LENTERA KEBANGKITAN
Hakikat Hijrah
Saat ini kita sudah
memasuki tahun baru Islam 1440 H, dan tentunya pula kita telah meninggalkan
tahun 1439 H. Dan tentunya segala peristiwa yang terjadi pada kita pada tahun
1439 H yang lalu menjadi refleksi kita dalam menapaki masa depan yang lebih
baik di tahun 1440 H ini.
Di tanggal 01 Muharram
1440 H ini adalah moment penting
hijrahnya Rasulullah Saw. dan para Sahabat radhiyallahu
'anhum yang patut kita teladani dan kita aplikasikan lagi di zaman now
ini.
Hijrah secara bahasa
berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke
keadaan lain (Lisân al-‘Arab, V/250; Al-Qâmûs al-Muhith, I/637). Menurut Rawas
Qal’ah Ji dalam Mu’jam Lughah al-Fuqahâ’,
secara tradisi, hijrah bermakna: keluar atau berpindah dari satu negeri ke
negeri yang lain untuk menetap di situ.
Sedangkan, Menurut
Ar-Raghib al-Ashfahaniy, hijrah berarti keluar dari darul kufur, yakni wilayah
yang tidak menerapkan hukum-hukum Islam, menuju darul iman (yakni wilayah yang
menerapkan seluruh hukum Islam). [Mufradaat
Ghariib Al-Qur’an, Ar-Raaghib Al-Ashfahaniy]
Dalam situasi
sekarang, hijrah bisa kita lakukan dengan berpindah dari suatu tempat yang kita
khawatirkan menggoyahkan keimanan kita sementara kita tidak sanggup berupaya
mengubahnya, menuju tempat yang dipenuhi suasana keimanan, meninggalkan
pekerjaan yang banyak kemaksiatannya beralih ke pekerjaan yang halal,
meninggalkan teman, lingkungan pergaulan, sekolah, dan apapun yang bisa membuat
kita melanggar aturan Allah menuju teman, lingkungan pergaulan, sekolah dan
apapun juga yang mempermudah kita mendekatkan diri kepada Allah SWT. Inilah
hijrah yang dimaksud oleh hadits Nabi Saw.:
“Seorang muslim adalah
orang yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir
adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Saw. pun
bersabda:
“Hijrah itu dua macam:
yang pertama adalah kamu meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa. Yang kedua
adalah kamu berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Kewajiban hijrah tidak akan
terputus selama taubat masih diterima, dan taubat akan senantiasa diterima sampai
matahari terbit dari barat. Jika matahari sudah terbit dari barat maka setiap
hati akan distempel dengan apa yang ada di dalamnya, dan manusia sudah tertutup
dari amalan.” (HR. Ahmad)
Allah mengancam
orang-orang yg memilih berada dalam situasi yang bergelimang kemaksiatan,
memilih ditindas sehingga tidak dapat melaksanakan ketaatan, sementara mereka
punya kesempatan dan punya pilihan untuk berhijrah. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri
[mereka tidak mau berhijrah padahal mampu, mereka ditindas dan dipaksa ikut
memerangi umat Islam di Badar], (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam
keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang
tertindas di muka bumi [yakni: Makkah].“ Para malaikat berkata: “Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu
tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.
An-Nisa’ : 97)
Di sisi lain, Allah
SWT memberikan kabar gembira bagi orang yang mau berhijrah dengan tempat yang
luas dan rezeki yang banyak. Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. An-Nisaa’: 100)
Dengan mengutip
penjelasan sejumlah Ulama, pengertian hijrah seperti di atas ada benarnya. Ibnu
Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bâri
bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, juga al-’Alqami yang dikutip di dalam ‘Awn al-Ma’bûd, menjelaskan bahwa hijrah itu
ada dua macam: zhâhirah (lahir) dan bâthinah (batin). Hijrah batin adalah
meninggalkan apa saja yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu
memerintahkan keburukan (nafsu al-ammârah bi
as-sû’) dan seruan setan.
Seorang Muslim yang
bertobat kepada Allah SWT, bersungguh-sungguh menaati segala aturan-Nya dan
meninggalkan kemaksiatan pribadi bisa disebut tengah melakukan hijrah. Hal ini
sebagaimana penjelasan Nabi saw. saat beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang berhijrah (muhâjir) itu?” Beliau menjawab:
"Dialah orang
yang meninggalkan perkara yang telah Allah larang atas dirinya." (HR.
Ahmad)
Hijrah batin ini,
yakni meninggalkan kemaksiatan menuju ketaatan, adalah perkara yang wajib bagi
setiap Muslim. Siapa saja yang mengharapkan ridha Allah SWT sudah seharusnya
meninggalkan kemungkaran menuju penghambaan kepada-Nya. Meninggalkan muamalah ribawi, budaya suap-menyuap,
menipu, berbisnis barang yang haram semisal minuman keras, membuka aurat,
membela LGBT, berbuat zhalim terhadap sesama Muslim, mempersekusi dakwah, dll.
Lalu beralih pada perilaku Islami. Giat beribadah, mencari rezeki yang halal,
menutup aurat, beramar makruf nahi mungkar,
dsb. Allah SWT berfirman:
"Bersegeralah
kalian menuju ampunan Tuhan kalian dan surga seluas langit dan bumi yang
disiapkan bagi orang-orang yang bertakwa." (TQS. Ali Imran [3]: 133).
Adapun hijrah zhâhirah (batin) yang diterangkan oleh Ibnu
Hajar adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah (al-firâr bi ad-dîn min al-fitan). Hal ini senada dengan
penjelasan al-Jurjani dalam At-Ta’rifât.
Menurut al-Jurjani,
hijrah adalah meninggalkan negeri yang berada di tengah kaum kafir dan
berpindah ke Dâr al-Islâm.
Ibnu Rajab al-Hanbali
dalam Fath al-Bârî Syarhu Shahîh al-Bukhârî
menjelaskan, asal dari hijrah adalah meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk
mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. Hijrah secara mutlak dalam
as-Sunnah ditransformasikan ke makna: meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju
Dâr al-Islâm.
Jika demikian maka
asal hijrah adalah meninggalkan apa saja yang telah Allah larang berupa
kemaksiatan, termasuk di dalamnya meninggalkan negeri syirik, untuk tinggal di
Dâr al-Islâm.
Darul Islam adalah suatu wilayah
(negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek
kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim.
Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah
Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas
penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta
hijrah Nabi Saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke
Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Hijrah lahir inilah
yang menjadi peristiwa besar dalam sejarah umat. Pada saat Nabi Saw. dan para
sahabat berhijrah ke Madinah, Islam dapat ditegakkan secara kâffah, bahkan
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Hukum-hukum Islam baru dapat dilaksanakan
dengan paripurna setelah hijrah Nabi Saw. dan kaum Muslim; mulai dari hukum
ibadah, sosial, ekonomi hingga pemerintahan.
Madinah menjadi pusat
pemerintahan kaum Muslim yang pertama. Di sana Rasulullah Saw. dan selanjutnya
Khulafa ar-Rasyidin mengatur urusan umat Muslim baik untuk urusan dalam maupun
luar negeri. Nabi Saw. mengirim delegasi ke sejumlah negeri seperti ke Mesir,
Persia dan Romawi untuk mengajak mereka memeluk agama Islam dan tunduk pada
kekuasaan beliau. Beliau juga mengirim pasukan ke berbagai medan peperangan,
baik yang dipimpin langsung oleh beliau maupun diserahkan pada para sahabat.
Berdasarkan riwayat
Ibnu Hajar al-Asqalani, jumlah peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah Saw (ghazwah) mencapai 29 kali, sedangkan Ibnu
Hisyam dalam kitab Sirahnya menyebutkan
27 kali. Pada masa Khulafa ar-Rasyidin luas kekuasaan kaum Muslim empat kali
lebih luas dibandingkan Prancis dan Jerman, meliputi Jazirah Arab, Persia
hingga wilayah Syam dan Palestina serta sebagian Afrika. [Buletin Kaffah No.
055 (27 Dzulhijjah 1439 H-7 September 2018 M)]
Hijrahnya Nabi Saw.
dari Makkah ke Madinah tersebut merupakan peristiwa sangat penting yang
mengubah wajah umat Islam saat itu. Umat yang awalnya tertindas dan teraniaya
di Makkah selama 13 tahun, setelah
hijrah ke Madinah dan menegakkan tatanan masyarakat yang Islami dalam sebuah
negara, berubah menjadi umat yang terbaik nan mulia, kuat dan disegani.
Oleh karena itu tatkala mendiskusikan tentang penanggalan Islam, Khalifah
(Amirul Mukminin) Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu menyatakan:
"Bahkan kita akan
menghitung penanggalan berdasarkan hijrahnya Rasulullah, sesungguhnya hijrah
itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan." [Ibnu Al-Atsiir, Al-Kâmil]
Jadi, hakikat hijrah
yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. adalah mengubah tatanan perilaku (sistem)
jahiliyyah menjadi tatanan perilaku (sistem) Islami dan mengubah masyarakat
kufur jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang berkepribadian Islam dan
berperadaban tinggi yang menjadi khairu ummah
yang menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta.
Hakikat hijrah
Rasulullah Saw. pun adalah mengubah darul kufur menjadi darul Islam yang hanya
mengadopsi dan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam segala aspek
kehidupan dan menyebarluaskan risalah Islam ke segala penjuru dunia dengan
dakwah dan jihad yang diemban oleh Daulah Islam hingga Islam menguasai 2/3
dunia dan menjadi mercusuar dunia selama lebih dari 13 abad lamanya sejak
Rasulullah Saw. mendirikan Daulah Islam yang pertama di Madinah tersebut dan
dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, Khilafah Umawiyah, Khilafah Abbasiyah dan
Khilafah Utsmaniyah.
Saat ini, kita umat
Islam pasca runtuhnya Khilafah Islam pada tahun 1924 M yang berpusat di Turki
benar-benar kini makin pecah berkeping-keping menjadi lebih dari 50 negara
kecil dalam bentuk negara bangsa (nation state)
dan kian terpuruk dalam segala bidang kehidupan serta makin terbelenggu oleh sistem kufur
jahiliyah demokrasi kapitalisme sekulerisme hingga kita umat Islam kian
terbelenggu dalam lilitan dan cengkraman gurita kapitalisme global.
Maka bukti hijrah kita
di zaman now ini secara hakiki adalah bersegera menumbangkan sistem kufur
demokrasi kapitalisme sekulerisme biang kerusakan dan biang penjajahan
tersebut, dan bersegera berpindah
kembali ke dalam sistem Islam secara kaffah dalam segala bidang aspek kehidupan
dalam bingkai Khilafah Rasyidah Islamiyah sehingga negeri ini dan
seluruh negeri-negeri Islam lainnya kembali menjadi darul Islam sebagai wujud
keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT sekaligus wujud ittiba' dan rasa cinta kita kepada
Rasulullah Saw. dalam menteladani dan mengamalkan hakikat hijrahnya
Rasulullah Saw. tersebut.
Semoga Allah
menjadikan kita orang-orang yang benar-benar berhijrah secara hakiki dari
segala bentuk kemaksiatan dan dari segala bentuk kesyirikan, serta menjadikan
tahun ini lebih baik dari tahun lalu dan menjadi tahun kebangkitan bagi kita
umat Islam.
Dan semoga Allah pun
menjadikan negeri ini dan seluruh negeri-negeri Islam lainnya segera berhijrah
pula dari sistem kufur demokrasi kapitalis sekuler ke sistem Islam secara
kaffah dalam bingkai Khilafah sehingga kembali menjadi Darul Islam dan
berlanjutnya kembali kehidupan Islam serta Islam benar-benar kembali menjadi rahmatan lil 'alamin yang menebar berkah bagi
dunia dan alam semesta. Serta semoga Allah pun menancapkan dengan kokohnya
keyakinan dalam diri kita bahwa hijrah seperti ini akan memberikan kemudahan
dan kebangkitan hakiki serta keberkahan dan keselamatan serta kebahagiaan bagi
hidup kita baik di dunia maupun di akhirat.
Wallahu a'lam bish shawab. []
#HijrahKaffah
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
[]
@Zakariya al-Bantany
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar