Dua kekuatan besar
yang digambarkan dalam novel Ghost Fleet
ada pada dua negara besar, yakni Amerika Serikat dan Cina. Kedua negara inilah
yang nanti akan berperan besar dalam menentukan arah 'bekas Indonesia' di tahun
2030.
Meski ini baru sebuah
cerita fiksi, melihat sepak terjang kedua negara saat ini di Indonesia, isi
dalam novel itu tak bisa dikesampingkan begitu saja. Bukankah sekarang Cina
sedang masuk ke Indonesia secara besar-besaran? Mereka mencoba menggeser
Amerika yang telah bercokol terlebih dahulu.
Perubahan poros luar
negeri rezim yang sebelumnya remang-remang kini mulai tajam. Poros Beijing
mulai menguat. Para menteri dan pejabat tinggi dikirim ke sana. Demikian juga
para akademisi dan budayawan serta tokoh agama. Ada apa? Tentu semua punya
maksud.
Penduduk Indonesia
harus memiliki negara yang kuat bila tidak ingin dipecah-belah atau
dipermainkan negara besar. Caranya dengan menghilangkan faktor-faktor yang
membuat penduduk lemah, utamanya faktor sistem dan ideologi. Kalau dalam soal
yang sangat dasar ini tidak jelas, maka akan mudah terdelusi.
Menurut juru bicara
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M. Ismail Yusanto, harus ada perubahan sistem
secara mendasar. Sosialis dan kapitalis bukanlah pilihan. Sosialis sudah
hancur. Kapitalis juga sedang menuju kehancuran. Kedua sistem itu pernah
diterapkan di negeri ini.
”Maka kita harus
melepaskan diri dari itu semua, melepaskan diri dari neoliberalisme dan
neoimperialisme. Dan satu-satunya yang bisa membuat kita lepas adalah dengan
Islam, karena Islamlah satu-satunya yang bisa menghadapi keduanya secara
sepadan. Tentu saja melalui menerapkan syariah secara kaffah," tandas
Ismail.
Kehebatan, kebaikan,
dan kerahmatan Islam baru bisa diwujudkan dan dirasakan secara nyata bila Islam
diterapkan secara kaffah. “Dan yang dimaksud penerapan secara kaffah itu, dalam
sistem politik dan pemerintahan, ya khilafah,” jelasnya.
Penerapan Islam secara
kaffah melalui institusi khilafah akan menjadikan negeri ini sebagai adidaya di
dunia. Negara seperti ini akan memiliki kemuliaan (izzah) dan berperan dalam
konstelasi internasional dan tak lagi berada dalam cengkeraman asing dan aseng.
Kekuatan Ideologi Islam
Penerapan Islam secara
kaffah terbukti mampu menjadikan negara yang menerapkannya muncul sebagai
negara adidaya. Itu tidak lain karena kekuatan ideologi Islam yang mampu
menyelesaikan seluruh problematika manusia dengan solusi yang sesuai dengan
fitrah manusia.
Tak heran jika
kekuatan ideologi Islam ini secara jujur diakui oleh banyak pihak. Carleton S.,
saat mengomentari peradaban Islam dari tahun 800 hingga 1600, menyatakan,
”Peradaban Islam merupakan peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban
Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental (continental super state) yang terbentang dari
satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropik dan gurun
dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan
asal suku.
Tentaranya merupakan
gabungan dari berbagai bangsa yang melindungi perdamaian dan kemakmuran yang
belum dikenal sebelumnya.” (Ceramahnya September 2001 dengan judul ”Technology, Business, and Our Way of Life: What's
Next”).
Terlebih lagi bila
persatuan negeri-negeri Islam terwujud. Akan hadir kekuatan yang sangat besar.
Faktor geografis negeri-negeri Islam akan menguntungkan secara geopolitik
global karena negeri-negeri itu menempati posisi yang strategis jalur laut
dunia. Mereka mengendalikan Selat Gibraltar di Mediterania Barat, Terusan Suez
di Mediterania Timur, Selat Balb al-Mandab yang memiliki teluk-teluk kecil di
Laut Merah, Selat Dardanelles dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam
ke Mediterania, serta Selat Hormus di TeIuk. Selat Malaka merupakan lokasi
strategis di Timur Jauh. Barat maupun Cina akan sulit menaklukkan negeri-negeri
Islam, karena pintu-pintu strategis laut dikuasai oleh kaum Muslim.
Selain itu, faktor
sumber daya alam (SDA) akan menjadikan negeri-negeri Islam hidup dalam
kesejahteraan. Bukankah negeri Islam kaya akan sumber pangan. Ini akan
menghindarkan dari ketergantungan pada negara lain. Negeri-negeri Islam dikenal
sebagai wilayah yang subur untuk beri cocok tanaman pangan. Apalagi, Daulah
Khilafah Islamiyah nanti sangat memperhatikan swasembada pangan ini.
Negeri Islam, lebih
khusus Indonesia, memiliki sumber bahan mentah yang melimpah. Dengan khilafah,
semua sumber bahan mentah itu akan dikembalikan kepada rakyat. Tak boleh lagi
dikuasai asing dan aseng.
Secara lebih luas,
dunia Islam mengendalikan cadangan minyak dunia (60 persen), boron (40 persen),
fosfat (50 persen), perlite (60 persen), strontium (27 persen), dan tin (22
persen).
Di antara bahan mentah
tersebut, minyak memiliki posisi yang sangat strategis. Sejak Perang Dunia I,
minyak merupakan sumber energi yang sangat penting untuk industri dan perang;
seperti kata Clemenceau pada waktu Perang Dunia I, ”Setetes minyak sama nilainya
dengan setetes darah prajurit kita.”
Faktor lain kekuatan
khilafah Islam adalah jumlah penduduk. Memang, jumlah penduduk bukanlah
satu-satunya faktor pendukung kekuatan sebuah negara. Hanya saja, seperti yang
ditulis oleh HJ Morgenthau, tidak ada negara yang dapat tetap atau menjadi
kekuatan tingkat pertama jika negara tersebut tidak tergolong sebagai negara
yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak di dunia. Tanpa penduduk yang banyak
tidak mungkin suatu negara mendirikan dan terus menjalankan pabrik industri
yang diperlukan untuk melaksanakan perang modern dengan berhasil.
Kalaulah umat Islam
bersatu di seluruh dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, jumlah
penduduknya tentu sangat luar biasa. Saat Dunia Islam masih ”tidur" saja
jumlah penduduknya lebih kurang 1,5 miliar atau 20 persen dari populasi di
dunia. Jelas hal ini akan memberikan kekuatan tersendiri bagi Daulah Khilafah
Islamiyah dalam kancah politik internasionalnya.
Di samping itu ada
kekuatan militer. Harus diakui bahwa saat ini industri militer Dunia Islam
dalam keadaan mundur. Akan tetapi, secara kuantitas jumlah pasukan militer di
Dunia Islam sangat besar. Seandainya, dari 1,5 miliar penduduk Dunia Islam
direkrut 1 persennya saja akan didapat 15 juta tentara. Ini sudah cukup
menggentarkan negara besar.
Di samping itu, negeri
Islam banyak memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. Mereka tinggal
digerakkan untuk mendukung kekuatan industri, baik industri biasa maupun
industri militer. Dunia Islam telah membuktikan sebelumnya, saat bersatu di
bawah negara ideologis Daulah Khilafah Islamiyah, perkembangan sains dan
teknologinya berada di atas negara-negara lain.
Sudah semestinya umat Islam bernegara Islam yang adidaya. Bukan malah dipecah-belah
negara imperialis adidaya, dilenakan dengan kenikmatan hidup yang sementara.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar