Setiap perkara yang
telah diadopsi oleh partai ideologi Islam adalah wajib dilaksanakan. Lantas,
bagaimana sikap partai jika terjadi pelanggaran terhadap apa yang telah
diadopsinya? Apakan partai akan menyelesaikannya dengan teguran atau sanksi
administratif?
Sebuah
organisasi politik ideologi Islam sesungguhnya juga harus mengadopsi sejumlah
sanksi administratif atas setiap anggotanya yang melanggar hukum yang telah
diadopsinya atau yang melampaui batas-batas syariat yang telah ditetapkannya.
Dasar hukum dari keharusan adanya sanksi-sanksi tersebut adalah adanya
pelanggaran terhadap perintah amir (mukhâlafah
al-amir). Alasannya, hukum syariat telah mewajibkan adanya amir jamaah
atau ketua partai sekaligus mewajibkan pula untuk menaatinya. Pelanggaran
terhadap setiap perintahnya —yang berkaitan dengan semua perkara yang
menyebabkan dirinya diangkat sebagai amir/ketua atas diri mereka— adalah
tindakan yang diharamkan. Jika tidak demikian, eksistensi amir/ketua bagi
partai ideologi Islam tentu tidak ada artinya.
Adanya
sanksi-sanksi administratif harus meliputi seluruh komponen partai ideologi
Islam, mulai dari amir sampai anggota terkecil dalam tubuh partai.
Sanksi-sanksi ini diberlakukan atas seluruh pelanggaran terhadap apa yang telah
diadopsi oleh partai ideologi Islam. Jadi, siapa saja yang melakukan
pelanggaran terhadap hukum-hukum syariat yang diadopsi partai, melanggar uslûb-uslûb-nya, atau tidak mempedulikan
eksistensi struktur administrasi (jihâz idârî)
atau peraturan administrasi (qânûn idârî),
ataupun keluar dari batas-batas wewenangnya harus ditegur, dikritik, atau
diberi sanksi.
Demikianlah,
suasana pemikiran harus disertai dengan suasana organisasi yang teratur, yang
akan mengatur pengejawantahan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan
aktivitas partai ideologi Islam dan hukum-hukum yang berhubungan dengan metode
dakwahnya.
Kita
telah melihat dengan mata kepala kita sendiri betapa banyak organisasi Islam
maupun non-Islam telah bubar karena tidak memperhatikan aspek keorganisasian
yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, wajar jika sebuah partai yang tidak
memperhatikan gagasan tentang betapa pentingnya pengadopsian (tabanni) pemikiran/hukum akan selalu dilanda
perbedaan pendapat, menghadapi keguncangan dan kekacauan, masuk dalam lingkaran
setan, mengalami berbagai deviasi, dan tidak memiliki pihak yang melakukan
kritik terhadapnya.
Akibatnya,
partai akan semakin jauh dari sosoknya yang memenuhi berbagai ketentuan
syariat. Wajar pula jika perekrutan para anggota partai dan para penanggung
jawabnya yang tidak berdasarkan syarat-syarat syar’iyyah
yang tertib —tetapi berdasarkan pada kekerabatan, kedudukan sosial,
jabatan, atau tingkat pendidikannya— akan mengakibatkan buruknya distribusi
tugas-tugas dakwah dan menciptakan kesenjangan jabatan di antara para
anggotanya.
Tidak
adanya aturan administrasi yang jelas, yang harus ditaati oleh semua anggota
partai, secara alami, juga akan menimbulkan kritik/teguran yang bersifat
diskriminatif dan tidak proposional. Bahaya pula jika tidak ada sanksi-sanksi
administratif yang tidak mentoleransi terjadinya pelanggaran besar maupun kecil
dan tidak akan membiarkan orang menikmati kemaksiatan dan banyak berbuat
kesalahan.
Berdasarkan
hal di atas, berbagai aspek keorganisasian dan pembentukan tubuh partai
ideologi Islam yang mampu bergerak secara efektif harus selalu diperhatikan,
karena hal itu merupakan garansi bagi tertibnya pemikiran-pemikiran dakwah
ideologi Islam dan terkoordinasinya para aktivis partai ideologi Islam, yang
lebih lanjut akan memudahkan aktivitas dakwah ideologi Islam. Dalam hal ini,
pembentukan partai atau jamaah dakwah ideologi Islam harus senantiasa sesuai
dengan tujuannya.
Hendaknya
jangan ada seorangpun yang berasumsi bahwa aspek keorganisasian hanya merupakan
perkara sekunder. Akan tetapi, harus disadari bahwa aspek ini mempunyai peran
yang sangat penting dan krusial. Oleh karena itu, jika penyusunan dan
pembentukan partai tidak tepat, pengadopsian hukum-hukum yang diperlukannya
tidak bagus, dan keterikatannya terhadap apa yang diadopsi tidak baik, maka
segala sesuatu yang dimiliki partai —sebagaimana yang disebutkan sebelumnya—
akan mengalami keruntuhan dan kehancuran.
Selanjutnya,
harus disadari, bahwa pelaksanaan tugas-tugas keorganisasian mengharuskan
partai atau jamaah memiliki dana. Di antaranya adalah untuk membiayai aktivitas
para aktivisnya yang membutuhkan dana untuk transportasi, biaya
percetakan/fotokopi, dan lain sebagainya, yang diperlukan bagi upaya
pengembanan dakwah Islam. Tanggung jawab keuangan ini harus ditanggung oleh
partai ideologi Islam, dengan kata lain, harus ditanggung oleh para anggotanya.
Dengan demikian, siapa saja yang telah mengikhlaskan diri untuk berdakwah
ideologi Islam, sudah selayaknya dia mengorbankan hartanya, yang nyata-nyata
lebih ringan dibandingkan dengan memilkul tugas dakwah ideologi Islam itu
sendiri.
Dalam
hal ini, partai ideologi Islam harus berusaha keras agar tidak meminta bantuan
pihak luar; baik pihak luar ini adalah individu, kelompok, atau pemerintah yang
ada. Dengan begitu, partai ideologi Islam tidak akan disusupi melalui sektor
ini. Masalahnya, musuh-musuh partai ideologi Islam akan selalu berpikir untuk
mengeksploitasi kebutuhan partai terhadap dana hingga mereka pun menawarkan
bantuannya. Boleh jadi, pada awalnya tanpa pretensi apa-apa. Akan tetapi
kemudian, tidak berapa lama, bantuan dana tesebut akan berubah menjadi bantuan
yang mengandung motif dan tujuan tertentu di baliknya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar