Gerakan jihad di Afrika Utara telah
membangkitkan keberanian kaum muslimin di Andalusia dan melejitkan daya
kekuatan mereka yang tersimpan. Gerakan jihad di Afrika Utara telah membuat
mereka mampu mengalahkan hambatan-hambatan psikologis yang berada di dalam diri
selama bertahun-tahun. Kezhaliman, kekejaman, dan kejahatan yang menyebar di
seantero wilayah Spanyol telah membuat kaum muslimin yang tersisa di Spanyol
Selatan, baik mereka yang masih bertahan dengan agama mereka, atau yang
pura-pura masuk Nasrani, siap untuk melakukan pemberontakan terhadap
pemerintahan Spanyol. (Harb AI-Tsalatsah Mi’ah, hlm. 392.)
Tersebar di Spanyol akan adanya usaha
pemberontakan dari kaum muslimin di Granada. Maka Raja Philip ll segera
membentuk milisi baru yang ditempatkan di setiap kota-kota penting Spanyol,
untuk menghadapi pemberontakan di kalangan orang-orang yang menerima utusan
dari Raja Fas untuk memberikan pajak sebagai bukti loyalitas mereka kepada
Pangeran Sa'di. Hal itu serupa seperti saat kaum muslimin di Andalusia menerima
bantuan dari pemerintahan Utsmani. (Athwar AI-'Alaqah AI-Maghribiyyah
Al-Utsmaniyyah, hlm. 179-204.) Keadaan di Spanyol menjadi demikian genting bagi
orang-orang Spanyol, khususnya di Granada. Dan menjadi semakin genting lagi
karena pasukan laut Philip II tersebar di berbagai wilayah yang berjauhan.
Sedangkan benteng-bentengnya tidak begitu kuat dan pantai-pantainya sangat
terbuka, khususnya di wilayah selatan tempat kaum mujahidin berada.
Tatkala orang-orang Nasrani menjadi tidak
berdaya untuk memadamkan ruh dan semangat relijius kaum muslimin di Andalusia
dan tidak mampu mengubah mereka menjadi orang-orang Nasrani, maka mereka
menggunakan cara-cara kekerasan. Mereka mengharamkan kaum muslimin berbicara
dengan menggunakan bahasa Arab. Mereka melarang kaum muslimin melakukan kontak
dengan muslimin di Afrika Utara dan beberapa wilayah di Spanyol. sebagaimana
mereka juga melarang kaum perempuan muslimah untuk keluar ke jalanan dengan
memakai jilbab. Rumah-rumah mereka ditutup paksa, pemandian umum dihancurkan.
Mereka dilarang merayakan perayaan yang sesuai dengan tradisi mereka. Semua ini
telah meledakkan pemberontakan dan mendorong kaum muslimin di Andalusia
melakukan perang Porashat, yang merupakan perlawanan terbesar yang dilakukan
oleh kaum muslimin setelah jatuhnya Granada. Perang ini terjadi pada tahun 1568
M, dipimpin oleh Muhammad bin Umayyah. (Mihna AI-Murusikus fi Asbania, Muhammad
Castayaliyo, hlm. 33-35.)
Pengkhianatan
Sultan Sa’di Al-Ghalib Billah
Sultan Sa'di Al-Ghalib Billah telah
mengeluarkan janji-janji semanis madu kepada utusan para pemimpin revolusi yang
melakukan perlawanan di Andalusia. Dia juga menjanjikan mereka untuk memberikan
bantuan dan semua yang dibutuhkan oleh kaum muslimin di Andalusia; baik berupa
bantuan logistik, senjata, dan pasukan. Namun di balik itu semua, Al-Ghalib
Billah ternyata terus membina hubungan intim dengan Philip II dan melakukan
tindakan pengkhianatan kepada penduduk muslim Andalusia. Padahal mereka dalam
kondisi sangat terjepit, agama yang dianutnya terancam, ucapan mereka
dilecehkan, serta jiwa mereka terancam. Kondisi ini tentu mengundang rasa iba
bagi siapapun yang masih memiliki setitik iman, terutama bagi sebuah
pemerintahan yang dekat dengan Islam. Peristiwa demikian terjadi, tatkala
orang-orang Nasrani menguasai kaum muslimin, di mana harta benda kaum muslimin
dirampok dan kekuasaannya dirobek-robek. Hanya dalam jangka waktu beberapa
tahun saja, kaum muslimin menjadi warga negara kelas dua yang direndahkan,
dihinakan, ditindas, dan ditekan dengan berbagai pungutan.
Oleh sebab itulah, kaum muslimin Andalusia
banyak menulis surat kepada para raja di kalangan kaum muslimin di mana saja.
Mereka meminta bantuan agar diselamatkan. Yang paling banyak mereka lakukan
adalah menulis surat kepada Maula Abdullah, sebab dia adalah raja terdekat dari
tanah mereka tinggal. Di samping itu, dia juga memiliki kekuasaan yang cukup
kuat, kokoh dan pondasi-pondasi negaranya juga sangat baik, dengan jumlah
pasukan yang begitu kuat dan banyak. Dia pun banyak menjanjikan bantuan dan
dukungan bagi kaum muslimin Andalusia, baik berupa logistik maupun militer.
Namun apa yang dia lakukan sebaliknya, dia malah mengkhianati kaum muslimin
dengan melakukan hubungan intensif dengan para penguasa Nasrani Spanyol, di
antaranya agar mengusir penduduk muslim Andalusia ke wilayah Maghrib.
Tujuannya, dengan eksodusnya kaum msulimin dari Andalusia, maka daerah pesisir
Maghrib akan menjadi ramai dan akan memiliki pasukan yang besar di dua kota,
yakni di Fas dan Marakiys yang bisa dipergunakan untuk kepentingan negerinya. (Tarikh
AI-Daulat AI-Sa'diyyah, pengarangnya tidak menyebutkan nama, hlm.37-38.)
Eskalasi peristiwa demikian cepat berkembang
di Spanyol. jumlah mujahidin pada awal tahun 976 H/1569 M berjumlah lebih dari
150.000 mujahid. Revolusi telah menimbulkan kesulitan yang demikian besar bagi
pemerintahan Spanyol, sebab kebanyakan pasukan berada di front terdepan bersama
pasukan Kepausan dan di kawasan yang rendah. Sedangkan pasukan laut Spanyol
telah menyatakan dengan terbuka, bahwa mereka tidak mampu mencegah revolusioner
muslimin menjalin hubungan dengan pasukan Utsmani di Aljazair. (Juhud
AI-Utsmaniyyin, hlm. 398.)
Sikap
Ksatria Qalj Ali Membela Kaum Muslimin Andalusia
Qalj Ali melakukan kontak langsung dengan
kaum muslimin yang berada di Andalusia melalui saluran-saluran khusus yang
difasilitasi oleh para spionase Utsmani. Komandan pasukan ini mampu memberikan
bantuan kepada para revolusioner Spanyol dalam bentuk tentara, senjata, maupun
logistik. Dicapai kesepakatan dengan kaum muslimin di Andalusia, untuk
melakukan perang besar-besaran melawan Spanyol tatkala pasukan Islam dan
Aljazair tiba di tempat-tempat tertentu di perairan Spanyol. (AI-Daulah
AI-‘Utsmaniyyah Daulah lslamiyyah Muftaraa 'Alaiha, 2 / 926.)
Qalj Ali menghimpun pasukan dalam jumlah
besar yang terdiri dari 14.000 pasukan yang bisa menggunakan senapan dan 60.000
pasukan dari pasukan mujahidin Utsmani yang datang dari berbagai pelosok
negeri. Mereka dikirim ke dua Kota Mustaghanim dan Mazaghran, sebagai persiapan
untuk menyerang Wahran, setelah itu baru menduduki Andalusia. Pasukan ini
dipersenjatai sejumlah besar meriam dan 1004 unta yang membawa amunisi khusus
untuk meriam dan senjata api.
Pada hari yang telah disepakati, tibalah 40
kapal armada Utsmani di Marsella untuk melakukan gerakan revolusi dalam waktu
yang sangat singkat. Namun rencana ini gagal akibat tindakan ceroboh seorang
pemimpin revolusi yang berasal dari Andalusia, di mana rencana tersebut tercium
dan tersingkap sehingga dia diserang oleh pasukan Spanyol. Secepat kilat,
pasukan Spanyol berhasil menguasai senjata yang dia sembunyikan (Harb Al-Tsalatsah
Mi'ah Sanah, hlm. 292-293.) setelah sebelumnya Qalj Ali sukses menurunkan
senjata dan makanan, serta para sukarelawan di pantai Spanyol. (AI-Daulah
AI-‘Utsmaniyyah Daulah lslamiyyah Muftaraa 'Alaiha. 2/926.) Revolusi pun tidak
meletus pada waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian, maka hilanglah
kesempatan untuk menyerang Spanyol. (Juhud Al-Utsmaniyyin, hlm. 399.)
Qalj Ali pada bulan Sya'ban 976 H/januari
1569 M mengirimkan armada Aljazair untuk membantu para revolusionir Andalusia.
Dia telah berupaya memasukkan pasukan Utsmani di tempat-tempat yang telah
disepakati. Namun orang-orang Spanyol telah mengetahui hal tersebut setelah
mereka menyingkap rencana tadi. Maka mereka pun segera menghadang Qalj Ali
sebelum berhasil menempatkan pasukannya di tempat tertentu. Sedangkan pada saat
itu, revolusi sedang berada di puncaknya dan badai musim dingin di laut juga
demikian kencang. Dengan demikian, maka armada Aljazair menghadapi kesulitan
yang demikian berat untuk bisa sampai ke tempat lain. Kondisi ini diperparah
dengan angin ribut musim dingin yang menenggelamkan 32 kapal Aljazair yang
membawa pasukan dan senjata. Hanya ada enam kapal yang bisa mendarat dengan
selamat di pesisir Andalusia. Di dalam enam kapal itu ada meriam, peluru, dan
kaum mujahidin. (Harb Al-Tsalatsah Mi'ah Sanah, hlm. 393.)
Qalj Ali terus memberikan bantuan kepada kaum
muslimin di Andalusia, walaupun ada bencana yang sedang menimpa. Sang mujahid
agung ini pun berhasil mendaratkan 4.000 pasukan ahli menembak yang disertai
dengan bahan logistik yang begitu banyak serta sebagian pemimpin mujahidin
Utsmani, untuk melakukan aksi di markas-markas jihad di Andalusia. (Harb Al-Tsalatsah
Mi'ah Sanah, hlm.394.) Pasukan Utsmani kembali mengirimkan bantuan baru berupa
pasukan dan senjata.
Pada tanggal 23 Syawal 977 H / 31 Maret 1570
M datang maklumat kepada Qalj Ali, yang berbunyi: “Hendaknya engkau
melaksanakan apa yang diperintahkan dalam surat ini tatkala surat ini tiba. Dan
hendaknya engkau bekerjasama dengan kaum muslimin yang disebutkan di sini
sesuai dengan kemampuanmu. Sesungguhnya sikap lalai terhadap apa yang dilakukan
oleh orang kafir sehingga menimbulkan kerusakan, sama sekali tidak boleh
dilakukan.”
Qalj Ali sendiri telah berniat dengan tekad
bulat untuk pergi dan memimpin sendiri pasukan jihad di sana. Namun adanya
kabar bahwa kaum Salibis telah berkumpul untuk melakukan perang mati-matian
melawan kaum muslimin dan datangnya perintah Sultan Utsmani untuk bersiap-siap
bergabung dalam peperangan itu, membuat Qalj Ali terpaksa tinggal di Aljir
sambil menunggu perintah-perintah Sultan dari lstanbul. (Juhud Al-Utsmaniyyin,
hlm. 400.)
Pada awal revolusi Andalusia, pemimpin
revolusi lbnu Umayyah dituduh tidak sudi melakukan jihad. Dia sendiri diserang
oleh para konspirator dan dibunuh di rumahnya. Sebagai penggantinya dipilihlah
Maula Abdullah bin Muhammad bin 'Abu. Qalj Ali sendiri mengirimkan bantuan
untuknya. Pemimpin baru ini berhasil dalam ekspedisinya yang pertama melawan
pasukan Nasrani Spanyol dan berhasil mengepung kota Argeh.
Peristiwa ini telah membuat pemerintahan
Spanyol terganggu berat dan segera mengangkat Don john yang berasal dari
Austria untuk memimpin armada Spanyol. Don john sendiri adalah anak Kaisar
Charles dari hubungan tidak sah secara hukum (alias zina). Dia membungkam semua
gerakan revolusi selama 977-987 H/1569-1569 M dan, melakukan kekejian-kekejian
yang seharusnya tidak pantas ditulis sejarah. Dia membunuh anak-anak dan wanita
di depan matanya sendiri. Dia hancurkan rumah-rumah penduduk dan negeri.
Sedangkan semboyannya adalah: “Tak ada belas kasih!” Masalah ini selesai dengan
ditaklukkannya kaum muslimin di Andalusia.
Namun ternyata, penaklukan itu hanya bersifat
sementara, sebab setelah itu Maula Abdullah kembali mengobarkan perang.
Orang-orang menipunya dan dia dibunuh dengan cara licik. Sementara itu
kepalanya dibiarkan terpampang di salah satu pintu kota Granada. Kepala itu
dibiarkan dalam waktu yang lama. (Harb Al-Tsalatsah Mi'ah Sanah, hlm. 395.)
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar