Partai ideologi Islam di samping harus mengadopsi hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan aktivitasnya, ia juga harus mengadopsi sejumlah cara (uslûb) yang diperlukan untuk menerapkan hukum-hukum tersebut. Uslûb, dengan demikian, merupakan model dari penerapan hukum-hukum syariat.
Uslûb adalah hukum yang berkaitan dengan hukum
asal di mana dalil datang untuk menetapkannya. Sebagai contoh: yang dituntut
dari sebuah jamaah adalah memproduksi pemikiran (tsaqâfah)
yang mendalam pada diri para aktivisnya, sebagaimana teladan yang diberikan
oleh Rasulullah Saw. Ini adalah hukum syariat yang harus dilaksanakan. Lantas,
dengan model seperti apa dan bagaimana hukum syariat ini diaplikasikan, tentu
harus ada cara (uslûb) tertentu. Dalam
hal ini, dapat digunakan uslûb berupa halqah, ‘usrah,
atau model lainnya.
Banyaknya
uslûb bagi penerapan satu hukum syariat
mengharuskan partai ideologi Islam mengadopsi uslûb
tertentu dan membimbing para aktivisnya untuk menggunakannya. Dalam hal ini,
partai ideologi Islam hendaknya mengadopsi uslûb
yang dapat mengantarkan pada penerapan hukum-hukum syariat. Atas dasar ini,
hukum uslûb diambil berdasarkan hukum
pokoknya. Jadi, uslûb yang diambil
bersifat mengikat sebagaimana halnya hukum syariat.
Partai
ideologi Islam yang telah memilih halaqah (halqah,
halqât) sebagai uslûb untuk mewujudkan pemikiran (tsaqâfah)
yang mendalam harus mengadopsi uslûb
tersebut sebagai sesuatu yang mengikat. Ketika mengadopsi uslûb tersebut, partai ideologi Islam harus
memandang bahwa tujuan yang diharapkan, yaitu terwujudnya tsaqâfah (pemikiran) Islam yang mendalam, akan
tercapai dengan uslûb ini.
Contohnya
adalah demikian: jumlah anggota halaqah harus disesuaikan dengan tujuan. Jumlah
anggota halaqah yang terlalu banyak dapat menyebabkan para anggotanya kurang
konsentrasi. Sebaliknya, jumlah anggota halaqah yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan jumlah kelompok halaqah menjadi banyak sehingga akan menyulitkan
dan menyusahkan. Oleh karena itu, jumlah anggota halaqah harus sesuai dengan
proses penanaman pemikiran Islam; tidak lebih dan tidak kurang. Penentuan
jumlah anggota halaqah ini harus dipertimbangan secara rasional.
Demikian
juga alokasi waktu yang diperlukan untuk halaqah; harus diatur agar para
anggota halaqah tetap memiliki kesadaran di dalam memahami berbagai pemikiran
yang ada. Alokasi waktu halaqah yang terlalu lama akan mengakibatkan daya serap
para anggota terhadap materi halaqah menjadi rendah. Daya serap para anggota
yang rendah akan mengakibatkan berbagai pemikiran tidak tersampaikan secara
sempurna.
Demikian
pula menyangkut frekuensi halaqah; apakah harian, mingguan, atau dwimingguan;
harus disepakati dan ditetapkan waktunya. Dengan begitu, aspek praktis dalam
dakwah tidak akan menjadi sulit dan para aktivis partai tidak disibukkan oleh
aspek ilmiah Islam dengan mengorbankan aspek amaliahnya.
Demikianlah
proses pengadopsian setiap uslûb yang
sesuai dengan hukum-hukum syariat berlangsung dan menjadikannya pas dengan
hukum-hukum syariat yang ingin direalisasikan.
Apa
yang dibicarakan berkaitan dengan uslûb
juga sama persis dengan apa yang dibicarakan bekenaan dengan wasilah (sarana)
dakwah. Seorang pemimpin partai ideologi Islam, dalam hal ini, boleh melakukan
perubahan terhadap uslûb dan wasilah
yang digunakan sesuai dengan apa yang memang dituntut untuk merealisasikan
suatu amal.
Karena aktivitas
partai ideologi Islam meliputi areal yang luas di muka bumi dan memiliki
jaringan di berbagai negara, maka besarnya tugas yang dibebankan pada partai
mengharuskan adanya struktur administrasi (jihâz
idârî). Dengan struktur administrasi ini, partai ideologi Islam dapat
melakukan monitoring dakwah, merealisasikan berbagai targetnya di seluruh lahan
aktivitasnya, mengatur dan menertibkan gerakan dakwah ideologi Islam, mengawasi
pembinaan para aktivisnya, mempersiapkan kondisi umum atas ide, terjun dalam
pergulatan pemikiran (ash-shirâ‘ al-fikrî)
dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsî), sekaligus menampilkan diri di
tengah-tengah umat sebagai satu tubuh yang memposisikan dirinya untuk
melaksanakan kewajiban ini.
Dengan demikian, harus
ada struktur organisasi yang didirikan untuk mencapai tujuan secara optimal
sehingga hasil-hasilnya dapat diperoleh dan dilestarikan.
Oleh
karena itu, partai ideologi Islam harus pula mengadopsi struktur administrasi (jihâz idârî) atau struktur organisasi sehingga
pengaturan aktivitas dakwah ideologi Islam dapat dilakukan secara sempurna.
Dengan begitu, tujuan dakwah ideologi Islam dapai dicapai dengan sukses.
Setelah
itu, partai ideologi Islam harus mengadopsi peraturan administrasi (qânûn idârî) yang akan mengatur setiap bagian
partai dan gerakan di dalamnya, membatasi wewenang ketua (amir) partai,
menentukan bagaimana ketua partai mengatur partai, menjelaskan bagaimana cara
pemilihan ketua partai, serta menerangkan siapa yang berhak mengangkat
penanggung jawab mantiqah-mantiqah (mas’ûl manâtiq) atau penanggung jawab
wilayah-wilayah (mas’ûl wilâyât) dan
batas-batas wewenang mereka. Singkatnya, peraturan ini mengatur administrasi
setiap aktivitas partai ideologi Islam dan menentukan wewenang semua komponen
partai ideologi Islam.
Semua yang disebutkan
di atas merupakan uslûb dan wasilah yang
dibutuhkan untuk melaksanakan hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan
aktivitas partai ideologi Islam. Berbagai uslûb
administrasi yang diadopsi partai wajib dilaksanakan selama ketua (amir) partai
memandang perlu hal itu. Alasannya, menaati ketua/amir partai hukumnya wajib….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar