apa yang kita saksikan
sekarang ini adalah mulai berdenyutnya kebangkitan di dalam diri umat. Umat
melihat kepada Barat, penguasa dan “ulama” buruk (as-sû)
dengan pandangan yang sama. Umat memandang Barat bagaikan melihat setan,
sedangkan para penguasa itu menjadi murid-muridnya. Para ulama buruk (as-sû) tidak akan menduduki posisi kecuali
jika mereka melanggar kehormatan agama. Itulah kebanyakan ulama pada masa
kemunduran, dan fungsi mereka akan berakhir dengan berakhirnya masa kemunduran
itu. Di era kebangkitan Islam yang sebenarnya, akan muncul para ulama yag
bersih, taqwa dan jujur.
Sesungguhnya kita
sekarang ini berada pada tahap di mana Barat dan para penguasa, hidup dalam
ketakutan yang amat sangat terhadap kembalinya Islam. Mereka menganggap setiap
pemikiran Islami yang dilontarkan merupakan bahaya yang mengancam kedudukan
mereka, sehingga mereka berusaha untuk mengepungnya dan menuduhnya dengan
berbagai dakwaan.
Mereka menggunakan
corong media masa maupun propaganda, bahkan acapkali menggunakan lidah-lidah
para “ulama” untuk menyerangnya. Mereka menggambarkan gerakan-gerakan Islam
yang menuntut (penerapan sistem) Islam semata sebagai ekstrimis dan teroris.
Di lain pihak para
“ulama”, para penulis, baik lokal maupun nasional, dengan rajin mengarang
buku-buku dan memberikan ceramah-ceramah agar kaum Muslim menjauhi sikap
“ekstrim” dan menyerukan sikap moderat. Mereka semuanya bertolak dari satu
perspektif yaitu perspektif Barat. Para ulama itu dipandang sebelah mata oleh
umat dan citra mereka seperti penguasa.
Para “ulama” itu
sendiri dijauhi oleh umat dengan memunggunginya. Hal itu disebabkan banyaknya
justifikasi yang mereka lontarkan dan tidak mengandung kebenaran. Fatwa-fatwa
mereka menyimpang dari pokok-pokok syariat yang telah baku. Pada akhirnya bukan
hanya bertentangan dengan pemahaman yang Islami, malah bertentangan dengan
nash-nash syara’ yang telah disepakati umat validitas sumbernya. Sebagian fatwa
itu bahkan memerintahkan untuk mengerjakan yang munkar dan melarang yang
ma’ruf. Semoga Allah Swt. melindungi kita dari semua itu.
Sikap fanatik yang
ditunjukkan oleh para “ulama” dengan melontarkan pemikiran-pemikiran yang pro
Barat, yang notabenenya merupakan pemikiran asing yang disusupkan ke dalam
Islam, itu dilakukan bukan untuk mencari keridhaan Allah, melainkan untuk
menyenangkan para penguasa dan kroni-kroninya. Meskipun mereka berusaha
menunjukkan semangat untuk membela kaum Muslim dan kepentingan dakwah Islam
akan tetapi umat amat memahami kosongnya pemikiran mereka dan penyimpangan yang
dilontarkan para penggagasnya.
Islam datang untuk
menjawab seluruh problematika manusia sebagai satu kesatuan. Islam menjawab
tentang hubungan manusia dengan dirinya sendiri melalui aturan-aturan akhlak,
(hukum tentang) math’umât (tentang
makanan dan minuman) dan malbûsât (tentang
pakaian); dan menjawab tentang hubungan manusia dengan sesamanya melalui
aturan-aturan mu’amalât dan uqûbât; juga
menjawab tentang hubungan manusia dengan Rabbnya melalui aturan-aturan ibadah
dan akidah.
Islam merupakan aturan
yang integral (menyeluruh) dan menyelesaikan setiap perbuatan manusia. Islam
adalah pemikiran menyeluruh yang menjadikannya mampu untuk menjawab setiap hal
yang berkaitan dengan urusan hidup.
Di samping itu,
bangunan Islam adalah bangunan yang paripurna, yang tegak di atas asas yang
memancarkan setiap penyelesaian. Di atasnyalah dibangun seluruh pemikiran. Oleh
karena itu, pemahaman-pemahaman Islam, keyakinan-keyakinannya dan tolok
ukurnya, semuanya berasal dari unsur pemikirannya yang asasi.
Islam tegak di atas
asas iman seorang muslim, bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur; bahwa
manusia itu lemah, membutuhkan kepada yang lain, serba kurang dan terbatas;
bahwa manusia tidak mampu memberikan penyelesaian. Allah Swt. telah mengutus
Rasul-Nya untuk mengajarkan kepada manusia siapakah Allah yang harus disembah,
bagaimana beribadah kepada-Nya, apa yang menjadi konsekuensinya apabila manusia
beribadah, atau konsekuensinya jika tidak melakukannya, yakni berupa pahala dan
siksa di dalam kehidupan Akhirat.
Semua ini menumbuhkan
pada diri seorang muslim tolok ukur bagi setiap perbuatannya, yaitu halal dan
haram. Fungsi akal manusia bukan untuk membuat hukum, tetapi akal manusia
digunakan untuk memahami apa yang ditunjukkan oleh nash-nash. Nash-nash itulah
yang mampu memberikan solusi, yaitu nash-nash yang berasal dari Allah Swt.
Tugas manusia adalah untuk memahami nash-nash supaya mereka konsisten. Dalam
memahami nash-nash tersebut manusia bisa salah, bisa juga benar. Meskipun
demikian, dalam dua kondisi itu tetap diberikan pahala, asalkan tunduk kepada
metode ijtihad yang syar’i.
Berdasarkan hal ini
kaum Muslim sangat memperhatikan itsbat (penetapan)
nash-nash. Dari sinilah lahir ilmu hadits. Mereka juga sangat memperhatikan
pemahaman nash-nash sehingga melahirkan ilmu ushul fiqih. Di antara
kaidah-kaidah ushul fiqih, antara lain:
- Sesungguhnya Allah
itu adalah Hakim.
- Hukum asal dari
setiap perbuatan dan segala sesuatu terikat dengan dalil syara’.
- Sesungguhnya, khair (kebaikan) itu adalah apa yang membuat
Allah ridha, dan syar (buruk) adalah apa
yang membuat Allah murka.
- Sesungguhnya, hasan (terpuji) itu adalah apa yang dianggap hasan (terpuji) oleh syara’, dan qabîh (tercela) itu adalah apa yang dianggap qabîh (tercela) oleh syara.
….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar