Faktor
Kemenangan di Wadil Makhazin
Jika dianalisis, kemenangan pasukan Utsmani
dalam perang di Wadil Makhazin tercapai dengan faktor-faktor kemenangan, antara
lain:
1. Kepemimpinan bijak yang tergambar dalam
kepemimpinan Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah dan saudaranya Abul Abbas, serta
pengawalnya Al-Manshur. Selain itu, muncul beberapa pemimpin yang memiliki
pemikiran cemerlang seperti Abu Ali Al-Quri, Hasan Al-Alaj, Muhammad Abu Thaybah,
Ali bin Musa yang menjadi penguasa Al-Araisy.
2. Bersatunya seluruh penduduk muslim Maghrib
di bawah kepemimpinan Abdul Malik, disebabkan adanya Abu Al-Mahasin Yusuf
Al-Fasi yang mampu mengobarkan semangat jihad di kalangan rakyat.
(Yakni dengan kemampuannya melawan serangan
pasukan Nasrani dan kemenangan gemilang yang diraihnya dalam perang Waad AI
Makhazin.)
3. Keinginan kaum muslimin untuk membela
agama, akidah dan kehormatan mereka, serta keinginan kuat mereka untuk
mengobati luka yang demikian pedih akibat jatuhnya Granada dan lepasnya
Andalusia. Selain itu ingin membalas terhadap pasukan Nasrani yang telah
menyiksa kaum muslimin yang eksodus besar-besaran dan berada di bawah kekuasaan
Nasrani di Andalusia.
4. Ikut sertanya para tenaga ahli
berpengalaman dari pemerintahan Utsmani dalam hal melempar peluru dan meriam.
Di samping ikut sertanya beberapa pasukan ahli yang berasal dari Andalusia yang
memiliki kelebihan dalam melempar senjata dan terkenal tepat sasaran, sehingga
membuat meriam-meriam Maghrib unggul atas meriam-meriam Portugis Nasrani.
5. Strategi yang demikian baik yang dilakukan
Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah bersama-sama komandan perangnya, di mana dia
mampu memancing musuhnya untuk berperang dalam kondisi kuda-kuda terisolasi, karena
diputusnya semua jalur bantuan, kemudian diambrukkannya jembatan satu-satunya
yang berada di atas sungai Wadil Makhazin.
6. Adanya contoh dan tauladan yang baik yang
ditampilkan, baik oleh Abdul Malik dan saudaranya Ahmad Al-Manshur, di mana
keduanya ikut terjun langsung ke medan perang. Maka tindakan mereka berdua
memiliki dampak yang demikian hebat, melebihi hebatnya ucapan mereka.
7. Keunggulan kekuatan pasukan Maghrib yang
memiliki banyak kuda. Dengan pasukan kuda yang ada, mereka bisa memetik kemenangan
atas pasukan Nasrani dan membekuk mereka. Kuda-kuda kaum muslimin yang
gerakannya ringan itu sangat memungkinkan untuk mencegah setiap usaha musuh
untuk melarikan diri.
8. Tindakan otoriter Sebastian dalam
pengambilan pendapat dan keengganan dia untuk bermusyawarah dengan para
penasehat dan orang-orang terhormat, sehingga membuat mereka terpecah-belah
hatinya.
9. Kesadaran penduduk Maghrib akan bahaya
penyerbuan pasukan Nasrani Portugis, serta kuatnya keyakinan mereka bahwa apa
yang mereka lakukan adalah jihad di jalan Allah melawan pasukan Salibis, musuh
Islam.
10. Berkat doa dan kerendahan hati kaum
muslimin terhadap Allah, dengan selalu meminta pertolongan dan kemenangan atas
mereka, serta kehancuran dan kehinaan atas musuh-musuh mereka. Dan sebab-sebab
lain.
Hasil
Peperangan
Perang Wadil Makhazin memberikan efek besar
dalam kehidupan kaum muslimin di Maghrib, dan juga bagi musuh-musuhnya. Di
antara efek itu adalah:
1. Kesultanan Maghrib setelah Abdul Malik
dipegang oleh Ahmad Al-Manshur yang bergelar Adz-Dzahabi. Dia dilantik langsung
seusai perang, yakni pada hari Senin tanggal 30 Jumadil Akhir tahun 986 H.
2. Kabar kemenangan yang dicapai oleh
kesultanan Maghrib sampai kepada Sultan Utsmani, melalui utusan-utusan Ahmad
Adz-Dzahabi. Ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Murad Khan III. Kabar
ini juga sampai ke negeri-negeri Islam yang berbatasan dengan Maghrib.
Kemenangan ini membuat kaum muslimin bersuka-ria. Kegembiraan meliputi
rumah-rumah mereka. Dan surat-surat berdatangan dari berbagai pelosok
mengucapkan selamat atas kemenangan yang dicapai penduduk Maghrib.
3. Pamor pemerintahan Sa'di kini menjulang di
ufuk dunia yang membuat negeri-negeri Eropa mengakui eksistensinya. Peristiwa
ini memaksa Raja Portugis yang baru dan Raja Spanyol untuk mengirimkan delegasi
yang membawa hadiah-hadiah yang sangat mahal dan berharga. Kemudian setelah itu
datang utusan Sultan Utsmani memberikan ucapan selamat dan mereka juga membawa
hadiah-hadiah berharga. Kemudian menyusul utusan Raja Perancis. Demikianlah
utusan demi utusan datang silih berganti ke istana Sultan. (AI-Istiqsha', hlm.
5/92. Dinukil dari Waad AI Makhazin. hlm.70.)
4. jatuhnya pamor pemerintahan Nasrani
Portugis di laut-laut Maghrib dan pemerintahan mereka bergolak. Pengaruh mereka
melemah dan kekuatan mereka juga ikut melorot. Seorang sejarawan Portugis yang
bernama Louis Marie mengatakan tentang akibat perang ini: "Kami tidak tahu
apa yang terkandung di masa-masa depan. Sebuah masa yang andaikata aku sifati
-dan sebagaimana disifati oleh para sejarawan yang lain- maka akan aku katakan,
'Zaman itu adalah zaman yang sangat naas. Di mana telah terhenti zaman
kemenangan, kesuksesan dan kemenangan. Telah sirna masa kebahagiaan yang ada
pada Portugis. Lentera-lentera mereka kini telah padam di antara bangsa-bangsa.
Keelokannya menjadi sirna, wibawanya menjadi lumer dan ditimpa kegagalan yang
sangat menyedihkan. Kini harapan itu telah sirna dan sirnalah masa
keberuntungan. inilah zaman di mana Sebastian mengalami kekalahan di Istana
Besar di negeri Maghrib.” (AI-Istiqsha', hlm. 5/92. Dinukil dari Waad AI
Makhazin, hlm.71.)
5. Pada saat itu meninggal tiga raja.
Pertama, Raja Salibis Portugis, Sebastian. Kedua, Raja Maghrib yang dicopot
yaitu Muhammad Al-Mutawakkil (munafik). Ketiga, sang mujahid yang mendapat
syahid, Raja Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah. Karena itu, perang ini kerap
disebut "Perang Tiga Raja”.
6. Pasukan Portugis dengan cepat membebaskan
para tawanannya dan mereka membayar uang tebusan dalam jumlah sangat besar.
7. Timbul kemajuan dalam ilmu pengetahuan,
budaya dan industri di negeri Maghrib.
8. Terjadi pergeseran pemikiran yang sangat
mendasar pada level Eropa, di mana mereka melihat perlunya perang pemikiran
(al-ghazwu al-fikri). Sebab kebijakan dengan menggunakan besi dan api akan
senantiasa berhadapan dengan kemauan kuat kaum muslimin yang berada di Timur
dan Barat untuk melawan. (Waadi Al-Makhazin, hlm. 76.)
Ahmad Al-Manshur melanjutkan langkah
saudaranya membangun lembaga-lembaga. Dia juga melakukan usaha-usaha penemuan
ilmiah, peningkatan administrasi dan kehakiman, penertiban dalam bidang
militer, dan penertiban wilayah. Ahmad Al-Manshur selalu mengikuti
langkah-langkah yang dilakukan oleh menterinya dan para pejabat tinggi di
lingkungannya. Dia tidak akan segan-segan melakukan koreksi terhadap mereka
yang tidak melaksanakan tugas dalam jam-jam kerja yang telah diwajibkan, atau
keterlambatan mereka dalam menjawab surat-surat kenegaraan dan kebijakan
politik.
Dia melakukan inovasi dengan menciptakan
sandi-sandi khusus untuk surat-surat yang sifatnya rahasia, sehingga tidak bisa
ditangkap apa maksudnya jika ternyata surat itu jatuh ke tangan musuh. Ini
sekali lagi menunjukkan, bahwa dia memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap
sarana keamanan serta spionase yang sekiranya bisa melindungi negara dari
bahaya yang datang dari luar maupun dari dalam. Dia juga sangat peduli dengan
masalah kehakiman. Sehingga dia memisahkan lembaga yudikatif dari lembaga
eksekutif. Dia melarang lembaga eksekutif melakukan intervensi ke wilayah
yudikatif.
Seorang sejarawan asal Perancis telah
melakukan perbandingan antara lembaga kehakiman di Eropa dan Maghrib, pada abad
ke-11 Hijriyah (abad ke-16 Masehi). Dia berkata: "Pada saat sistem
kehakiman Eropa di zaman Sa'di, beberapa raja Eropa masih memegang otoritas
untuk melakukan keputusan hukum dalam berbagai masalah. Namun Raja-raja Bani
Sa'di tidak melakukan hal itu, kecuali dalam masalah yang diadukan berkenaan
dengan pelanggaran oleh para pejabat negara. Inilah yang disebut dengan Qadha'
Al-Mazhalim.” (Waadi Al-Makhazin, hlm.41)
Ahmad sendiri menjadi pimpinan qadha' ini dan
dilakukan di Masjid jami' Al-Qashabah di Marakiys yang terletak bersebelahan
dengan istananya. Dia membentuk sebuah panitia pengawas terhadap proses hukum
di berbagai wilayah. Dia akan selalu menelaah keputusan-keputusan yang diambil
para hakim dengan penuh serius. Dia sangat peduli terhadap administrasi negara serta
tegaknya keadilan bagi rakyat. Dia membangun pos-pos di seluruh penjuru negeri
yang dijaga tentara. jarak antara pos tidak lebih dari sekitar 20 km. Sehingga
para musafir dan kafilah-kafilah bisa dengan aman melintasi desa-desa dan
lembah-lembah di tempat itu.
Dia mengembangkan lembaga penasehat dan
membentuk dewan atau majelis untuk pertemuan-pertemuan yang mengkhususkan diri
dalam masalah politik, hukum, dan militer. Dia dianggap rujukan utama dalam
masalah hukum di dalam negeri. Hanya saja dewan ini tidak bisa melampaui
wilayah otoritas lembaga yudikatif. Walaupun itu bertentangan dengan kepentingan
majelis itu secara keseluruhan atau sebagian anggotanya. Majelis di dewan ini
bersifat sangat fleksibel dan terbuka. Di mana untuk majelis ini bisa
dimasukkan para pakar atau perwakilan kota-kota dan pusat-pusat desa, tatkala
dibutuhkan pertimbangan dalam level negara. (Waadi AI-Makhazin, hlm. 42-43.)
Sultan Ahmad Al-Manshur juga meningkatkan
pola kerja dan tata tertib pasukan negerinya. Dia mengikuti struktur yang ada
pada pemerintahan Utsmani dalam hal persenjataan, kepangkatan dan pakaian. Dia
sangat memperhatikan siapa saja yang sekiranya pantas untuk menjadi pemimpin
sesuai dengan kadar dan kapasitas kemiliterannya, serta telah teruji dalam
masa-masa yang lama. Beberapa orang sangat penting dalam kepemimpinan ini
adalah lbrahim Muhammad As-Sufyani, komandan pasukan di front terdepan di
Waadil Makhazin, Ahmad bin Barakah, dan Ahmad Al-Umari Al-Ma'qali.
Dia selalu melengkapi pasukannya dengan
unit-unit kesehatan, seperti ahli bedah, pengobatan, dan lainnya. Dia membentuk
“rumah sakit berjalan" yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain, untuk menerima pasukan yang terluka atau sakit di medan perang. Pada saat
yang sama, perhatiannya juga tak luput untuk mempersiapkan para ahli dan
teknisi di dalam pasukan. Bani Sa'di membangun pabrik pembuatan meriam dan
sangat peduli terhadap pengembangan armada laut, khususnya di pelabuhan
Al-'Araisy dan Sala. (Waadi AI-Makhazin, hlm.44.)
Pengaruh pemerintahan Sa'di menyebar ke
wilayah selatan hingga mencapai Sudan bagian barat. Pemerintahan ini memiliki
peran penting dalam memainkan pendulum kekuasaan antara Spanyol, lnggris, dan
Utsmani. Dari dirinya muncul satu bakat politik yang sangat cemerlang. Dia
berhasil merealisasikan keamanan, ketentraman, dan kemajuan di negerinya. (Tarikh
An-Nahdhah AI-Urubiyyah, Nuruddin Hassam, hlm. 456-1)
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar