Hijrah Menuju Masyarakat Islam ke Dalam Daulah Islam
Hijrah
Rasulullah dari Mekah ke Madinah, 15 abad yang lalu, yakni pada tahun 1
Hijriah/662 M, adalah babak baru perjuangan dan kehidupan umat Islam;
dari kehidupan penuh ketidakadilan, kezaliman dan kelemahan, menuju
kehidupan yang terang benderang, berkeadilan dan kondisi yang kuat.
Hijrah
Nabi itu sekaligus merupakan titik awal bagi tegaknya sebuah negara
yang dibangun atas landasan Islam. Negara dalam arti yang sesungguhnya.
Di sana ada pemerintah yang berkuasa dan dipimpin langsung Nabi SAW
dengan menjalankan hukum dan roda pemerintahan, serta ada rakyat yang
mendiami wilayah tertentu yaitu Madinah. Rakyatnya terdiri dari beberapa
etnis dan suku. Dan di sana ada sistem yang berdiri sendiri, tidak
tunduk pada kekuasaan lain.
Kesuksesan
hijrah itu tak lepas dari peran Muhammad SAW. Peran dan posisi
signifikan yang demikian itulah, yang membuat sejarahwan Barat, Michael
Hart (1986) menempatkan nabi penutup ini pada posisi pertama seratus
tokoh berpengaruh dalam sejarah.
''Penilaian
saya ini mungkin mengejutkan beberapa pembaca, dan mungkin jadi tanda
tanya sebagian yang lain. Tapi, saya berpegang pada keyakinan, Nabi
Muhammad-lah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih
sukses-sukses luar biasa, baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang
lingkup duniawi,'' jelas Hart.
Pengakuan
Hart memiliki landasan argumentasi apistemologis-historis. Paling
tidak, bukti dan argumentasi penilaian tersebut didasarkan antara lain
pada implikasi kehadiran Nabi Muhammad dalam membawa agama Islam yang
momentum kemenangannya terjadi di dalam peristiwa hijrah.
Beralasan,
sebab hijrah sebagai peristiwa historis-sosiologis menurut Caesar E
Farah disebut sebagai titik balik kehidupan nabi dan tonggak awal
peradaban.
Interpretasi
hijrah memiliki legalitas dan makna historis yang valid dan penting.
Mengingat besar arti dan implikasi positif-kreatif hijrah bagi gerakan
reformasi dan perubahan sejarah manusia itu, Sayyidina Umar bin Khattab
(memerintah: 634-644 M/13-23 H) bahkan menetapkan secara resmi kalender
tahun hijriah. Kalender itu dibuka pada bulan pertama (Muharam) dalam
tahun Qomariyah Arab, yaitu bulan Juni 622. Berlanjut seterusnya dalam
hitungan Qomariyah 354 hari tanpa penambahan hari untuk penyelesaian
dengan tahun Syamsiyah.
Menurut
Huston Smith dalam The Religion of Man, pada tahun 622 Masehi, suatu
perpindahan yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai hijrah atau hegira
dan diterjemahkan sebagai pelarian, dipandang sebagai titik balik dalam
sejarah dunia. Dalam menghadapi berbagai masalah, Nabi ternyata
dianugrahi bakat yang luar biasa: menjadi politikus yang mahir dan
negarawan.
Pemerintahannya
menggambarkan komposisi ideal antara keadilan dan rasa kasih sayang.
Sebagai kepala negara, pelindung jiwa dan kemerdekaan rakyatnya, Nabi
menegakkan keadilan yang diperlukan demi ketertiban; dan tanpa gentar
menjatuhkan hukuman terhadap mereka yang bersalah.
.....
Dalam
konteks inilah, gerakan reformasi Muhammad SAW membangun suatu
masyarakat baru yang memiliki pranata dan aturan main yang jelas, bukan
saja berimplikasi pada kesejahteraan dan kedamaian intern masyarakat
muslim, tapi juga seluruh warga Madinah menjadi masyarakat baru yang
beradab, saling menghargai dan hidup damai berdampingan di tengah-tengah
masyarakat yang multi etnis dan ras itu.
…..
masyarakat Madinah yang diwariskan Rasulullah, yang oleh Robert N
Bellah, ahli sosiologi agama terkemuka, disebut sebagai masyarakat yang
untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern. Kondisi
Timur Tengah dan umat manusia pada umumnya saat itu belum siap dengan
prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial
yang modern seperti pernah dirintis Nabi SAW (Robert N Bellah, Beyond
Belief, 1976, halaman 150-151).
…..
Oleh sejarahwan terkemuka, W. Montgomery Watt, piagam pertama di dunia
ini diistilahkan sebagai Konstitusi Madinah. Tiga prinsip terpenting
bagi pembangunan masyarakat baru dalam konstitusi itu yang patut dicatat
adalah dimensi politik, agama dan hukum.
…..
negara dapat mengakomodasi semua kepentingan masyarakat. Mereka tidak
dibedakan berdasarkan suku, kelompok politik, maupun agama.
…...
Hal ini bisa terjadi, sebab ideologi masyarakat Islam, telah mempunyai
dasar interpretasi yang jelas dan baku, yakni Al-Qur’an dan Hadits….
…. adanya pengakuan negara yang mau melindungi kebebasan beribadah bagi umat beragama.
Semua
sama di depan hukum, dan semua memperoleh keadilan hukum (dari Syariah
Islam). Hal demikian yang tercermin pada sikap dan kebijakan Nabi SAW
sebagai kepala negara dan masyarakat sekaligus, di mana Nabi SAW
mengakui persamaan hak setiap warga negara, tanpa pandang bulu.
*Tulisan asli yang utuh selain yang dikutip di sini perlu sikap kritis atasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar