Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 12 Juli 2016

Bersikap Teguh Berdakwah Ideologi Islam


 


Bersikap Teguh

Agama ini telah sempurna, dan nikmat juga telah disempurnakan. Tidak ada penggantian/perubahan terhadap kalimat-kalimat Allah Swt. Allah berfirman:
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (TQS. al-An’aam [6]: 115)

Di antara karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah disempurnakannya bagi mereka agama mereka, begitu pula disempurnakannya nikmat bagi mereka. Allah Swt. juga menjaga al-Qur’an dan memeliharanya dari tangan-tangan yang ingin merubah dan menggantinya.
Firman Allah Swt:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (TQS. al-Hijir [15]: 9)
Sungguh, Allah telah mejaga al-Qur’an agar menjadi hujjah bagi manusia sampai Hari Kiamat.

Tatkala Rasulullah Saw. menerima risalah maka sejak saat itu kaum Muslim wajib mewarisi tugas ideologi Islam dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan berpegang teguh kepada al-Qur’an, menggamit dengan kuat kepada as-Sunnah sebagaimana yang diperintahkan. Jika hal ini dilakukan, maka keadaan mereka sama seperti keadaan Rasulullah dan para sahabatnya. Dalil-dalil yang menjelaskan hal itu sangat banyak.

Tatkala kaum Muslim berdakwah, menyampaikan Islam kepada umat-umat lain, menawarkan kepada mereka agama yang lurus, agama yang berlandaskan pada akal sehat sesuai fitrah, maka pada saat yang sama umat-umat lain itu juga menawarkan agama mereka kepada kaum Muslim, meskipun dalam rangka untuk mempertahankan diri. Sejak itu sebagian kaum Muslim terpengaruh dengan apa yang dijajakan oleh umat-umat lain itu tanpa mereka sadari. Hal ini membawa pengaruh negatif pada pemahaman kaum Muslim terhadap Islam dan terhadap dakwah.
Namun, kondisi tersebut tidak memakan waktu lama. Ulama kaum Muslim menyadari hal itu. Para ulama ini merupakan menara-menara dan rambu penunjuk jalan yang akan memberitahukan kepada kaum Muslim kebenaran sehingga mampu menghilangkan campuran asing yang melekat pada pikiran umat. Para ulama itu dengan gigih mencegah penyimpangan dan menggagalkan pemalsuan sehingga agama kembali bersinar.

Datanglah masanya kepada kita keburukan, dan kita terjebak berada di dalamnya. Kondisi kita sekarang ini menuntut kita untuk kembali kepada sebab-sebab kebaikan sebagaimana yang pernah dilakukan pada mula pertama, agar kita kembali kepada Islam sebagaimana pertama kalinya dahulu.

Untuk membersihkan Islam dari segala kotoran dan menghilangkan seluruh penyimpangan serta mengubur setiap pemalsuan, kita wajib keluar dari cara berpikir yang rusak, yang dipropagandakan oleh Barat. Cara berpikir yang tercampuri dengan tolok ukur berasaskan manfaat dan menuruti hawa nafsu.
Sementara itu, cara berpikir Islam yang benar adalah bertumpu pada anggapan bahwa segala perkara ada di tangan Allah semata. Artinya, tidak boleh kita memasukkan bid’ah terhadap hukum-hukum Allah, juga hasil akal-akalan dan kecenderungan-kecenderungan kita. Tidak boleh kita jadikan hawa nafsu sebagai pemutus perkara.

Tidak boleh bagi kita menjadikan respon negatif manusia, atau tidak adanya interest terhadap Islam, atau keadaan dan situasi yang menyelimuti kita, atau tidak adanya maslahat, sebagai alasan bagi pengemban dakwah ideologi Islam untuk bersikap lemah. Sebab, Allah Swt. bersifat ‘Alîm dan Khabîr (Maha Mengetahui) hakikat tabiat manusia, mengetahui apa yang dibutuhkannya dan apa yang dapat dilaksanakannya. Allah mengetahui realitas dan fakta tempat manusia hidup di dalamnya, mengetahui pula siapa musuh-musuh kaum Muslim, dan bagaimana cara-cara berinteraksi dengan mereka dan seterusnya.

Ijtihad yang benar didasarkan terlebih dahulu kepada pemahaman atas realitas yang ingin dicari hukum syara’-nya, kemudian dilanjutkan dengan mencari hukum syara’-nya dengan menggunakan teks-teks syara’ sesuai dengan dalalah (penunjukan)nya. Barulah diketahui hukum Allah dalam perkara tersebut.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (TQS. al-Hujurat [49]: 1)

Allah Swt berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS. al-Ahzab [33]: 36)

Cara berpikir yang dipengaruhi Barat telah mengakibatkan ditinggalkannya sebagian teks-teks syara’ yang bersifat qath’i (pasti, tegas) dan menempatkan masalah pada posisi dicari-cari alasan situasi dan kondisi, atau karena asumsi adanya maslahat.

Hukum riba misalnya, diharamkan secara qath’i (pasti)dengan lafadz yang jelas, tidak mengandung pengertian lain dan tidak bisa ditakwilkan. Namun sebagian orang ketika bersentuhan dengan realitas, situasi dan kondisi, apalagi diasumsikan mendatangkan manfaat dan bisa menolak mafsadat yang sangat berpengaruh pada kehidupan mereka, maka mereka mengeluarkan hukum lain, yang membolehkan bermuamalah dengan cara riba.
Menggunakan cara berpikir seperti ini berarti mengeluarkan hukum-hukum yang tidak ada sandarannya sama sekali di dalam syara’, bahkan bertentangan dengan syara’ sama sekali. Sementara hal itu bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. secara diametral.
Mereka akan mencari-cari alternatif hukum pengganti lain dengan cara berpikir yang sama. Jadi, kita harus benar-benar waspada terhadap pola pikir seperti ini yang tidak diakui oleh syara’ dan menjadi tempat lahirnya berbagai pemikiran yang menyimpang.
Mereka tidak memiliki metode yang benar dalam berpikir, terutama dari segi cara pandangnya terahadap realitas dan dalam melakukan istinbath (penggalian, penyimpulan) hukum-hukum syara’. Bahkan mereka tidak memiliki cara pandang yang benar terhadap hukum syara’ itu sendiri. Mereka tidak bisa membedakan antara thariqah (metode) dan uslub (cara) di dalam dakwah. Ini dimungkinkan karena kuatnya pengaruh pemikiran tentang “elastisnya syari’at”, sehingga mereka menganggap remeh hukum-hukum syara’, lalu menggantinya dengan hukum-hukum yang tidak syar’i dengan dalih bahwa hal itu sesuai dengan perkembangan zaman.
Sikap semacam itu adalah sikap yang tidak benar dan tidak menunjukkan pada adanya penelitian yang mendalam terhadap realitas yang ingin dirubah. Yang harus diamati secara seksama atas realitas adalah ciri-ciri dasar yang ada, bukan pada bentuknya yang berubah-ubah.
Masyarakat misalnya, memiliki unsur-unsur utama (yang bersifat baku dan tidak berubah) berupa manusia, pemikiran, perasaan dan sistem (peraturan). Unsur-unsur itu tetap ada meskipun tampak dalam bentuk yang bermacam-macam. Bisa berbentuk kabilah, negara kecil, atau negara yang amat kompleks. Bisa juga berupa negara yang demokratis atau bahkan diktator. Jadi, yang dilihat adalah ciri-ciri dasarnya. Dengan demikian, bentuk-bentuk masyarakat yang berbeda-beda tidak mempengaruhi thariqah (metode) dakwah.
Contoh dalam masalah ini adalah, bahwa untuk merubah pemikiran-pemikiran yang salah dan pemahaman-pemahaman yang keliru, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang buruk di dalam masyarakat, adalah dengan mewujudkan sistem syariat yang pernah dijalankan oleh Rasulullah Saw. Ini merupakan aktivitas yang tidak pernah berubah.
Yang berbeda dalam masalah ini adalah, mungkin pemikiran masyarakat itu berbentuk nasionalisme/ ashobiyah, atau kesukuan, atau ideologi sosialis, atau ideologi kapitalis. Pemikiran yang bersifat ideologis lebih kuat daripada pemikiran-pemikiran lain sehingga untuk membongkarnya memerlukan usaha yang sangat besar.
Tambahan lagi, bermacam-macamnya pemikiran terkadang bisa mempersulit atau mempermudah aktivitas. Namun, tidak merubah jalan yang harus ditempuh. Bentuk pemerintahan, meskipun hanya sistem kabilah, atau berbentuk negara kecil, atau negara yang amat kompleks seperti pada masa sekarang ini, tidak akan merubah hukum-hukum thariqah (metode) dakwah. Pengaruhnya hanya mempersulit atau mempermudah aktivitas dakwah. Begitu pula kondisi dari sistem yang ingin dirubah itu bisa bersandar kepada militer, bisa juga bersandar kepada kabilah-kabilah bersenjata. ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam