Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 26 Juni 2018

Bahaya Minol Kok Dipelihara



Bahaya Kok Dipelihara

Seorang ayah tega membunuh anaknya yang masih balita, Desember 2017 lalu, gara-gara menenggak minuman keras. Yaredi yang mabuk berat itu menghempaskan gunting ke kepala anaknya yang baru berusia 19 bulan dan punggung istrinya. Peristiwa ini menggegerkan warga Gunungsitoli, Sumatera Utara.

Masih ingat 14 remaja ingusan di Bengkulu, dua tahun lalu yang melampiaskan nafsu bejatnya kepada seorang siswi SMP dan kemudian membunuhnya? Dan banyak lagi, kasus-kasus minol berseliweran di media setiap hari. Bahaya minol (minuman beralkohol) bagi peminumnya maupun masyarakat tak terbantahkan.

Beberapa referensi kesehatan menjelaskan bahaya minuman keras. Di awal minum minol, efek yang muncul adalah: mulut terasa kering, jantung berdegup lebih kencang, mual, sulit bernafas, dan sering buang air kecil. Tiap orang bisa berbeda. Setelah mabuk, akan timbul perasaan yang membuat peminumnya seolah-olah merasa hebat sampai rasa malu pun akan hilang dengan sendirinya. Pikiran mereka terasa plong dan rileks.

Selain itu, meminum minuman keras mengakibatkan fungsi motorik tidak berjalan secara normal seperti bicara cadel dan sempoyongan. Ketidaksadaran ini secara berangsur akan hilang dalam kurun waktu 4 hingga 6jam. Setelah itu, peminum akan merasa sangat tertekan dan lelah.

Lebih jauh lagi mereka akan mengalami masalah kesehatan. Di antaranya: lever membengkak; kerusakan otak; penurunan fungsi indera; mempercepat monopouse pada wanita; nyeri saat haid; cacat pada janin; osteoporosis; kanker hati; kerusakan sistem pencernaan; gangguan hormonal; dan kematian.

Biang Kejahatan

Peredaran miras yang marak berkorelasi positif terhadap meningkatnya jumlah kejahatan di tengah masyarakat. Catatan Humas Pengadilan Negeri (PN) Ambon mengungkapkan, 90 persen pelaku tindakan asusila atau pelecehan seksual, rata-rata karena sudah mengonsumsi minol.

Data Kejaksaan Negeri Bandung juga menunjukkan hubungan antara minol dan kejahatan. Dari laporan kejahatan yang diproses hingga ke pengadilan terungkap bahwa faktor minol menjadi penyebab dominan pada diri pelaku kejahatan. Sebanyak 55 persen asal usulnya dari minol. Mereka yang melakukan tindak pidana kejahatan itu diawali dengan minuman keras.

Angka di Bandung ini mirip dengan temuan data kriminalitas akibat minol yang diteliti kriminolog dari Universitas lndonesia Iqrak Sulhin. ”Data narapidana di penjara ini ada 54 persen berisi pelaku kriminal yang sebelumnya didahului meminum minol. Angka persentase ini mirip dengan penelitian yang ada di Amerika," kata Iqrak memaparkan penelitian di LP Cipinang 2011 dalam sebuah diskusi di Jakarta tiga tahun lalu seraya mengungkapkan, 72 persen narapidana sebelum masuk penjara adalah peminum.

”Dampak merusak luar biasa dari minol itu, karena menjadi biang tindakan kriminal mulai dari pembunuhan, perkosaan, hingga pencurian. Banyak remaja kita yang menjadi korban tindakan kriminal pembunuhan di mana pelakunya di bawah pengaruh minol. Belum lagi yang meninggal karena ditabrak pemabuk,” ungkap Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Minol (GeNAM) Fahira Fahmi Idris.

WHO memperingatkan dampak fatal dari konsumsi alkohol. Sekitar 3,3 juta jiwa tewas di tahun 2012 sehubungan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan, demikian dinyatakan WHO. Ini berarti setiap 10 menit, satu orang tewas karena mengonsumsi alkohol alias minol. Konsumsi minol juga meningkatkan risiko timbulnya Iebih dari 200 penyakit, termasuk siroris hati, tuberkolosis dan beberapa jenis kanker.

Ironis

Meski dampak minol begitu besar, tampaknya hukum negara ini tidak melarangnya. Banyak alasan yang mendasarinya. Tapi yang paling menonjol adalah faktor ekonomi. Ada manfaat dari segi itu. Yakni keuntungan alias uang. Minol masih dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya dari cukai minuman beralkohol.
Padahal sebenarnya, berdasarkan data, kontribusinya sangat kecil dibanding penerimaan APBN secara total. Data tahun 2014, target penerimaan dari cukai minol ini hanya 0,6 persen dari APBN atau senilai Rp 6 triliun. Bandingkan ini dengan bunga utang yang harus dibayar pemerintah tahun 2014 sebesar Rp103,352 trilyun, atau bunga utang sekarang yang mencapai lebih dari Rp150 triliun.

Selain itu, peredaran minol pun tidak dilarang karena demi kepentingan wisatawan. Padahal, banyak negara justru kini menawarkan wisata halal dan itu sangat berhasil menggaet wisatawan. Bahkan negara yang mayoritas bukan Muslim saja berani mengambil kebijakan wisata tanpa minol. Kenapa justru Indonesia malah sebaliknya?

Dilihat dari sisi pekerja, jumlah karyawan perusahaan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ada sekitar 5.000 orang yang ada di 90 pabrik di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding sektor lainnya, tekstil misalnya.

Yang pasti, secara sosial budaya, peredaran minol berdampak negatif terhadap masyarakat. Apa yang dirasakan penduduk Papua bisa menjadi contoh nyata betapa minol telah menyengsarakan dan membahayakan eksistensi manusia.

Papua Saja Bisa Ambil Pelajaran

Penduduk Papua sudah merasakan dampak minuman keras ini. Fakta menunjukkan, warga Papua sebagian sudah kecanduan minuman beralkohol. Saking parahnya. sangat mudah mendapati orang mabuk di propinsi paling timur Indonesia itu. Bahkan tak jarang mereka bergeletakan di pinggir-pinggir jalan pada waktu pagi setelah semalaman mabuk.

Tak heran para tokoh se-Propinsi Papua sepakat melarang minol di Papua, tahun 2016 lalu. Hari itu merupakan sejarah bagi generasi Papua. Di mana keputusan yang diambil maksudnya untuk kepentingan menyelamatkan orang asli Papua dari kepunahan.

Minol dianggap menjadi penyebab utama kematian orang asli Papua. Selain itu, minol juga menjadi pemicu kriminalitas dan kecelakan lalu lintas yang berujung kematian.

Dan, tokoh-tokoh setempat menyambut gembira aturan itu. Menurut tokoh agama Pegunungan Tengah Papua, Pastor Jhon Djonga, pelarangan miras sangat penting untuk menyelamatkan orang-orang Papua yang “masih tersisa".

Seperti dikutip tabloidjubi.com, ia menegaskan, sangat tidak tepat jika dalih menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak minol, sebab nyawa manusia Papua akibat meneguk minol tidak bisa dibayar dengan PAD. “Nyawa lebih penting dari PAD,” tandasnya.

Nah lo, hukum negara ini kok malah kebalik?

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam