yang ingin disampaikan kepada umat manusia. Gambaran ini membawa mereka kemasa Rasulullah Saw. Mereka mengkritik realitas, tempat mereka hidup dengan kritikan yang menyentuh asasnya. Pemikiran yang dilontarkan kelompok ini sama di setiap negeri, karena kondisi yang diciptakan oleh kafir penjajah terhadap kaum Muslim sama dan seragam. Oleh karena itu, solusi terhadap kondisi tersebut juga sama.

Pada fase penjajahan gaya baru Barat atas negeri-negeri kaum Muslim, mereka menjauhkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber satu-satunya bagi perundang-undangan hidup kita. Itu dilakukan Barat dengan melakukan pemisahan agama Islam dari kehidupan dan peraturan kita. Perlakuan itu berhasil mereka jalankan. Dan hal itu merupakan bencana bagi kita. Sesungguhnya realitas yang ada saat ini tidak akan bisa diperbaiki dengan cara tambal sulam, meskipun amat banyak. Dan orang yang tidak memahami realitas tentang sesuatu tidak akan mungkin mengetahui hukumnya.

Orang yang menyeru kepada ideologi Islam sekarang ini tidak bisa mengabaikan hadits Nabi Saw.:
“…Kemudian akan datang Khilafah yang berdasarkan pada manhaj ke-Nabian.” (HR. Imam Ahmad)

Orang yang menginginkan hadirnya Khilafah yang berdasarkan pada manhaj ke-Nabian tidak akan memiliki alternatif lain kecuali meneladani sirah manusia terbaik (yaitu Muhammad Saw.), yang usaha-usahanya menghasilkan buah. Dan dengan taufik Allah bisa menelurkan sebaik-baik umat yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia. Sesungguhnya sirah itu adalah satu untaian dengan sirah para Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka. Hanya kepada Allah kita memohon agar kita termasuk di dalam salah satu mata rantainya. Maka kita juga harus meneladani sirah Muhammad Saw. Masyarakat lalu meneladaninya pula, dan bersatu untuk melaksanakan amal perbuatan mulia yaitu dakwah Islam ideologis.

Orang yang mengemban dakwah Islam secara benar dan berusaha mewujudkannya kembali di dalam realitas pemerintahan dan kehidupan secara ikhlas, baik individu ataupun partai, tidak mungkin berhasil dengan bergabung dengan sistem pemerintahan bukan-Islam. Karena di saat yang sama dia berusaha untuk mengungkap kerusakannya, mengungkap pertentangannya dengan dalil-dalil syar’i yang qath’i tsubut (pasti sumbernya) dan qath’i dilalah (pasti penunjukannya).
Sungguh, merupakan suatu bencana dan dosa besar apabila seorang pengemban dakwah mengadopsi maslahat yang diukur dengan akalnya dan tidak diakui oleh syara’, sebagai dalil baginya dengan melanggar nash yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah; atau menggunakan syubhat dalil.

Rasul Saw. mengirimkan surat-surat dakwah kepada para kepala negara lain. Di dalam juz ke-12 dari kitab Syarah Shahih Muslim an-Nawawi, disebutkan bahwa Najasy (gelar bagi raja Habasyah) yang dikirimi surat oleh Rasulullah Saw. dan diajaknya masuk Islam pada akhir tahun ke-6 Hijriah, setelah beliau kembali dari Perang Hudaibiyah, bukanlah Najasy yang Rasulullah Saw. menshalat jenazahkan. Teksnya berbunyi:
“Dari Anas bahwa Nabi Saw. telah menulis surat kepada Kisra, kepada Kaisar dan kepada Najasy, serta kepada setiap Jabbar (penguasa), mengajak mereka kepada Allah ta’ala, bukan Najasy yang Nabi Saw. menshalat (jenazahkan) atasnya.“ (Hadits dari Anas bin Malik, yang diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya)

Najasy yang telah masuk Islam ini telah menerima kekuasaan pada tahun ke-7 Hijriah, karena Rasulullah Saw. telah mengirimkan banyak utusannya kepada para Raja dan Amir. Di antara mereka adalah Najasy. Hal itu beliau lakukan sekembalinya dari perang Hudaibiyah, yang terjadi pada akhir tahun ke-6 Hijriah, bulan Dzulqa’idah. Mungkin Najasy ini telah meninggal pada tahun ke-7 Hijriah, dan pada tahun itu pula Najasy yang masuk Islam telah menerima estafet pemerintahan. Dialah yang Rasulullah Saw. melakukan shalat jenazah atasnya, yang waktu kematiannya terjadi sebelum penaklukkan kota Makkah pada tahun ke-8 Hijriah, sebagaimana yang disebutkan oleh Baihaqi dalam kitab Dalâ’ilu an-Nubuwwah.
Dengan demikian, jarak antara pengangkatannya menjadi Raja dan ke-Islamannya, begitu juga dengan kematiannya sangat singkat. Dia masuk Islam secara rahasia, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui ke-Islamannya, bahkan Rasulullah Saw. sendiri tidak mengetahuinya selain diberitahu melalui wahyu tentang kematiannya, juga ke-Islamannya pada hari kematiannya itu. Waktu yang singkat yang dilaluinya sebagai seorang muslim sebelum dia meninggal tidak memungkinkannya untuk mengetahui tentang hukum-hukum Islam. Dan ketidaktahuan Nabi Saw. terhadap hal itu menyebabkan beliau tidak sempat mengirimkan kepadanya utusan yang akan menjelaskan apa yang harus dikerjakan.
….


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam