Allah SWT menyediakan aturan, syari’at dan
hukum-hukum bagi manusia dan manusia tidak dibiarkan bebas sehingga dapat
membuat aturan dan hukum sendiri menurut manusia sebagaimana dalam sistem
republik.
dakwah Rasulullah terbukti berhasil mengubah
kondisi Arab jahiliyah menjadi negara Islam yang mampu memimpin dunia sementara sistem
republik pun sekarang telah terbukti menghantarkan penderitaan bagi umat manusia.
Terlebih lagi bahwa mengikuti metode dakwah Rasulullah adalah merupakan wujud
keimanan kepada Allah dan RasulNya bukan semata-mata karena menginginkan
kesejahteraan. metode dakwah Rasulullah SAW akan menghantarkan kepada kemuliaan
umat
sistem republik melegalkan manusia membuat
aturan sendiri. Padahal yang berhak membuat hukum hanyalah Allah!
Dengan “sistem republik” kemauan penjajah
dilegalkan dalam bentuk undang-undang. Contohnya, Undang-Undang Migas,
Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang
Minerba,
Perlu dana besar untuk membiayai proses
politik dan kepentingan kampanye demokrasi. Sumbernya bisa dari dana sendiri atau modal
dari pemilik modal. Dengan proses politik itu kekuasaan didapat. Lalu
kekuasaan itu dipakai untuk mengembalikan modal dan memberikan keuntungan
kepada pemodal, juga untuk memupuk modal untuk mempertahankan kekuasaan pada
proses politik berikutnya. Jadilah siklus money making power, power making money
terus bergulir. Di situlah terjadi persekongkolan politisi-penguasa dengan
pemodal, dan juga terjadi korupsi dalam berbagai bentuk dan modusnya. Maka
sistem republik padat modal itulah yang jadi biangnya korupsi.
masalah korupsi bukan sekedar masalah person.
Korupsi adalah masalah sistem dan ideologi. Sistem republik menjadi biang
korupsi dan ideologi sekuler kapitalisme menjadi habitat hidup korupsi. Negeri
ini bersih dari korupsi akan terus sebatas mimpi, selama ideologi sekuler
kapitalisme dan sistem republik tidak diganti.
Seharusnya umat tidak terperosok ke dalam
lubang yang sama berkali-kali dengan percaya pada sistem republik dan para
penguasa korup,
selain bertentangan dengan akidah Islam,
sistem republik juga secara sistematis membuat para politisi dan pejabat
bermental korup. Korupsi juga diakibatkan politik biaya tinggi yang terjadi
dalam sistem republik. Pilkada dan pemilu selalu menelan biaya besar yang
akhirnya memunculkan sikap korup agar kembali modal,
sistem republik bertentangan dengan akidah
Islam. Dalam sistem republik rakyat memberikan cek kosong kepada wakil rakyat
dan penguasa untuk membuat dan menerapkan hukum.
Sedangkan dalam sistem
khilafah, rakyat mengangkat seorang khalifah untuk menerapkan syariah,
konsekuensi dari borosnya sistem republik
maka wakil rakyat dan pejabat berkhianat kepada rakyat agar mendapatkan dana
segar untuk modal pemilu. Untuk mendapatkan uang tersebut maka dibuatlah UU dan
kebijakan yang menguntungkan asing meskipun merugikan rakyat banyak, pembuatan
dan penerapan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas salah satu buktinya,
di samping bertentangan dengan akidah Islam,
sistem republik yang sudah dijalankan sejak reformasi dan menelan
biaya yang tidak sedikit ini malah mengokohkan penjajahan dan tidak kunjung
membuat rakyat sejahtera. Maka umat Islam harus kembali kepada khilafah!
sistem republik telah menjadikan
kebijakan/aturan diserahkan kepada hawa nafsu dan keserakahan manusia. Kedok yang bersumber dari ideologi sekuler bahwa dengan mengkomersialkan
berbagai layanan publik akan membuat kualitas layanan lebih baik hanyalah
menguntungkan korporasi kesehatan, sebaliknya menyisakan derita berkepanjangan
bagi masyarakat.
Tidak saja itu, sistem politik sistem
republik yang menjadikan jabatan dan kekuasaan sebagai ajang bisnis dan
mengekspresikan keangkuhan manusia telah menumpulkan nurani penguasa dan
aparatnya. Bagaimana tidak, sekalipun telah jelas bahwa komersialisasi layanan
kesehatan telah membangkrutkan pasien dan menjauhkan pasien dari akses layanan
kesehatan, di samping persoalan serius kualitas layanan, namun tidak ada
tanda-tanda upaya pemerintah menghentikan kebijakan ini.
Ungkapan Vox Populi Vox Dei (Suara Rakyat
Suara Tuhan) sudah sering kita dengar di era sistem republik. Artinya ketika
mayoritas "wakil rakyat" bersepakat akan suatu persoalan maka itu
harus menjadi suatu aturan yang wajib diterapkan dan dipatuhi karena hal
tersebut adalah "kehendak masyarakat".
Hakikatnya dalam sistem republik tidak pernah
ada yang namanya rakyat sebagai penentu keinginan. Sejarah AS sendiri
menunjukkan hal tersebut.
Presiden AS Rutherford B. Hayes, pada tahun
1876 mengatakan bahwa kondisi di Amerika Serikat pada tahun itu adalah “from
company, by company, and for company” (dari perusahaan, oleh perusahaan dan
untuk perusahaan).
Sejak awal kelahirannya, kedaulatan dalam sistem republik
ada di tangan segelintir rakyat (bukan di tangan rakyat), yakni di tangan para
pemilik modal.
Hanya saja, mereka menipu rakyat dengan menggembar-gemborkan
seolah-olah kedaulatan ada di tangan rakyat.
Jadi, bila perubahan yang
dikehendaki adalah daulatnya rakyat maka sistem republik tidak memberikan hal
itu.
Yang berdaulat dan berkuasa dalam sistem republik adalah para pemilik
modal.
Kita pun melihat bagaimana para pengusung ide
sistem republik yang selalu menggembor-gemborkan ide kebebasan. Di dalam sistem
demorasi, memang sistem republik memberikan tempat untuk menyuarakan syariah
Islam, namun fakta sistem republik tidak memberikan tempat agar syariah Islam kaaffah
tersebut dapat diterapkan.
Dari fakta tersebut kita bisa melihat bahwa
sistem republik memang bukanlah wadah untuk penegakan syariah Islam. Bukan
sistem politik yang relevan untuk tatbiqus syari’ah, karena kontradiksi
diametrikal mulai dari asas hingga cabangnya.
Hidup di dalam sistem republik sangat mahal
bagi kaum perempuan. Realitas menunjukkan perempuan Indonesia masih terbelenggu
oleh kemiskinan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda
Amalia Gumelar, pertengahan Mei lalu menyatakan saat ini diperkirakan ada
sekitar 7 juta perempuan di Indonesia yang berperan sebagai kepala keluarga dan
mereka hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan di bawah US$ 1 dollar.
Jumlah ini mewakili lebih dari 14% dari total jumlah rumah tangga di Indonesia.
Bahkan menurut aktifis LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA),
sebenarnya jumlah perempuan kepala keluarga di Indonesia datanya jauh lebih
besar melebihi yang tercatat oleh pemerintah, yakni mencapai 10 juta orang.
Secara sistemik sistem republik melahirkan
negara korporasi yang terbentuk dari simbiosis mutualisme elit politik dan
pemilik modal yang tidak akan pernah berpihak pada rakyat, termasuk perempuan.
Sistem ini menjadikan uang atau modal sebagai panglima. Sebagai contohnya
adalah lebih dari 80% migas Indonesia dikuasai perusahaan asing begitupun
kekayaan alam Indonesia lainnya. Sementara angka kemiskinan terus meningkat,
angka korupsi yang juga meningkat, kemudian juga konflik sosial di
tengah-tengah masyarakat yang juga cenderung meningkat.
Ke mana aktifis HAM, ke mana KONTRAS, ke mana
YLBHI, ke mana Komnas HAM, ketika saudara kami di Rohingnya dibantai, siapa
sekarang yang tidak toleran, kenapa dunia internasional diam, sudah ribuan kaum
muslim meninggal dan ratusan ribu mengungsi namun tidak ada tindakan nyata dari
dunia internasional membuktikan bahwa memang sesungguhnya HAM dan Sistem
republik tidak untuk kaum muslimin tapi untuk kepentingan imperialis saja,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar