Kurang
dari seratus tahun setelah meninggalnya Rasulullah Saw. pada tahun 632 M, hukum
Islam yang diemban oleh negara Khilafah telah ditegakkan di wilayah yang
luasnya hampir satu setengah kali luas Kekaisaran Romawi pada zaman
kejayaannya, yakni di sekitar tahun 100 M pada masa kekuasaan kaisar Trajan.
Kekuasaan negara Khilafah yang multi-bahasa dan multi etnik ini terbentang
mulai dari padang pasir Arab terus membentang hingga 4500 mil, sampai meliputi
tiga benua; mulai dari perbatasan China di sebelah Timur sampai di Spanyol dan
Prancis Selatan di sebelah Barat. Bahkan, penaklukkan Islam berhasil menyatukan
Timur Tengah, selain Afrika Utara dan Spanyol, di bawah satu kepemimpinan untuk
pertama kalinya sejak zaman Iskandar Yang Agung (356 323 SM).
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi,
musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi
petunjuk dan Penolong.” (QS. Al Furqaan: 31)
Pasukan
Iskandar Yang Agung pernah menguasai wilayah wilayah ini, tetapi kekaisaran
yang didirikannya dalam waktu 10 tahun sejak meninggalkan Macedonia, telah
terpecah belah dan runtuh untuk selamanya. Tetapi hukum Islam berhasil
menyatukan wilayah tersebut, dan di bawah kekuasaan Islam orang orang Yunani,
Berber, Koptik, Armenia, Arab, Turki, India, dan China bisa bersatu padu.
Panji- panji Islam yang dibawa pasukan Islam telah menorehkan sejarah dan mampu
memberikan pengaruh yang kuat dan khas ke seluruh dunia; pengaruh yang sangat
diperhitungkan hingga kini, yaitu sekitar 1400 tahun kemudian, mulai dari
Maroko hingga Indonesia. Atas dasar estimasi yang mutakhir, penganut Islam
diperkirakan mencapai jumlah 1,9 miliar -atau lebih dari seperlima penduduk
dunia- meskipun penganut Islam di masa-masa awal tegaknya negara Islam di
Madinah tidak lebih dari jumlah populasi sebuah kota.
“Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika
datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaahaa:
123)
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, dalam waktu kurang dari 100 tahun sejak wafatnya
Rasulullah Saw., wilayah yang berada di bawah hukum Islam dan negara Khilafah
secara geografis memang sangat luas. Saat ini ada sekitar 45 negara di dunia
yang mayoritas dihuni oleh umat Islam. 60% wilayah Laut Tengah dikelilingi oleh
negeri-negeri Muslim; sedangkan seluruh wilayah di sekitar Laut Merah dan Teluk
Persia adalah wilayah kaum Muslim. Namun demikian, tidak cukup hanya dengan
menggambarkan kekuasaan negara Khilafah dari sisi peranannya dalam sejarah
militer dan keperkasaannya saja. Bahasa Arab dan kebudayaan (hadlarah) Islam
tidak hanya mempunyai pengaruh yang besar di dunia, tetapi juga menjadi sebuah
standar bagi seluruh umat manusia. Dampak penyatuan wilayah yang sedemikian
luas itu bukan hanya hilangnya rintangan-rintangan politik, tetapi juga simanya
hambatan-hambatan bahasa dan ilmu pengetahuan yang sangat ketat di masa sebelum
Islam.
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah
kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah
bersama-sama!” (QS. An Nisaa': 71)
Sebelumnya,
selama berabad-abad Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Persia selalu
berperang; tetapi sekarang, di masa kekuasaan Islam, seorang mahasiswa
kedokteran dari akademi kedokteran di Jundishapur dapat bertemu dengan
koleganya dari universitas-universitas lain di lskandariah atau Baghdad,
mengadakan diskusi dengan orang Arab atau orang Turki. Dengan cara inilah
kota-kota di wilayah negara Khilafah menjadi pusat-pusat pengajaran, kemajuan,
dan pendidikan bagi seluruh umat manusia, di mana para sarjana, cendekiawan,
pemikir, dan ilmuwan dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan bahasa
saling bertukar pikiran serta bersama-sama berbagi ilmu pengetahuan. Selain
ibukota negara Khilafah, wilayah-wilayah lain seperti Bukhara, Samarkand,
Shiraz, Damaskus, Aleppo (Halah), Kairo, Tunis, Fez, Cordova, dan sebagainya
seakan saling berlomba meraih prestasi ilmiah. Pada saat aktivitas intelektual
yang intensif berlangsung di dalam negara Khilafah, Eropa tengah mengalami era
kegelapan di mana tidak terjadi perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan, dan
peningkatan pemikiran.
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang
Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah
(berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka
daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak
ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula)
menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak
menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka
dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,” (QS. At Taubah:
120)
Negara
Khilafah menjadi pemimpin terdepan peradaban dunia. Di sana berkembang berbagai
aspek kehidupan manusia; negara Khilafah menyinari seluruh dunia dan menjadi
taman bunga di permukaan bumi selama lebih dari 13 abad. Untuk dapat mengerti
dan memahami situasi kaum Muslim saat ini, yang berada dalam keadaan lemah tak
berdaya, serta untuk menerapkan Islam dan membangkitkan mereka dari
keterpurukan dan -lebih jauh lagi- memimpin dunia sebagaimana yang mereka
lakukan selama 13 abad lebih, maka pertama-tama kita harus memahami realitas
yang dihadapi, khususnya negara- negara yang memimpin dunia dan menempati
posisi dominan dalam percaturan internasional saat ini.
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar