Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 30 Juni 2018

Muslimah Mualaf Rusia Dituding Teroris Karena Aktif Berdakwah Bersama Hizbut Tahrir



Tidak berhenti membantai umat Islam di Suriah, Rusia juga menzhalimi umat Islam yang bermukim di Rusia. Seorang Muslimah Rusia, Jannat Pespalova ditangkap aparat keamanan karena aktivitas dakwahnya bersama Hizbut Tahrir. Jannat Pespalova wanita keturunan Rusia, yang sebelum memeluk Islam bernama ”Ala” dijebloskan ke penjara karena perjuangannya.

Jannat ditangkap pada 24 November 2017. Kemudian pada bulan Januari 2018 masa penahanannya diperpanjang hingga dua bulan. Artinya, dia akan tetap tinggal di penjara Rusia sampai 16 Maret hingga waktu pengadilan berikutnya.

Ini bukan penderitaan pertama yang dialaminya. Sebelumnya pasukan keamanan Rusia menahan suaminya Issa Rahimov yang merupakan anggota Hizbut Tahrir yang divonis 12 tahun dengan tuduhan palsu terlibat tindakan terorisme.

Kantor Media Hizbut Tahrir Rusia mengecam tindakan keji Rusia ini. ”Mereka menuduh saudari kita, Jannat Pespalova, sama seperti mereka menuduh suaminya dengan tuduhan melakukan tindakan terorisme sesuai dengan pasal-pasal konstitusi terkait aktivitasnya di Partai Politik Islam, Hizbut Tahrir. Mereka memenjarakannya, seolah-olah kata-kata Islam dan politik menjadi sebuah kejahatan."

Tindakan keji dan zhalim Rusia terhadap aktivis-aktivis Hizbut Tahrir didasarkan legitimasi dusta Mahkamah Agung Federal Rusia tahun 2003 yang memasukkan Hizbut Tahrir Rusia sebagai kelompok teroris. Sehingga dakwaan tidak lagi dibuat berdasarkan undang-undang ”fundamentalisme” dalam konstitusi, namun berdasarkan undang-undang ”terorisme”, dengan masa kurungan penjaranya bisa mencapai 20 tahun.

Penerapan undang-undang ini menimbulkan ancaman terbuka di seluruh wilayah Rusia, termasuk di Kota St. Petersburg, puluhan pengemban dakwah ditangkap selama beberapa tahun terakhir. Rusia memburu kaum Muslim karena akidah mereka, dan menghalangi penyebaran Islam di antara rakyat Rusia.

Dalam penangkapan terbaru, agen intelijen Rusia pada 27 Februari 2018 di Chelyabinsk menangkap empat kaum Muslim dengan tuduhan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan Hizbut Tahrir. Pada dini hari, pasukan keamanan menggerebek apartemen milik Danis Abdul Rahmanov, lalu memukul kepalanya dengan gagang pistol, mendudukkannya di atas lutut. Selanjutnya mereka menggeledah apartemennya. Ketika istri Danis meminta penjelasan terkait apa yang sedang terjadi, dia malah mendapatkan kata-kata menjijikan dan tidak pantas. Mereka membawa Abdul Rahmanov ke tempat tujuan yang tidak diketahui. Kemudian diketahui pula setelah itu bahwa mereka juga menangkap Ruslan Fetklin, Ravis Khalikov, dan Amir Karimov.

Rusia juga menyerang keimanan Muslimah yang tihggal di negeri itu. Mereka memerangi pakaian syar'iy dari para wanita muda Muslim, di sekolah dan perguruan tinggi. Tahun ini, ada tiga wanita Muslimah menjalani tahanan rumah di Tatarstan. Tuduhannya, melakukan tindakan "terorisme" karena partisipasi mereka dalam aktivitas Hizbut Tahrir. Padahal tidak ada satupun kegiatan Muslimah ini yang terkait dengan kekerasaan atau senjata. Mereka hanya bertemu di rumah-rumah, membahas Al-Qur’an dan hadist. Cukup dengan itu, rezim Rusia menyatakan mereka teroris.

”Tujuan dari kebohongan keji ini adalah untuk menakut-nakuti dan mencegah masyarakat dari memeluk Islam, serta menjauhkan mereka dari ide-ide Partai Politik Islam Hizbut Tahrir,” ujar aktivis Hizbut Tahrir Rusia dalam pernyataan persnya.

Dalam keterangan persnya, Hizbut Tahrir Rusia menjelaskan banyak Muslimah di Tatarstan yang meninggalkan Rusia untuk menghindar dari tuduhan terorisme. ”Akan tetapi saudari kita Jannat (Ala) Pespalova, yang telah mendekam di penjara selama hampir dua bulan, di antara para penjahat yang sesungguhnya, adalah satu-satunya yang diperlakukan seperti itu karena dia berkata: Allah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Dia,” lanjut aktivis HT Rusia ini.

Rusia sudah lama selalu menjadi musuh Islam dan kaum Muslim. Rusia terlibat dalam front perlawanan terhadap Kekhalifahan Utsmani hingga pembantaian orang tua dan anak-anak di Suriah melalui pemboman keji. Termasuk melarang buku-buku tsaqafah Islam hingga penangkapan kaum Muslim yang tidak bersalah.

Secara historis, beberapa dokumen tentang penganiayaan mengerikan terhadap kaum Muslim di Rusia masih terus dibicarakan. Di dalam arsip negara bagian Sverdlovsk, ditemukan perintah untuk membunuh Kisanbek Pairasov, yang berusia 60 tahun, karena dia kembali masuk Islam setelah sebellumnya dipaksa masuk Kristen. Dalam arsip negara itu diungkap keputusan tertanggal 8 Februari 1739, tertulis: "... karena 3 kali melarikan diri, dan karena dia masih Kristen waktu melarikan diri, kemudian dia masuk Islam, maka dia dijatuhi hukuman mati dengan dibakar.”

Pada 14 Maret tahun yang sama, Jenderal Swimunov menandatangani sebuah keputusan dalam kasus wanita "Bashkir". Wanita ini masuk Kristen dan diberi nama Katrina, lalu melarikan diri tiga kali di Bashkiria. Dia pun meninggalkan agama Kristen dan masuk Islam. Dalam arsip negara bagian Sverdlovsk dinyatakan, Muslimah ini dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar. Alasannya untuk memberikan efek jera pada yang lain.[]m bajuri/af

Seruan Kantor Media Hizbut Tahrir Rusia, "Rusia Musuh Umat Islam"

Rusia adalah musuh umat Islam. Rusia bertindak sebagaimana tindakan kaum kafir Quraisy dengan menghambat dakwah Nabi kita yang mulia SAW. Rusia juga berpikir bahwa mereka mampu menghentikan penyebaran kebenaran. Namun Allah SWT berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (TQS. At-Taubah [9]: 32).

Respon terbaik atas tindakan Rusia terhadap kaum Muslim yang lemah adalah berjuang bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan Khilafah Rasyidah 'ala minhajin nubuwah. Semua kaum Muslim yang terancam dan tertekan karena agamanya, maka mereka membutuhkan penjaga seperti yang disebutkan oleh Rasulullah SAW, “Imam (Khalifah) tidak lain adalah perisai, yang di belakangnya orang berperang, dan kepadanya orang berlindung."
Sehingga dengan mengembalikan perisai pelindung ini, maka kita akan bisa menghentikan siapa saja yang berani menyerang nyawa atau kehormatan anak-anak perempuan umat Islam.[]m bajuri/af

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 216

Jumat, 29 Juni 2018

Khilafah Untuk Menjadikan Penduduk Di Indonesia Adidaya



Dua kekuatan besar yang digambarkan dalam novel Ghost Fleet ada pada dua negara besar, yakni Amerika Serikat dan Cina. Kedua negara inilah yang nanti akan berperan besar dalam menentukan arah 'bekas Indonesia' di tahun 2030.

Meski ini baru sebuah cerita fiksi, melihat sepak terjang kedua negara saat ini di Indonesia, isi dalam novel itu tak bisa dikesampingkan begitu saja. Bukankah sekarang Cina sedang masuk ke Indonesia secara besar-besaran? Mereka mencoba menggeser Amerika yang telah bercokol terlebih dahulu.

Perubahan poros luar negeri rezim yang sebelumnya remang-remang kini mulai tajam. Poros Beijing mulai menguat. Para menteri dan pejabat tinggi dikirim ke sana. Demikian juga para akademisi dan budayawan serta tokoh agama. Ada apa? Tentu semua punya maksud.

Penduduk Indonesia harus memiliki negara yang kuat bila tidak ingin dipecah-belah atau dipermainkan negara besar. Caranya dengan menghilangkan faktor-faktor yang membuat penduduk lemah, utamanya faktor sistem dan ideologi. Kalau dalam soal yang sangat dasar ini tidak jelas, maka akan mudah terdelusi.

Menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M. Ismail Yusanto, harus ada perubahan sistem secara mendasar. Sosialis dan kapitalis bukanlah pilihan. Sosialis sudah hancur. Kapitalis juga sedang menuju kehancuran. Kedua sistem itu pernah diterapkan di negeri ini.

”Maka kita harus melepaskan diri dari itu semua, melepaskan diri dari neoliberalisme dan neoimperialisme. Dan satu-satunya yang bisa membuat kita lepas adalah dengan Islam, karena Islamlah satu-satunya yang bisa menghadapi keduanya secara sepadan. Tentu saja melalui menerapkan syariah secara kaffah," tandas Ismail.

Kehebatan, kebaikan, dan kerahmatan Islam baru bisa diwujudkan dan dirasakan secara nyata bila Islam diterapkan secara kaffah. “Dan yang dimaksud penerapan secara kaffah itu, dalam sistem politik dan pemerintahan, ya khilafah,” jelasnya.

Penerapan Islam secara kaffah melalui institusi khilafah akan menjadikan negeri ini sebagai adidaya di dunia. Negara seperti ini akan memiliki kemuliaan (izzah) dan berperan dalam konstelasi internasional dan tak lagi berada dalam cengkeraman asing dan aseng.

Kekuatan Ideologi Islam

Penerapan Islam secara kaffah terbukti mampu menjadikan negara yang menerapkannya muncul sebagai negara adidaya. Itu tidak lain karena kekuatan ideologi Islam yang mampu menyelesaikan seluruh problematika manusia dengan solusi yang sesuai dengan fitrah manusia.

Tak heran jika kekuatan ideologi Islam ini secara jujur diakui oleh banyak pihak. Carleton S., saat mengomentari peradaban Islam dari tahun 800 hingga 1600, menyatakan, ”Peradaban Islam merupakan peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental (continental super state) yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropik dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku.
Tentaranya merupakan gabungan dari berbagai bangsa yang melindungi perdamaian dan kemakmuran yang belum dikenal sebelumnya.” (Ceramahnya September 2001 dengan judul ”Technology, Business, and Our Way of Life: What's Next”).

Terlebih lagi bila persatuan negeri-negeri Islam terwujud. Akan hadir kekuatan yang sangat besar. Faktor geografis negeri-negeri Islam akan menguntungkan secara geopolitik global karena negeri-negeri itu menempati posisi yang strategis jalur laut dunia. Mereka mengendalikan Selat Gibraltar di Mediterania Barat, Terusan Suez di Mediterania Timur, Selat Balb al-Mandab yang memiliki teluk-teluk kecil di Laut Merah, Selat Dardanelles dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam ke Mediterania, serta Selat Hormus di TeIuk. Selat Malaka merupakan lokasi strategis di Timur Jauh. Barat maupun Cina akan sulit menaklukkan negeri-negeri Islam, karena pintu-pintu strategis laut dikuasai oleh kaum Muslim.

Selain itu, faktor sumber daya alam (SDA) akan menjadikan negeri-negeri Islam hidup dalam kesejahteraan. Bukankah negeri Islam kaya akan sumber pangan. Ini akan menghindarkan dari ketergantungan pada negara lain. Negeri-negeri Islam dikenal sebagai wilayah yang subur untuk beri cocok tanaman pangan. Apalagi, Daulah Khilafah Islamiyah nanti sangat memperhatikan swasembada pangan ini.

Negeri Islam, lebih khusus Indonesia, memiliki sumber bahan mentah yang melimpah. Dengan khilafah, semua sumber bahan mentah itu akan dikembalikan kepada rakyat. Tak boleh lagi dikuasai asing dan aseng.

Secara lebih luas, dunia Islam mengendalikan cadangan minyak dunia (60 persen), boron (40 persen), fosfat (50 persen), perlite (60 persen), strontium (27 persen), dan tin (22 persen).
Di antara bahan mentah tersebut, minyak memiliki posisi yang sangat strategis. Sejak Perang Dunia I, minyak merupakan sumber energi yang sangat penting untuk industri dan perang; seperti kata Clemenceau pada waktu Perang Dunia I, ”Setetes minyak sama nilainya dengan setetes darah prajurit kita.”

Faktor lain kekuatan khilafah Islam adalah jumlah penduduk. Memang, jumlah penduduk bukanlah satu-satunya faktor pendukung kekuatan sebuah negara. Hanya saja, seperti yang ditulis oleh HJ Morgenthau, tidak ada negara yang dapat tetap atau menjadi kekuatan tingkat pertama jika negara tersebut tidak tergolong sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak di dunia. Tanpa penduduk yang banyak tidak mungkin suatu negara mendirikan dan terus menjalankan pabrik industri yang diperlukan untuk melaksanakan perang modern dengan berhasil.

Kalaulah umat Islam bersatu di seluruh dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, jumlah penduduknya tentu sangat luar biasa. Saat Dunia Islam masih ”tidur" saja jumlah penduduknya lebih kurang 1,5 miliar atau 20 persen dari populasi di dunia. Jelas hal ini akan memberikan kekuatan tersendiri bagi Daulah Khilafah Islamiyah dalam kancah politik internasionalnya.

Di samping itu ada kekuatan militer. Harus diakui bahwa saat ini industri militer Dunia Islam dalam keadaan mundur. Akan tetapi, secara kuantitas jumlah pasukan militer di Dunia Islam sangat besar. Seandainya, dari 1,5 miliar penduduk Dunia Islam direkrut 1 persennya saja akan didapat 15 juta tentara. Ini sudah cukup menggentarkan negara besar.

Di samping itu, negeri Islam banyak memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. Mereka tinggal digerakkan untuk mendukung kekuatan industri, baik industri biasa maupun industri militer. Dunia Islam telah membuktikan sebelumnya, saat bersatu di bawah negara ideologis Daulah Khilafah Islamiyah, perkembangan sains dan teknologinya berada di atas negara-negara lain.

Sudah semestinya umat Islam bernegara Islam yang adidaya. Bukan malah dipecah-belah negara imperialis adidaya, dilenakan dengan kenikmatan hidup yang sementara.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 217

Bisyarah Dari Langit Dan Isra’-Mi’raj Pertolongan Atas Dakwah Nabi SAW



Bisyarah Dari Langit Dan Isra’-Mi’raj

Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman

Meski terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli hadits dan sirah, tentang kapan peristiwa Isra’-Mi'raj Nabi SAW tetapi yang pasti peristiwa ini terjadi saat dakwah Nabi SAW benar-benar menghadapi kesulitan yang luar biasa. Tidak ada perbedaan di kalangan ulama, bahwa Nabi SAW telah mendapatkan titah kewajiban shalat lima waktu pada saat Isra'-Mi'raj [Lihat, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Zad al-Ma'ad, Juz II/49].

Allah SWT menuturkan peristiwa ini dalam satu surat, dan satu ayat, "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS al-Isra': 01]. Allah sendiri menyebut, bahwa peristiwa ini merupakan cara Allah untuk memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa yang dinyatakan oleh kaum kafir tentang Nabi dan dakwahnya. Allah juga Maha Mendengar dan Mengetahui doa yang telah dipanjatkan Nabi SAW.

Karena itu, peristiwa ini, selain untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah, juga merupakan rihlah jasadiyyah dan ruhiyyah bagi Nabi SAW.
Pertama, untuk mengabarkan kabar gembira kepada Nabi SAW tentang kekuasaan yang akan diberikan kepada baginda SAW sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an, ”Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." [QS. Saba': 28].
Ini ditunjukkan oleh Allah SWT dengan mengangkat Nabi SAW sebagai imam bagi para Nabi dan Rasul sebelumnya, yang dilakukan di pelataran Masjid Qubah Shakhra', sebelum di-mi'raj-kan ke Sidratul Muntaha. Ini sekaligus menjadi isyarat tentang akan datangnya ”nushrah” yang dijanjikan, di mana peristiwa Isra'-Mi'raj ini sendiri terjadi menjelang Bai'at ‘Aqabah Pertama dan Kedua [al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 142].

Kedua, selain titah shalat lima waktu yang diberikan kepada Nabi SAW, di-mi'raj-kannya baginda SAW juga untuk menghibur duka dan lara yang menyelimuti hati baginda Saw., setelah peristiwa wafatnya kedua orang yang dicintainya, Abu Thalib dan Khadijah, serta penolakan yang bertubi-rubi yang dilakukan oleh kaum Kam Quraisy, Tsaqif di Taif, Bani Amir bin Sha'sha'ah, Bani Kindah, Bani Hanifah, dan lain lain. Seolah-olah, dakwah baginda SAW benar-benar sudah membentur dinding yang kokoh. Saat itulah, Allah me mi'raj-kan kekasih-Nya, Nabi SAW ke Sidratul Muntaha, disambut para penghuni langit. Seolah Allah SWT hendak mengatakan kepada Nabi SAW, ”Wahai Nabi-Ku, biarlah seluruh penghuni bumi memusuhi dan menolak dakwahmu, tetapi lihatlah para penghuni langit menyambut dan menerimamu dengan penuh kehangatan!” [Rawwas Qal'ah Jie, Qira'ah Siyasiyyah li as-Sirah an-Nabawiyyah, hal. 82]

Anugerah Allah SWT kepada Nabi SAW ini seolah ingin memenuhi apa yang menjadi doanya saat di kebun milik kedua putra Rabi'ah, yaitu 'Utbah dan Syaibah, ”Ya Allah, kepada-Mu lah hamba mengadukan lemahnya kekuatanku, minimnya daya upayaku, dan hinanya hamba-Mu ini di mata orang-orang itu. Wahai Tuhan yang Maha Pengasih, Engkaulah Tuhan orang-orang yang tertindas. Engkau Tuhan hamba, kepada siapa Engkau akan serahkan hamba-Mu ini? Kepada yang jauh, yang menyerangku? Ataukah kepada musuh yang menguasai urusanku? Andai bukan karena murka-Mu kepada hamba, hamba tak peduli. Tetapi, ampunan-Mu Maha Luas bagi hamba. Hamba berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dengannya urusan dunia dan akhirat menjadi baik dari turunnya murka-Mu kepada hamba, atau dari halalnya kemurkaan-Mu untuk hamba. Hanya untuk-Mu semuanya ini hingga Engkau ridha. Tiada daya dan upaya kecuali hanya milik Mu.”

Iya, peristiwa Isra'-Mi'raj ini memang luar biasa dahsyat, yang membuktikan kebenaran janji Allah SWT kepada Nabi dan para kekasih-Nya. Meski QS. al-Isra' hanya menjelaskan peristiwa ini dalam satu ayat, setelah itu justru Allah membeberkan bagaimana kejahatan yang telah dilakukan oleh Yahudi [QS. al-Isra': 04], namun kedua ayat ini mempunyai kaitan yang kuat [tanasub].
Perlu diketahui, bahwa sebelum peristiwa Isra'-Mi'raj ini, kepemimpinan dunia ada di tangan Bani Israel, karena agama Samawi yang ada, yaitu Yahudi dan Nasrani, adalah agama Israili. Di sisi lain, mereka yang memeluk agama tersebut tidak layak memimpin dunia, karena ulah mereka sendiri yang mengkhianati agama mereka. Karena itu, momentum Isra'-Mi'raj ini seolah menegaskan pencabutan mandat dari Bani Israel, untuk diberikan kepada umat Muhammad SAW. Dimulai dari pilihan Nabi SAW pada susu, bukan khamer, penunjukan baginda SAW menjadi imam bagi para Nabi dan Rasul sebelumnya, hingga ditunjukkannya dua sungai yang zahir dan batin. Dua sungai yang zahir itu adalah Sungai Nil, di Mesir, dan Sungai Eufrat di Irak.

Untuk mengemban amanah itu, Nabi SAW membutuhkan negara. Namun, negara yang bisa mengemban amanah itu bukan sembarang negara, melainkan negara yang harus memenuhi dua syarat:
Pertama, akidah dan sistem yang diterapkan sejalan dengan fitrah manusia, karenanya rakyat yang akan diperintah di dalamnya tidak akan merasa dipaksa, apalagi dizhalimi. Sebaliknya, mereka akan menemukan kebaikan dan kebahagiaan di dalamnya.
Kedua, pemangku yang bersih, amanah dan tulus. Inilah yang dinyatakan oleh Jibril kepada Nabi SAW saat memilih susu, bukan khamer, yang kemudian dikomentari oleh Jibril, ”Engkau telah membimbing umatmu pada fitrah.”

Kedua prasyarat ini telah dipersiapkan oleh Rasulullah SAW selama 13 tahun di Makkah. Nabi SAW telah membina umat, mendidik mereka dengan tsaqafah Islam, Al-Qur’an, as-Sunnah, serta berbagai pengetahuan yang terkait dengan keduanya. Semuanya itu telah dilakukan oleh Nabi SAW.
Pendek kata, akidah dan sistem Islam yang hendak diwujudkan oleh Nabi SAW dalam sebuah negara sudah diejawantahkan ke dalam benak umat yang dilahirkannya.
Para sahabat ra, yang telah dididik oleh Nabi SAW juga telah menjelma menjadi manusia terbaik, setelah Nabi SAW. Ini telah dibuktikan dengan berbagai ujian, onak dan duri dalam perjalanan dakwah mereka selama periode Makkah.

Pada saat yang sama, Nabi SAW menolak kekuasaan yang diberikan oleh kaum Quraisy, dengan syarat, baginda SAW harus meninggalkan dakwahnya, dan itu mustahil. Karena itu, baginda SAW genggam erat prinsip dakwahnya, dan tidak ada kompromi, apapun resikonya. Ini tampak dalam sabda Nabi SAW kepada pamannya, ”Wahai Paman, andai saja, mereka sanggup meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, sekali-kali aku tidak akan pernah meninggalkan urusan ini, hingga aku binasa karenanya, atau dimenangkan di jalannya.”

Mengapa sikap baginda SAW begitu rupa? Karena Nabi SAW tahu persis kekuasaan seperti apa yang bisa memenangkan risalah-Nya. Bukan sembarang kekuasaan, tetapi kekuasaan yang dibangun dengan orang-orang yang telah meyakini risalah-Nya.
Sebab, jika tidak, maka boleh jadi baginda SAW berkuasa, tetapi tidak akan pernah bisa mewujudkan, apalagi memenangkan risalah-Nya. Karena justru penentang pertama dan utamanya adalah rakyatnya sendiri. Padahal, hanya dengan risalah-Nya itulah, kerahmatan bagi alam semesta akan bisa diwujudkan, dan umat yang terpuruk dan tak berperadaban itu bisa dibangkitkan.
Dari sini, kita mengerti mengapa Nabi SAW menolak kekuasaan yang diberikan kepada baginda SAW, bukan karena baginda SAW tidak membutuhkan kekuasaan, tetapi kekuasaan yang dibutuhkan adalah kekuasaan yang bisa memenangkan agama-Nya (sulthanan nashira). Wallahu a'lam.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 217

Rabu, 27 Juni 2018

Persekusi Hingga Pemboikotan Dakwah Nabi SAW Di Dalam Negeri



Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman

Ada fenomena yang menarik, ketika tekanan terhadap dakwah begitu luar biasa, karena Nabi SAW tidak bisa diajak kompromi oleh kaum kafir Quraisy, justru simpati demi simpati terus meningkat. Ketika kompromi tidak bisa dicapai, mereka pun merencanakan pembunuhan terhadap Nabi SAW. Abu Jahal membawa batu dilemparkan kepadanya; Uqbah bin Abi Mu'aith mencekik lehernya dengan selendang hingga nyaris membunuhnya; 'Umar bin al-Khatthab keluar menghunus pedang untuk mengakhiri hidupnya. Pendek kata, Abu Thalib telah mencium skenario untuk menghabisi nyawa keponakannya.

Mereka memang benar-benar sudah menyusun skenario untuk membunuh Nabi SAW dengan terang-terangan. Ini juga diisyaratkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: ”Ataukah mereka telah mengancam tipu daya (jahat), maka sesungguhnya Kami telah berencana (mengatasi tipu jahat mereka).” [TQS az-Zukhruf: 79]

Ketika melihat fenomena seperti itu, Abu Thalib pun mengumpulkan kerabatnya dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muthallib, dua keturunan Abdi Manaf. Mengajak mereka untuk melindungi keponakannya. Mereka pun memenuhi undangannya, baik yang Muslim maupun kafir, untuk sepakat memberikan perlindungan, kecuali Abu Lahab. Dia meninggalkan mereka, dan lebih memilih berpihak kepada kaum kafir Quraisy. [Lihat, Ibn Hisyam, Sirah Nabawiyyah, Juz I/269].

Ada empat peristiwa menggemparkan bagi kaum musyrik dalam kurun empat minggu, atau bahkan lebih singkat. Antara lain, masuk Islamnya Hamzah, 'Umar, penolakan Rasulullah terhadap upaya negosiasi mereka, lalu komitmen Bani Muthallib dan Bani Hasyim, baik yang Muslim maupun kafir, untuk membela Nabi Muhammad SAW. Semua itu membuat kaum musyrik pusing tujuh keliling. Mereka sadar, kalau sampai mereka membunuh Muhammad SAW maka lembah di Makkah akan banjir darah mereka, bahkan boleh jadi akan membuat mereka habis sampai ke akar-akarnya.

Mereka pun mengadakan pertemuan di tempat Bani Kinanah, dari Lembah Muhashab. Mereka melakukan koalisi untuk melawan Bani Hasyim dan Bani Muthallib, untuk tidak mengadakan pernikahan, jual-beli, berinteraksi dengan mereka, dan menyambangi rumah-rumah mereka dan berbicara dengan mereka, sampai mereka menyerahkan Rasulullah SAW untuk dibunuh. Mereka pun menulis naskah berisi komitmen, ”untuk tidak menerima perdamaian dari Bani Hasyim untuk selamanya, tidak bersikap lunak kepada mereka, sampai mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.” Naskah ini ditulis oleh Baghit bin 'Amir bin Hasyim. Nabi SAW pun mendoakannya, hingga tangannya menjadi lumpuh. [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Zad al-Ma'ad, Juz II/46]

Naskah ini ditempel di tengah Ka'bah. Bani Hasyim dan Bani Muthallib, baik yang Muslim maupun kafir, kecuali Abu Lahab, mengalami pemboikotan itu. Mereka ditahan di Syi'b Abu Thalib [Lembah Abu Thalib], yang terletak antara bukit Shafa dan Marwa, pada malam permulaan Muharram, tahun 7 kenabian.
Pemboikotan itu semakin sulit, sehingga akses mereka pada sembako pun terputus, hingga benar-benar susah, sampai tak ada bahan makanan dan minuman yang bisa mereka makan dan minum. Mereka pun sampai harus makan dedaunan, kulit, hingga terdengar suara sayup-sayup di balik lembah, anak-anak dan wanita-wanita mereka merintih kelaparan.

Kalaupun ada makanan yang sampai kepada mereka itu bisa sampai dengan cara diselundupkan diam-diam. Mereka tidak bisa keluar dari lembah itu untuk membeli kebutuhan mereka, kecuali di bulan-bulan Haram [Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab]. Kalau mereka hendak membeli kebutuhannya, penduduk Makkah sengaja melipatgandakan harganya, sehingga berkali lipat, sampai akhirnya mereka pun tak sanggup untuk membelinya.

Hakim bin Hazzam, kadang membawa gandum untuk bibinya, Khadijah -radhiyaLlahu 'anhu- yang saat itu dengan setia mendampingi suaminya dalam pemboikotan di Lembah Abu Thalib. Dia pun sesekali harus berhadapan dengan Abu Jahal yang menghalanginya, sehingga datanglah Abu al-Bukhtari, sehingga Hakim bisa mengantarkan gandum itu kepada bibinya.

Abu Thalib sendiri mengkhawatirkan kondisi Rasulullah SAW. Ketika orang-orang mulai berangkat ke peraduannya, dia meminta Rasulullah SAW untuk meninggalkan tempat tidurnya, sehingga bisa mengetahui siapa orang yang ingin membunuhnya. Saat orang-orang sudah tidur, Abu Thalib meminta salah seorang putranya, saudaranya, atau keponakannya untuk tidur di tempat tidur Rasulullah SAW. Begitu luar biasanya pembelaan Abu Thalib kepada keponakannya, Muhammad SAW.

Ketika musim haji tiba, di bulan Syawal, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah, Nabi SAW dan kaum Muslim keluar meninggalkan lembah Abu Thalib itu untuk menemui khalayak. Mengajak mereka kepada Islam.

Tiga tahun penuh telah berlalu, situasinya tetap belum berubah. Pada bulan Muharram, tahun 10 kenabian, terjadilah perobekan naskah yang zhalim itu. Karena kaum kafir Quraisy sendiri sikapnya terbelah, antara yang menerima dan menolak naskah yang zhalim itu. Yang tidak suka pun berusaha untuk merobek naskah itu.

Adalah Hisyam bin 'Amru, dari Bani 'Amir bin Luayyi, suatu malam yang pekat dia menemui Bani Hasyim di lembah, dengan diam-diam membawa makanan kepada mereka. Dia menemui Zahir bin Abii Umayyah al-Mahzumi, ibunya adalah 'Atikah binti 'Abdul Muthallib. Dia berkata, ”Wahai Zahir, apakah kamu mau, kamu bisa makan makanan, minum minuman, sementara bibi-bibimu mengalami seperti yang kamu tahu?” Dia menjawab, ”Celakalah kamu, apa yang bisa aku lakukan, sementara aku hanya seorang diri? Demi Allah, kalau ada lelaki lain, pasti aku akan robek-robek naskah itu.” Hisyam berkata, ”Kamu telah menemukan seseorang.” Zahir bertanya, ”Siapa?” Hisyam menjawab, ”Aku.” Zahir berkata kepadanya, ”Kita butuh orang ketiga."

Dia pun pergi menemui Muth'im bin 'Adi. Ketika itu, Muth'im juga mengatakan hal yang sama, "Celakalah kamu, apa yang bisa aku lakukan, sementara aku hanya seorang diri?” Hisyam pun menjawab, ”Kamu telah menemukan seseorang.” Muth'im bertanya, ”Siapa?” Hisyam menjawab, ”Aku." Muth'im berkata kepadanya, "Kita butuh orang ketiga.” Hisyam menjawab, "Aku sudah melakukannya.” Muth'im bertanya, ”Siapakah dia?” Hisyam menjawab, ”Zahir bin Abi Umayyah.” Muth'im berkata, ”Kita membutuhkan orang keempat?”

Maka, Hisyam pun pergi menemui Abu al-Bukhtari. Hisyam pun mengatakan apa yang dikatakan kepada Abu al-Bukhtari, dan memberikan jawaban sebagaimana yang dijawab kepada Muth'im dan Zahir. Intinya, selain dia [Abu al-Bukhtari], sudah ada Hisyam, Muth’im, dan Zahir. Kata Abu al-Bukhtari, "Kita membutuhkan orang kelima.”

Hisyam pun menemui Zam'ah bin al-Aswad bin Muthallib bin Asad. Dia mengatakan kepadanya, mengingatkan hubungan kekerabatannya, dan hak mereka. Setelah itu, Zam'ah bertanya, “Apakah ada seseorang yang bisa membantu dalam urusan yang kamu ajak aku untuk membantunya?” Hisyam menjawab, ”Tentu." Dia pun menyebutkan namanya.
Mereka akhirnya berkumpul di Hajun, dan sepakat untuk merobek naskah zhalim itu. Zahir berkata, “Aku izinkan memulai kalian, berbicara pertama kali.”

Ketika waktu Subuh, mereka berangkat ke tempat-tempat pertemuan kaum kafir Quraisy. Zahir thawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali, setelah itu menuju kearah kerumunan orang seraya meneriakkan, ”Wahai penduduk Makkah, apakah kita senang bisa makan, memakai pakaian, sementara Bani Hasyim tidak boleh melakukan jual beli? Demi Allah, aku tidak akan berdiam diri, hinggga naskah yang zhalim ini dirobek.”
Abu Jahal yang saat itu ada di sudut Masjidil Haram menyahut teriakannya, "Kamu bohong, demi Allah, jangan kamu robek.” Zam'ah bin al-Aswad pun menyahut, "Demi Allah, kamulah orang paling bohong. Kami tidak rela dengan isi naskah itu, sebagaimana yang kamu tulis." Abu al-Bukhtari menyahut, "Zam'ah benar. Kami tidak terima dengan apa yang dia tulis, dan kami tidak pernah mengakuinya.”

Setelah terjadi saling sahut, Muth'im bin 'Adi pun menghampiri naskah yang di tempel di tengah Ka'bah untuk dirobek. Ternyata, naskah itu sudah dimakan rayap, tinggal tersisa tulisan, ”Bismika-Llahumma.” Di situ ada Asma Allah, rayap pun tidak berani memakannya. Muth'im pun merobek naskah itu. Rasulullah SAW dan Bani Hasyim serta Bani Muthallib pun keluar, meninggalkan Syi'b Abu Thalib. Kaum musyrik benar-benar bisa menyaksikan tanda-tanda keagungan kenabiannya. Namun, mereka tetap saja dalam kekufurannya.

Begitulah, akhirnya persekusi hingga pemboikotan di dalam negeri tidak mampu menggoyahkan Nabi SAW dan para sahabat ridhwanu-Llah 'alaihim. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 212

Selasa, 26 Juni 2018

Bahaya Minol Kok Dipelihara



Bahaya Kok Dipelihara

Seorang ayah tega membunuh anaknya yang masih balita, Desember 2017 lalu, gara-gara menenggak minuman keras. Yaredi yang mabuk berat itu menghempaskan gunting ke kepala anaknya yang baru berusia 19 bulan dan punggung istrinya. Peristiwa ini menggegerkan warga Gunungsitoli, Sumatera Utara.

Masih ingat 14 remaja ingusan di Bengkulu, dua tahun lalu yang melampiaskan nafsu bejatnya kepada seorang siswi SMP dan kemudian membunuhnya? Dan banyak lagi, kasus-kasus minol berseliweran di media setiap hari. Bahaya minol (minuman beralkohol) bagi peminumnya maupun masyarakat tak terbantahkan.

Beberapa referensi kesehatan menjelaskan bahaya minuman keras. Di awal minum minol, efek yang muncul adalah: mulut terasa kering, jantung berdegup lebih kencang, mual, sulit bernafas, dan sering buang air kecil. Tiap orang bisa berbeda. Setelah mabuk, akan timbul perasaan yang membuat peminumnya seolah-olah merasa hebat sampai rasa malu pun akan hilang dengan sendirinya. Pikiran mereka terasa plong dan rileks.

Selain itu, meminum minuman keras mengakibatkan fungsi motorik tidak berjalan secara normal seperti bicara cadel dan sempoyongan. Ketidaksadaran ini secara berangsur akan hilang dalam kurun waktu 4 hingga 6jam. Setelah itu, peminum akan merasa sangat tertekan dan lelah.

Lebih jauh lagi mereka akan mengalami masalah kesehatan. Di antaranya: lever membengkak; kerusakan otak; penurunan fungsi indera; mempercepat monopouse pada wanita; nyeri saat haid; cacat pada janin; osteoporosis; kanker hati; kerusakan sistem pencernaan; gangguan hormonal; dan kematian.

Biang Kejahatan

Peredaran miras yang marak berkorelasi positif terhadap meningkatnya jumlah kejahatan di tengah masyarakat. Catatan Humas Pengadilan Negeri (PN) Ambon mengungkapkan, 90 persen pelaku tindakan asusila atau pelecehan seksual, rata-rata karena sudah mengonsumsi minol.

Data Kejaksaan Negeri Bandung juga menunjukkan hubungan antara minol dan kejahatan. Dari laporan kejahatan yang diproses hingga ke pengadilan terungkap bahwa faktor minol menjadi penyebab dominan pada diri pelaku kejahatan. Sebanyak 55 persen asal usulnya dari minol. Mereka yang melakukan tindak pidana kejahatan itu diawali dengan minuman keras.

Angka di Bandung ini mirip dengan temuan data kriminalitas akibat minol yang diteliti kriminolog dari Universitas lndonesia Iqrak Sulhin. ”Data narapidana di penjara ini ada 54 persen berisi pelaku kriminal yang sebelumnya didahului meminum minol. Angka persentase ini mirip dengan penelitian yang ada di Amerika," kata Iqrak memaparkan penelitian di LP Cipinang 2011 dalam sebuah diskusi di Jakarta tiga tahun lalu seraya mengungkapkan, 72 persen narapidana sebelum masuk penjara adalah peminum.

”Dampak merusak luar biasa dari minol itu, karena menjadi biang tindakan kriminal mulai dari pembunuhan, perkosaan, hingga pencurian. Banyak remaja kita yang menjadi korban tindakan kriminal pembunuhan di mana pelakunya di bawah pengaruh minol. Belum lagi yang meninggal karena ditabrak pemabuk,” ungkap Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Minol (GeNAM) Fahira Fahmi Idris.

WHO memperingatkan dampak fatal dari konsumsi alkohol. Sekitar 3,3 juta jiwa tewas di tahun 2012 sehubungan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan, demikian dinyatakan WHO. Ini berarti setiap 10 menit, satu orang tewas karena mengonsumsi alkohol alias minol. Konsumsi minol juga meningkatkan risiko timbulnya Iebih dari 200 penyakit, termasuk siroris hati, tuberkolosis dan beberapa jenis kanker.

Ironis

Meski dampak minol begitu besar, tampaknya hukum negara ini tidak melarangnya. Banyak alasan yang mendasarinya. Tapi yang paling menonjol adalah faktor ekonomi. Ada manfaat dari segi itu. Yakni keuntungan alias uang. Minol masih dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya dari cukai minuman beralkohol.
Padahal sebenarnya, berdasarkan data, kontribusinya sangat kecil dibanding penerimaan APBN secara total. Data tahun 2014, target penerimaan dari cukai minol ini hanya 0,6 persen dari APBN atau senilai Rp 6 triliun. Bandingkan ini dengan bunga utang yang harus dibayar pemerintah tahun 2014 sebesar Rp103,352 trilyun, atau bunga utang sekarang yang mencapai lebih dari Rp150 triliun.

Selain itu, peredaran minol pun tidak dilarang karena demi kepentingan wisatawan. Padahal, banyak negara justru kini menawarkan wisata halal dan itu sangat berhasil menggaet wisatawan. Bahkan negara yang mayoritas bukan Muslim saja berani mengambil kebijakan wisata tanpa minol. Kenapa justru Indonesia malah sebaliknya?

Dilihat dari sisi pekerja, jumlah karyawan perusahaan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ada sekitar 5.000 orang yang ada di 90 pabrik di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding sektor lainnya, tekstil misalnya.

Yang pasti, secara sosial budaya, peredaran minol berdampak negatif terhadap masyarakat. Apa yang dirasakan penduduk Papua bisa menjadi contoh nyata betapa minol telah menyengsarakan dan membahayakan eksistensi manusia.

Papua Saja Bisa Ambil Pelajaran

Penduduk Papua sudah merasakan dampak minuman keras ini. Fakta menunjukkan, warga Papua sebagian sudah kecanduan minuman beralkohol. Saking parahnya. sangat mudah mendapati orang mabuk di propinsi paling timur Indonesia itu. Bahkan tak jarang mereka bergeletakan di pinggir-pinggir jalan pada waktu pagi setelah semalaman mabuk.

Tak heran para tokoh se-Propinsi Papua sepakat melarang minol di Papua, tahun 2016 lalu. Hari itu merupakan sejarah bagi generasi Papua. Di mana keputusan yang diambil maksudnya untuk kepentingan menyelamatkan orang asli Papua dari kepunahan.

Minol dianggap menjadi penyebab utama kematian orang asli Papua. Selain itu, minol juga menjadi pemicu kriminalitas dan kecelakan lalu lintas yang berujung kematian.

Dan, tokoh-tokoh setempat menyambut gembira aturan itu. Menurut tokoh agama Pegunungan Tengah Papua, Pastor Jhon Djonga, pelarangan miras sangat penting untuk menyelamatkan orang-orang Papua yang “masih tersisa".

Seperti dikutip tabloidjubi.com, ia menegaskan, sangat tidak tepat jika dalih menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak minol, sebab nyawa manusia Papua akibat meneguk minol tidak bisa dibayar dengan PAD. “Nyawa lebih penting dari PAD,” tandasnya.

Nah lo, hukum negara ini kok malah kebalik?

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 213

Apa Ini Negara Islami?



Bila tak ada hambatan yang berarti, pelan tapi pasti, minuman beralkohol alias minuman keras (miras) akan dilegalkan di lndonesia. Semua orang bisa mengonsumsi itu karena barang haram tersebut mudah didapatkan di pasaran. Legal.

Kaum Muslim Indonesia akan diiming-imingi minuman haram setiap hari. Bila iman tak kuat dan pengetahuan agama minim, sangat mungkin minuman itu akan dibeli dan dicicipi.

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto mempertanyakan sebagian kalangan yang menyebut Indonesia sekarang sudah Islami. "Apa yang seperti ini disebut islami? Miras dilegalkan, LGBT dibiarkan," ungkapnya.

Ia pun mempertanyakan, apakah negeri seperti ini yang disebut sebagai hasil kesepakatan para ulama? Sementara berbagai kebijakannya jauh dari nilai-nilai yang diajarkan oleh para ulama. "Apakah yang disebut Pancasilais itu seperti ini?” tanyanya retoris. Menurutnya, para ulama yang benar pasti tidak menginginkan negara ini membiarkan dan melegalkan kemaksiatan. Makanya, kata Ismail, ruang perubahan itu masih terbuka untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik dan diridhai oleh Allah SWT.

Kacamata Islam

Minuman keras adalah barang haram. Dalam pandangan Islam, negara adalah penjaga rakyat dari segala macam tindakan maksiat. Negara tidak boleh membiarkan ruang sedikitpun kepada rakyat melakukan perbuatan dosa. Karenanya negara menutup semua pintu kemaksiatan. Hanya saja pintu-pintu kemaksiatan ini tidak akan tertutup dengan rapat tanpa pelaksanaan syariah secara kaffah. Maka dari itu, terlaksananya sistem Islam secara menyeluruh menjadi jalan mencegah kemaksiatan.

Minuman keras adalah barang haram. Memanfaatkan barang haram ini baik mengonsumsinya, mendistribusikannya dan lainnya adalah tindakan maksiat yang mendatang dosa. Rasul SAW bersabda: Allah melaknat khamer dan melaknat orang yang meminumnya, yang menuangkannya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang membelinya, yang menjualnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan, yang makan harganya (HR. Ahmad).

Allah SWT dengan tegas melarang orang-orang yang beriman meminum khamr ini. ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90).

Nabi SAW pun bersabda: ”Khamer diharamkan karena zatnya dan yang memabukkan itu dari semua yang diminum." (HR. Ibn Humam).

Meminum khamr menyebabkan orang bisa mengalami kerusakan akal. Maka dari itu, hal itu harus dihindari. Negara -dalam hal ini khilafah- mengimplementasikan firman Allah dan sabda Nabi itu dalam bentuk kebijakan negara.

Mudir Ma'had Syaraful Haramain K.H. Hafidz Abdurrahman menjelaskan, negara akan menutup semua pabrik khamr, termasuk larangan mengimpor khamr dari negara lain. Tidak ada alasan kemanfaatan di sana. Pencegahan dari hulu ini memungkinkan tidak ada peredaran miras di tengah masyarakat. Nah, kalau masih ada kaum Muslim yang mencoba-coba membuat dan mengonsumsinya, syariah Islam telah menyiapkan sanksi atas mereka. Pelakunya akan dijatuhi sanksi berupa had.
Had untuk orang yang minum Khamar, sedikit atau banyak, jika terbukti di pengadilan, sanksinya adalah hukum cambuk sebanyak 40 atau 80 kali. Anas ra menuturkan: ”Nabi Muhammad SAWpernah mencambuk orang yang minum khamr dengan pelepah kurma dan terompah sebanyak 40 kali.” (HR. alBukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Ali bin Abi Thalib ra menuturkan: ”Rasulullah SAW pernah mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR. Muslim).

Tidak terbatas bagi para peminumnya saja, negara melarang penjualannya, tempat-tempat yang menjualnya, peredarannya, dsb. Orang yang melanggarnya berarti melakukan tindakan kriminal dan harus dikenai sanksi ta'zir -besarnya hukuman ditentukan oleh hakim.[]emje

Haram, Meski Ada Manfaat

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." (TQS. Al-Baqarah: 219).

Ketika ayat pengharaman khamr tersebut turun, menurut hadits yang dijiwayatkan dari Abu Daud At-Tayalisi dari Ibnu Umar, ada sekelompok orang di masa Nabi yang menawar dengan mengatakan: “Wahai Rasulullah, biarkanlah kami mengambil manfaat dari ayat ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT."
Rasulullah diam tidak menjawab. Lalu turunlah ayat ke-43 dari surat An-Nisa: “Janganlah kalian mendekati shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk.”
Lalu mereka pun kembali meminta: “Wahai Rasulullah, kami tidak akan meminumnya bila dekat dengan waktu shalat." Rasul diam.
Maka turunlah firman Allah surat Al-Maidah 90: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Kemudian Rasul bersabda: “Khamr telah diharamkan!”

Sejak Rasul diutus, sudah ada orang-orang yang enggan meninggalkan khamr ini. Salah satu alasannya karena ada manfaat di dalamnya. Memang ada manfaat di dalamnya, di antaranya: mencerna makanan, mengeluarkan angin, mengumpulkan sebagian lemak, dan rasa mabuk kepada tubuh. Di luar itu ada keuntungan dari memperjualbelikannya.

Namun Allah menegaskan bahwa khamer adalah haram. Meminumnya tergolong dosa besar dan termasuk perbuatan setan. Dan dapat dipastikan, apapun yang dilarang oleh Allah SWT akan menimbulkan madharat yang besar bagi manusia. Dan dalam hadits disebutkan bahwa khamradalah induk dari segala kejahatan.

Nabi SAW menyebutnya sebagai ummul khabaits (induk dari segala kejahatan). Ini seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: “Khamer adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barangsiapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya." (HR. ath-Thabrani)

Utsman bin Affan pernah berpesan, "Jauhilah minum minuman keras, karena minuman keras merupakan induk segala perbuatan keji. Demi Allah, sungguh, iman dan minuman keras tidak akan bersatu di dalam hati seseorang melainkan hampir pasti salah satu di antaranya melenyapkan yang lain." []emje

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 213

Senin, 25 Juni 2018

Nabi (Saw.) pun Tetap Tak Mau Kompromi



Rasulullah SAW telah meninggalkan syi'b (lembah) Abu Thalib, dan mulai beraktivitas seperti biasa. Meski kaum Quraisy telah meninggalkan pemboikotan, tetapi mereka terus berasaha untuk menekan kaum Muslim dan menghalangi dakwah. Karena itu memang pekerjaan mereka.

Pada saat yang sama, Abu Thalib tetap melindungi keponakannya, tetapi usianya ketika itu sudah lebih dari 80 tahun. Berbagai penderitaan dan peristiwa besar dan berat yang bertubi sejak beberapa tahun terakhir, terutama ketika diboikot di lembah [syi'b], telah membuat persendiannya lemah dan rapuh, ada bagian tulang pipihnya juga yang telah retak. Hanya beberapa bulan setelah keluar dari syi'b, Abu Thalib terus didera sakit.
Ketika itu, kaum kafir Quraisy khawatir, mengkhawatirkan posisi mereka di mata kaum Quraisy, andai saja Abu Thalib wafat meninggalkan mereka. Mereka pun berusaha sekali lagi mendatanginya agar Abu Thalib mau membujuk keponakannya. Memberikan apa yang sebelumnya mereka tak sudi memberikannya kepada Nabi SAW. Mereka pun mengunjungi Abu Thalib, dan ini merupakan utusan terakhir mereka.

Ibn Ishaq dan yang lain menuturkan, ”Ketika Abu Thalib mulai sering mengeluh sakit, dan berita semakin parahnya sakit Abu Thalib itu sampai kepada kaum Quraisy, maka kaum Quraisy itu berkata satu dengan yang lain, ”Hamzah dan 'Umar telah masuk Islam. Urusan [agama] Muhammad ini telah tersebar luas di kalangan seluruh kabilah. Mereka bertolak menemui kami untuk menemui Abu Thalib. Hendaknya segera ambil keponakannya, dan berikan untuknya dari kita [apa yang sebelumya tak kita berikan]. Demi Allah, kita tidak bisa menjamin mereka akan mengalahkan kita dalam urusan kita."
Dalam redaksi lain dinyatakan, "Kita khawatir Syeikh ini meninggal dunia, sesuatu yang menjadi urusannya akan dikembalikan oleh bangsa Arab kepada kita.” Mereka berkata, ”Biarkanlah dia, kalau nanti pamannya sudah meninggal dunia, maka ambillah dia.”

Mereka menemui Abu Thalib, dan menyampaikan misinya. Mereka adalah para pemuka kaumnya, antara lain ‘Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Abu Sufyan bin Harb, bersama kurang lebih 25 orang tokoh lainnya.
Mereka mengatakan, ”Wahai Abu Thalib, Anda adalah bagian dari kami. Anda tahu, Anda telah ditemui oleh apa yang Anda lihat, dan kami mengkhawatirkan dirimu. Anda tahu antara kami dengan keponakanmu, maka doakanlah dia, dan ambillah dari kami untuk diberikan kepadanya, dan ambillah darinya apa yang memang harus diberikan kepada kami, agar dia menghentikan permusuhannya terhadap kami, dan kami pun menghentikan permusuhan terhadapnya. Biarkanlah kami dengan agama kami, dan kami pun akan membiarkannya dengan agamanya.”

Abu Thalib pun mengutus orang untuk menemui Nabi SAW. ”Wahai keponakanku, mereka ini adalah pemuka kaummu. Mereka berkumpul untuk membahas kamu, memberikan kepadamu, dan mereka pun ingin mengambil darimu.” Abu Thalib pun memberitahukan apa yanq mereka kemukakan dan tawarkan, yaitu agar tidak saling menyerang. Maka, Rasulullah SAW bersabda kepada mereka, "Bagaimana menurut kalian, jika aku memberikan satu kata, yang jika satu kata itu kalian ucapkan, maka dengannya kalian akan menguasai bangsa Arab, dan orang non-Arab pun akan tunduk kepada kalian?”
Dalam riwayat lain, baginda SAW menuturkan kepada Abu Thalib, “Aku menginginkan mereka agar mau mengucapkan satu kata saja. Dengannya, bangsa Arab tunduk kepada mereka, dan non-Arab akan membayar jizyah kepada mereka.”
Dalam redaksi lain, ”Wahai pamanku, apa Engkau tidak minta mereka untuk menyampaikan yang lebih baik untuk mereka?" Abu Thalib bertanya, ”Apa yang kamu serukan kepada mereka?” Nabi SAW menjawab, ”Saya ajak mereka untuk menyatakan satu kata, yang jika mereka mengucapkannya, maka seluruh bangsa Arab akan tunduk kepada mereka, dan non-Arab pun akan mereka kuasai.”
Dalam riwayat Ibn Ishaq, ”Satu kata, yang jika kalian berikan, maka dengannya kalian akan menguasai seluruh bangsa Arab, dan orang non-Arab akan tunduk kepada kalian.”

Ketika baginda SAW menyatakan ungkapan ini, mereka pun terdiam dan bimbang. Mereka tidak tahu bagaimana caranya menolak satu kata yang sangat luar biasa dahsyatnya ini. Kemudian Abu Jahal bertanya, "Gerangan apakah itu? Demi ayahmu, sungguh aku akan memberikannya sepuluh kali sepertinya.” Nabi SAW menjawab, ”Katakanlah, La ilaha Illa-Llah [Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah], dan tinggalkanlah apa yang kalian sembah selain Dia." Mereka pun ramai menepukkan tangannya, tanda sinis. Mereka berkata, ”Apakah kamu, Muhammad, ingin menjadikan tuhan yang banyak itu menjadi hanya satu tuhan? Agamamu ini aneh.”

Mereka pun saling berkata satu sama lain, ”Demi Allah, orang ini tidak memberikan apapun manfaat yang kalian inginkan. Sudah, bubar, dan pergilah dengan agama nenek-moyang kalian, hingga Allah memutuskan siapa yang menang, kita atau dia.” Mereka pun bubar, meninggalkan rumah Abu Thalib.

Allah SWT turunkan Q.S. Shad: 1-7 untuk mereka, "Shaad, demi Al-Qur’an yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, ini (mengesakan Allah) tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.”

Dalam riwayat lain, Nabi SAW menuturkan kepada pamannya, ”Wahai paman, andai saja mereka sanggup meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, sekali-kali aku tidak akan meninggalkan urusan [dakwah]-ku ini, hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.”

Begitulah keteguhan Nabi SAW. Meski sebelumnya telah merasakan berbagai penyiksaan, persekusi, hingga upaya pembunuhan, tetap tidak menyurutkan tekadnya berdakwah, dan menyampaikan kebenaran. Upaya kompromi yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy tak satu pun yang sanggup membuatnya meninggalkan dakwah.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 213

Islam Berantas LGBT Sampai ke Akarnya



Dari berbagai aspeknya, LGBT hanya menimbulkan masalah dan masalah saja. Tapi sistem yang berlaku seakan mati kutu. Lain cerita kalau sistemnya diganti dengan Islam. Dengan mudah LGBT bisa diberantas hingga ke akar-akarnya. Memang bagaimana Islam memberikan solusinya? Solusi Islam dari berbagai aspeknya terjawab tuntas dalam wawancara wartawan tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan Khadim Ma'had Syaraful Haramain KH Hafidz Abdurrahman. Berikut petikannya.

Bagaimana bisa, Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim tetapi LGBT merajalela?

Maraknya LGBT tidak terlepas dari khitthah (strategi) penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara penjajah di negeri Muslim terbesar ini. Strategi ini melengkapi strategi lain, yang bertujuan untuk melemahkan ketahanan negeri Muslim terbesar ini, dengan merusak SDM-nya. Selain liberalisasi di bidang pemikiran, perilaku, politik dan ekonomi. Namun, strategi ini tidak akan berjalan, jika tidak ada kongkalikong di antara para agen penjajah, baik yang duduk di pemerintahan, NGO maupun yang lain.

Bagaimana tidak, Rusia saja, yang bukan negeri Muslim, melarang LGBT. Singapura, yang kehidupan sosialnya lebih liberal, juga melarang LGBT. Anehnya, Indonesia, yang mengakui lebih religius, berketuhanan, berkeadaban dan berperikemanusiaan, ternyata membolehkan perilaku menyimpang yang tidak dilakukan oleh hewan sekalipun. Di mana keadaban, bahkan perikemanusiaannya?

Selain itu, LGBT sebagai gerakan untuk membatasi jumlah penduduk bahkan telah diratifikasi, sebagai salah satu cara untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yang terus bertambah mengikuti deret ukur. Sementara pertumbuhan ekonomi mengikuti deret hitung. Karena itu, gerakan ini benar-benar didukung oleh negara-negara penjajah, dengan mengatasnamakan HAM.

Lantas baqaimana Islam memberikan solusinya?

Islam sudah memberikan solusi masalah ini dengan tuntas dengan menurunkan syariah Islam, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Termasuk bagaimana syariah Islam memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah seksual yang dialami oleh manusia, dengan benar (shahih) dan tidak janggal (ghair syadz). Itu hanya satu, yaitu dengan menikahi pasangan lawan jenis, pria dengan wanita.

Perlu dicatat, solusi yang digunakan oleh manusia untuk menyelesaikan masalah seksualnya, kadang ada yang salah (khatha'), seperti zina. Ada yang bukan saja salah, tetapi juga janggal (syadz), seperti sodomi, yang dipraktikkan kaum Sodom.

Solusi Islam secara teknis?

Secara teknis, jangankan sebagai gerakan, gejala munculnya LGBT pun harus dicegah sejak dini. Karena, LGBT ini merupakan bentuk penyimpangan, bukan fitrah. Dimulai dari pendidikan dan pembiasaan anak oleh orang tuanya. Misalnya, Nabi SAW mengajarkan, anak-anak, meski masih kecil, tidak boleh memakai sandal atau pakaian laki-laki bagi perempuan, atau sandal perempuan bagi laki-laki.
Tidak hanya itu, Nabi SAW menitahkan, agar sejak usia tujuh tahun, mereka dipisahkan tempat tidurnya. Laki dengan perempuan dipisahkan. Laki dengan laki pun harus dipisahkan ranjangnya. Begitu juga perempuan dengan perempuan. Ini semua bagian dari pendidikan dan pembiasaan anak sejak usia dini.
Jika sejak dini telah dibiasakan dan dididik sedemikian rupa, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat. Tidak mengalami penyimpangan perilaku.

Solusi Islam secara yuridis?

Secara yuridis, selain LGBT ini diharamkan, dan dianggap sebagai penyimpangan, maka LGBT ini harus ditindak, dan dibasmi hingga ke akar-akarnya. Mulai dari pembiasaan sejak dini, mindset hingga sanksi, semuanya ada dalam Islam. Ini bukti, bahwa Islam benar-benar menyelesaikan masalah ini hingga ke akar-akarnya.

Dalam konteks yuridis, ketika Islam menetapkan LGBT merupakan penyimpangan, Islam ielas mengharamkan. Tidak hanya itu, Islam juga memberlakukan sanksi yang keras dan tegas, yaitu dibunuh. Bahkan dengan cara yang sadis, karena dianggap ini merupakan tindakan yang menjijikkan, dan tak pantas dilakukan oleh manusia.

Solusi Islam secara filosofis?

Secara filosofis, LGBT jeIas merupakan penyimpangan dari fitrah manusia, karenanya justru melanggar HAM. Karena sehewan-hewannya hewan pun tak ada yang melakukannya, apalagi manusia. Karena itu, mindset bahwa ini merupakan penyimpangan fitrah, justru yang harus ditanamkan sejak dini, dan tidak boleh dimaklumi sehingga dianggap wajar. Menyatakan LGBT adalah fitrah, jelas merupakan penyesatan. Karena faktanya bukan.

Ketika, LGBT ini dinyatakan sebagai penyimpangan dalam Islam, maka hanya ada satu solusi dalam Islam, diberantas hingga ke akar-akarnya. Berbeda jika LGBT ini dianggap sebagai fitrah, maka solusinya tentu bukan diberantas tetapi dimaklumi bahkan dilindungi. Ini kesalahan filosofis. Kesalahan cara pandang dan perspektif dalam melihat LGBT ini.

Solusi Islam secara ideologis?

Secara ideologis, yaitu dari aspek fikrah dan thariqah, jika Islam diterapkan secara menyeluruh, maka penyimpangan seperti LGBT ini tidak ada dan berkembang seperti saat ini. Karena, ketika Islam diterapkan secara menyeluruh, mulai dari kehidupan individu, keluarga, masyarakat hingga negara, maka pencegahan dan penanggulangan terhadap penyimpangan seperti ini dengan mudah dilakukan.

Begitu juga, ketika Islam secara menyeluruh diterapkan sejak usia dini, anak-anak, remaja, dewasa hingga tua renta, maka pencegahan dan penanggulangan terhadap penyimpangan seperti ini juga dengan mudah bisa dilakukan.

Hanya saja, semuanya itu tidak mungkin diwujudkan, jika sistem yang dipraktikkan dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara bukan sistem Islam. Mempraktikkan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara hanya bisa diwujudkan dalam Negara Khilafah.

Mengapa harus khilafah, apakah semua solusi tersebut tidak bisa ditegakkan dalam sistem pemerintahan lain?

Jelas tidak. Secara teknis, filosofis, yuridis hingga ideologis faktanya tidak bisa. Bahkan, yang lebih mengerikan, sebagaimana yang dinyatakan Dede Utomo (entah kebenarannya) ketika LGBT juga ada di pesantren yang notabene lembaga pendidikan Islam. Terlebih, ketika LGBT telah menjelma menjadi gerakan, yang berkolaborasi dengan agen penjajah di berbagai lini, secara bersama-sama melakukan penghancuran terhadap negeri kaum Muslim. Maka, satu-satunya solusi tuntas masalah ini adalah Islam yang diterapkan secara kaffah oleh khilafah. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 211

Sekularisme, Musuh Sejati Negeri Ini



Pernahkah Anda berpikir, kenapa paham komunis bisa berkembang di negeri ini? Jawabannya, karena negara ini melaksanakan paham sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan.

Banyak orang tidak sadar bahwa sekularisasi sebenarnya telah terjadi di Indonesia. Hanya saja, proses sekularisasi belum sepenuhnya berlangsung. Ini karena masyarakat masih belum bisa meninggalkan spirit agamanya dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Dalam kondisi seperti ini saja, kerusakan telah terjadi di mana-mana.

Secara politik, apatah jadinya jika agama dipisahkan dari aktivitas kehidupan masyarakat sama sekali dan agama hanya dikerangkeng di tempat ibadah. Seperti yang disampaikan oleh mantan Ketua MPR Amien Rais, "Kalau politik dipisahkan dari agama, politik menjadi kering dari nilai-nilai kebaikan, akan jadi beringas, akan jadi eksploitatif.”

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Didin Hafiduddin menyatakan, memisahkan agama dalam bidang politik adalah sama dengan membiarkan politik machiavelis yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan. Segala cara boleh dilakukan, terlepas dari nilai-nilai agama. "Sekularisme sangat membahayakan kehidupan bangsa dan negara,” jelas Didin.

Fakta menunjukkan, politik yang lepas dari nilai agama menghasilkan penguasa yang duduk di kekuasaan hanya sekadar mencari kekuasaan demi kepentingan yang sempit. ”Makanya, tidak ada itu menegakkan nilai-nilai Islam. Bahkan, perjuangan Islam justru dihambat dan tokohnya dikriminalisasi,” kata jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M. Ismail Yusanto.

Secara lebih jauh, politik tanpa landasan agama ini menghasilkan berbagai perundang-undangan yang jauh atau sengaja menjauh dari agama. Pertimbangan benar dan salah oleh para politikus hanya didasari oleh hawa nafsu mereka. Kasus pengesahan Perppu Ormas menjadi UU pada Selasa (24/10/2017) lalu menjadi bukti. Dan ketika terjadi perbedaan pendapat, pemutusnya adalah pemungutan suara (voting). Siapa yang suaranya terbanyak, merekalah yang menang. Maka, aturan yang diterapkan adalah aturan milik peraih suara terbanyak. Apakah aturan itu benar? Nanti dulu. Tidak ada pertimbangan itu.

Jangan heran jika berbagai produk perundang-undangan yang sedang berlaku sekarang terbukti bukan untuk kepentingan kemaslahatan Umat. Yang lebih parah lagi, konsep perundang-undangan itu dibuat oleh asing. Dan itu diakui sendiri oleh anggota parlemen. Jumlahnya bukan satu atau dua, tapi puluhan bahkan lebih. Sudah bisa diduga ke mana arah perundang-undangan itu dibuat. Bahkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut keluarnya Perppu Ormas adalah pesanan asing.

Ekonomi dan Budaya

Secara ekonomi, ide sekulerisme ini menghasilkan tatanan ekonomi yang kapitalistik-liberal. Kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan Islam atau tidak. "Makanya riba dihalalkan. Kalau sekarang ada bank syariah, itu terjadi setelah 19 tahun diperjuangkan. Itu pun tetap menjadi subordinat dari sistem perbankan konvensional,“ kata Ismail.

Para pemilik modal besar menguasai kekayaan alam milik rakyat dan ikut mengarahkan kebijakan ekonomi negara dan mendapat legalitas negara. Bahkan Sekarang terjun langsung ke dunia politik untuk bisa mengambil kebijakan sendiri demi kepentingan bisnisnya.

Lihat bagaimana reklamasi Teluk Jakarta yang begitu mulusnya berlangsung meskipun menabrak berbagai aturan perundang-undangan. Demikian pula, bagaimana PT Freeport bisa mendikte pemerintah agar tetap bisa mempertahankan hak konsesinya hingga 2041. Juga bagaimana proyek ambisius Meikarta melenggang meski banyak aturan tak diindahkan. Danyang lainnya.

Sementara rakyat yang jumlahnya mayoritas berada dalam kondisi ekonomi tertindas. Tak heran, jurang pemisah antara si kaya dan si papa, menganga.

Para pebisnis pun dibebaskan berusaha. Halal-haram tak boleh jadi pertimbangan. Lahirlah bisnis-bisnis yang justru menghancurkan rakyat dan menebarkan penyakit di tengah masyarakat yang agamis. Fakta menuniukkan, Indonesia menjadi salah satu pasar narkoba besar. Bahkan negara sendiri mengakui saat ini darurat narkoba. Negeri ini pun menjadi pasar pornografi yang sangat besar di dunia. Film-film Barat yang bertentangan dengan nilai budaya masyarakat -apatah lagi agama- dibolehkan beredar dengan leluasa.

Anehnya, budaya yang rusak ini justru lahir di tengah masyarakat yang katanya tingkat pendidikannya lebih baik dari sebelumnya. Artinya, pendidikan itu sendiri telah gagal melahirkan generasi yang baik. Dan fakta menunjukkan, pendidikan telah dijauhkan dari agama.

Beragama

Sekulerisme -merupakan warisan Kristen- melahirkan sinikretisme agama dan ide pluralisme. Sikap beragama sinkretistik menyebabkan sebagian umat Islam telah memandang rendah, bahkan tidak suka, menjauhi dan memusuhi aturan agamanya sendiri. "Lihatlah, siapa yang paling giat menolak pemberlakukan syariah? Siapa juga yang mendukung pemimpin kafir? Ya umat Islam yang tersekulerkan tadi,” kata Ismail.

Dalam pandangan sinkretis, semua agama sama. Penanaman ide sinkretisme dan pluralisme ini mengesampingkan agama dijadikan sebagai tolok ukur. Jargon 'memilih pemimpin jangan dilihat dari agamanya' atau 'tidak usah bawa-bawa agama' dan sejenisnya, lahir dari pandangan tersebut. Dampaknya, di tengah mayoritas kaum Muslim bisa lahir pemimpin yang kafir.

Di sisi lain, proses sekularisme melahirkan para pejabat negara yang tidak lagi bertakwa ketika duduk di kursi jabatannya. Tidak aneh bila muncul para koruptor dan penindas rakyat karena ketakwaannya tersimpan di tempat-tempat ibadah. Mereka hanya menggunakan landasan materi saat mengambil kebijakan atau berbuat.

Walhasil, sekularisasi ini menghasilkan kemudharatan bagi negeri ini. Karena ide ini adalah produk Barat, pastilah Barat yang menikmati hasilnya. Inilah bentuk penjajahan gaya baru, neo-imperialisme.

Muslim Kok Musuhi Islam?

Penerapan syariah Islam secara kaffah adalah perintah agama. Tak ada satu pun Muslim yang mengingkari itu -kecuali mereka yang bodoh. Sebab, Allah dan Rasul-Nya telah mengancam mereka yang ingkar terhadap satu ayat saja -dengan disertai keyakinan-, masuk dalam kategori murtad. Terlebih lagi, setiap Muslim diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke dalam Islam ini secara paripurna. Makanya, tak ada tempat sekularisme dalam Islam.

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (TQS. an-Nisa: 150-151)

Islam mengajarkan aturan hidup dari A sampai Z. Mulai urusan pribadi, masyarakat, hingga urusan negara. Maka sangat aneh jika ada Muslim yang memusuhi agamanya sendiri gara-gara mengambil aturan orang lain [baca: Barat]. Anda Muslim beneran?

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 207

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam