Contoh Kasus Permusuhan Kaum Kafir Terhadap Islam
wahid institute memenuhi pesanan Barat |
Permusuhan Kaum Kafir
Sejak
akhir April 2002 lalu muncul selebaran di kantong-kantong Muslim
seperti Jombang, Bangil, dan Madura. Isinya berupa tiruan terhadap surat
dalam al-Quran. Tulisan itu sebenarnya merupakan turunan atau terjemahan dari Furqânul Haqq alias The True Furqan
(Quran Asli) yang dirilis pertama kali pada April 1999 oleh Komite
Eksekutif Proyek Omega 2001. Proyek ini merupakan satu dari sekian mega
proyek misi Kristiani dengan tugas khusus antara lain membuat tiruan
al-Quran untuk alat penyebaran agama Nasrani/Kristen (kristenisasi).
Dalam versi komersialnya, buku tersebut ditulis oleh seorang pastor
evangelis Amerika, Dr. Anis Shorrosh dengan menggunakan nama Al-Safee
dan Al-Mahdi (Republika, 6/5/2002).
Menurut
Shorrosh, lebih dari 1 miliar Muslim di 69 negara merupakan kekuatan
yang harus diwaspadai. Mereka sedang menegakkan syariat Islam di
Nigeria, Indonesia, Somalia, Iran, dan Pakistan. Hal itu harus dicegah.
Salah satu caranya adalah dengan menyebarluaskan The True Furqan
ini ke tengah-tengah masyarakat Muslim hingga al-Quran milik Islam
dipandang sudah menyimpang oleh umatnya. Begitu pernyataannya seperti
dikutip Republika (7/5/2002).
Dari
sini jelas bahwa maksud dibuatnya tiruan al-Quran itu adalah untuk
menghadang penegakkan syariat Islam melalui penggerusan akidah
penganutnya.
Serangan Berkesinambungan
Peristiwa
tiruan al-Quran tadi sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan suatu rantai yang saling berhubungan. Arahnya satu, yaitu
mencegah tegaknya Islam di muka bumi.
Sejarah
menunjukkan bahwa orang-orang kafir yang dipimpin oleh negara Barat
tidak pernah berhenti memadamkan Islam sebagai cahaya Allah SWT. Ada 3
periode yang mereka tempuh untuk mencapai tujuannya itu.
Pertama,
periode sebelum keruntuhan Khilafah Islamiyah. Realitas sejarah
menunjukkan bahwa umat Islam senantiasa dijaga dan dipelihara oleh
pemimpinnya dalam Khilafah Islamiyah. Akidah, ibadah, akal, turunan,
harta, nyawa, kehormatan, dan perkara lainnya senantiasa dilindungi.
Karenanya, setiap serangan yang hendak memporakporandakan Islam dan
umatnya senantiasa dilawan oleh sang Khalifah. Kaum kafir menyadari hal
ini. Berdasarkan hal tersebut, dilakukanlah upaya-upaya untuk menjauhkan
Islam dari umatnya dan umat dari Islamnya. Di antara upaya tersebut
adalah Perang Salib, orientalisme, dan kristenisasi.
Pertama
kali Islam hendak diruntuhkan lewat perang fisik, Perang Salib. Namun,
Allah SWT. memberikan kemenangan bagi kaum Muslim setelah berperang
selama 200 tahun. Menyadari ketangguhan kaum Muslim dalam bertempur,
caranya pun diubah melalui orientalisme. Orientalisme merupakan studi
orang-orang Barat untuk mempelajari budaya dan ajaran Timur (baca:
Islam) dalam rangka memutarbalikkan ajaran Islam. Melalui orientalisme
ini mulailah ajaran-ajaran Islam dijelek-jelekkan. Jihad disebut tradisi
barbar, poligami dicap menginjak-injak harkat perempuan, jilbab
dianggap hanya budaya Arab, potong tangan dan rajam dituduh sebagai
hukum tak berperikemanusiaan, pembagian waris divonis tidak adil, dan
tuduhan-tuduhan lainnya. Bahkan, hukum Islam dituding sebagai kolot,
kuno, primitif, dan hanya cocok untuk abad ke-2 Hijrah.
Bersamaan dengan aktivitas tersebut, kristenisasi untuk memurtadkan umat Islam mulai dilakukan di negeri-negeri Syam.
Kedua,
periode meruntuhkan Khilafah. Dalam rangka meruntuhkan kekuasaan Islam
sedunia ini ditanamkanlah pemikiran sekularisme yang memisahkan agama
(Islam) dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Melalui
sekularisme ini diharapkan umat Islam hanya menjadikan Islam sebagai
sumber nilai yang mengurusi ibadah ritual, etika, dan moral saja.
Sementara persoalan sosial, politik, ekonomi, dan budaya diatur oleh
logika dan akal manusia, jauh dari hukum Allah Pencipta manusia. Tidak
sedikit kaum Muslim yang mengadopsi sekularisme ini.
Berikutnya,
disebarkanlah paham nasionalisme. Dengan nasionalisme berarti
kepentingan nasional di atas segala-galanya termasuk akidah Islam.
Tersebarnya paham nasionalisme ini menjadikan kaum Muslim sedunia yang
tadinya bersatu menjadi hendak berdiri sendiri-sendiri. Muncullah
PanArabisme, lalu diikuti dengan munculnya tuntutan untuk mendirikan
negara-negara nasional lepas dari kekuasaan Khalifah Utsmaniyah saat
itu. Akhirnya, melalui Musthafa Kemal yang didukung oleh Inggris dan
negara-negara besar saat itu, pada tanggal 24 Maret 1924, Khilafah
diruntuhkan. Kaum Muslim tidak lagi memiliki benteng yang senantiasa
menjaga dan memeliharanya.
Ketiga,
periode pasca runtuhnya Khilafah. Setelah keruntuhan Khilafah,
negeri-negeri Muslim dipecah-belah menjadi banyak negara. Terbentuklah
negara-negara 'merdeka' atas dasar nasionalisme. Iran (1921), Saudi
Arabia (1921), Mesir (1922), Irak (1932), Jordan (1945), Lebanon (1945),
Syria (1945), Indonesia (1945), Pakistan (1947), Maroko (1956), Nigeria
(1960), Somalia (1960), Kuwait (1961), Algeria (1962) dan banyak lagi.
Negara-negara itu secara politik dikuasai oleh negara Barat adidaya dan
lembaga internasionalnya seperti PBB. Secara ekonomi pun negara-negara
tersebut bergantung kepada mereka, khususnya melalui IMF. Hal ini terus
berlangsung hingga sekarang.
Tidak
hanya sampai di situ, budaya, pendidikan, media massa, dan
perundang-undangan disekularisasi dan dibaratkan. Barat dijadikan
rujukan dan kiblat. Muaranya, kaum Muslim semakin jauh dari Islam.
Namun,
kenyataan pahit ini disadari oleh sebagian kaum Muslim yang ikhlas
dalam menegakkan Islam dan menjaga umatnya. Muncullah, khususnya sejak
tahun 50-an, upaya membangkitkan umat. Kaum Muslim diajak untuk kembali
kepada Islam yang dianutnya, menerapkan al-Quran dan as-Sunnah secara
kaffah, umat dipandu untuk melanjutkan kehidupan Islam. Hasilnya, abad
15 H (sejak tahun 1979) digemakan sebagai Abad Kebangkitan Islam.
Gerakan
kebangkitan ini semakin lama semakin besar laksana bola salju.
Musuh-musuh Islam pimpinan negra kafir Barat pun semakin melihat
realitas ini. Mereka menyadari arus kebangkitan Islam tak mungkin
dihalang-halangi oleh siapa pun. Karenanya, dari sisi politis dibuatlah
isu terorisme yang jelas-jelas ditujukan kepada mereka yang hendak
mengubah kezaliman mereka dengan keadilan melalui tegaknya Islam.
Secara
pemikiran, dibuatlah upaya untuk memahami dan menafsirkan Islam
berdasarkan kacamata liberal mereka. Muncullah istilah Islam Liberal.
Dengan penalaran demikian, ajaran Islam dimaknai oleh liberalisme Barat.
Akhirnya, andai saja umat Islam kembali pada Islam maka Islam yang
dipegang adalah 'Islam' yang hanya sekadar bungkus sebab isinya tidak
berbeda dengan ideologi kapitalisme yang ditanamkan negara-negara Barat
di Dunia Islam. Akidah umat Islam terus digerogoti melalui berbagai
penafsiran ala
Barat. Namun, umat Islam yang sungguh-sungguh dalam membela Islam terus
berpegang secara murni pada ajarannya sambil menunjukkan berbagai
tipudaya musuh Islam.
Sekalipun
demikian, kesadaran umat akan kewajiban menjalankan Islam secara utuh
terus membahana. Tuntutan penegakkan syariat Islam semakin merupakan
realitas. Untuk itu, dibuatlah upaya yang menghantam langsung ke akar
akidah. Dibuatlah tiruan al-Quran seperti telah disebut.
Brdasarkan
paparan sejarah sekilas tadi, tampak bahwa dibuatnya tiruan al-Quran
tersebut merupakan satu kesatuan mata rantai dengan upaya menghancurkan
tegaknya Islam di muka bumi serta upaya mematahkan kembalinya umat
bersatu dalam satu kepemimpinan sedunia dengan ikatan akidah Islam dan
hukum-hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar