Negara Sistem Republik Menyimpang
Dalam sistem kapitalisme – sistem republik, pemegang kedaulatan didongengkan
sebagai wewenang dan milik rakyat. Rakyat dibius dengan slogan “dari, oleh dan
untuk rakyat”.
Pada faktanya rakyat hanya dijadikan address, tidak memiliki wewenang
dan kuasa meskipun hanya seberat biji sawi untuk mengendalikan dan mengatur
kepentingannya. Pemilik saham mayoritas yang memiliki kuasa tunggal dan
otoritatif dalam sistem republik adalah para pemilik modal.
Kaum kapitalis-lah (baca: pemilik modal) yang mampu membiayai para
politisi agar dapat menempuh suksesi politik hingga jenjang tampuk kekuasaan.
Suksesi politik yang mahal dalam sistem republik, meniscayakan hanya kaum
bermodal atau para politisi yang telah melacurkan diri kepada kaum kapitalis
saja yang mampu menduduki kursi kekuasaan.
“Saya ini bukan cuman
belajar konsep berdemokrasi, tapi pelaku demokrasi sehingga saya tahu persis
bagaimana proses berdemokrasi itu. Hampir semua Undang-Undang dan Perda yang
dihasilkan itu merupakan pesanan dari orang, termasuk Perda miras yang pernah
saya pimpin.” “Untuk itu saya bahkan mundur dari jabatan partai politik.” (Testimoni
dari Muh. Nur salah seorang mantan legislator Kota Kendari, yang pernah menjadi
ketua pansus Perda Miras beberapa tahun silam)
Lima tahunan baik melalui pemilu, Pilkada bahkan Pilpres, rakyat
dikerubuti pejabat dan politisi. Legitimasi yang secara real memang ada
ditengah-tengah rakyat, melalui sihir kampanye dan politik culas sistem
republik, diambil alih dan dijadikan sandaran argumentasi para penguasa untuk
memimpin dan mengatur rakyat.
Jika demikian, sudah sepatutnya rakyat di negeri ini muak pada sistem
republik dan para penguasanya, untuk kemudian segera dan serta merta
mencampakkan sistem republik sekuler ke keranjang sampah peradaban.
Sistem republik saat ini nyata-nyata telah menjadi biang kerok, induk
dari berbagai tindak kriminalitas. Tidak peduli apakah di desa atau kota.
Tindak pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, narkoba dan mabok-mabokan, seolah
menjadi “hindangan” di sepanjang pagi, siang, petang, malam hingga tengah malam.
“Sistem syariah dan Khilafah
itu mutlak, tidak ada lagi tawar menawar, untuk itu saya telah menjalankan
tugas saya sebagai guru besar ekonomi Islam untuk menjelaskan kepada para
mahasiswa tentang kerusakan sistem ekonomi kapitalis tersebut.” (Prof. Samdin,
selaku Guru besar Ekonomi Islam Universitas Halu Oleo)
ada empat prinsip kebebasan yang dianut oleh sistem republik. Yakni,
kebebasan berakidah (beragama), kebebasan berpendapat (kebebasan berbicara),
kebebasan dalam kepemilikan (kebebasan dalam ekonomi), dan kebebasan dalam
berperilaku (hurriyatu asy syakhshiyyah). Dalam perkara tindak kriminal ini,
adalah prinsip kebebasan dalam berperilaku dan berekonomi menjadi faktor yang
paling menonjol dan menumbuh-suburkan tindak kriminalitas.
sistem republik adalah dogma jahiliah yang memborgol umat manusia saat
ini ke dalam abad kegelapan. Empat pilar penyangga sistem republik diyakini
para penganutnya sebagai pembawa kemajuan yaitu: kebebasan beragama, kebebasan
berpendapat, kebebasan kepemilikan dan kebebasan berperilaku. Sistem republik
telah melahirkan sistem ekonomi kapitalisme yang rakus dan eksploitatif.
“Saya di HTI ada pencerahan,
di HTI kita membangun Islam di masyarakat, mudah-mudahan ada pembinaan yang
membangkitkan dan kita berjuang demi Islam sampai akhir hayat.” (Prof. Dr.
Ahmad Arif Amin, Guru Besar FKH IPB)
sistem republik harus diganti. Umat Islam harus membatalkan kontrak
politik sistem republik dengan kontrak politik yang baru yang manusiawi, yakni
tegaknya tatanan yang bermartabat: Khilafah Rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah, di
bawah kepemimpinan seorang khalifah yang adil.
Testimoni bu Ipit Suprihatin dari Leuwiliang
yang pernah menjadi caleg dari salah satu partai politik di Indonesia:
“Demokrasi tidak bersumber dari Islam. Demokrasi identik dengan kedzaliman.”
Korupsi anak kandung sistem republik. Dalam sistem republik, kekuasaan
pemerintahaan dipisahkan kepada tiga lembaga utama (Sparation Of Power).
Eksekutif adalah pihak pemerintah yang menjalankan kekuasaan pelaksanaan
undang-undang, legislatif melalui DPR atau DPRD adalah pihak yang menjalankan
kekuasaan membuat dan membentuk undang-undang. Sedangkan yudikatif, adalah
lembaga yustisia yang berupaya menegakan hukum dan memberikan sanksi terhadap
setiap pelanggaran undang-undang. Dalam praktiknya, kekuasaan ini tidak dapat
dipisahkan secara sempurna namun dibagi dalam bentuk pembagaian kewenangan yang
masih tetap terkoordinasi (Division Of Power).
Konsep pembagian kekuasaan tersebut berlaku pada pemerintahan pusat
melalui lembaga presiden dan DPR pusat, sementara di daerah konsep kekuasaan
ini diterapkan oleh Kepala Daerah dan anggota DPRD. Dalam sistem republik,
praktik pembentukan undang-undang tidak semata dilakukan oleh lembaga
legislatif. Pembahasan undang-undang ditingkat pusat atau Perda ditingkat
daerah selalu melibatkan eksekutif dan legislatif. Perbedaan hanya terletak
pada konsep pengajuan rancangan undang-undag atau rancangan peraturan daerah.
Apakah RUU dan Raperda berasal dari Eksekutif, atau inisiatif Dewan. Keduanya, baik
dari Eksekutif maupun Legislatif pembahasan rancangan undang-undang dan raperda
dilakukan secara bersama untuk kemudian ditetapkan sebagai undang-undang
dan/atau Peraturan Daerah secara bersama pula.
Dengan demikian, kekuasaan pemerintahan dalam sistem republik tidak
memiliki wewenang otoritatif. Konsep ‘Cheks & Balances’ yang
melatarbelakangi pemisahan kekuasaan faktanya tidak terjadi. Yang terjadi
justru sebelaiknya, seluruh lembaga baik eksekutif maupun legislatif saling
menyandra untuk mengambil keuntungan masing-masing.
“Salut dengan HTI karena berkata lantang. Tidak memakan harta bantuan dari orang-orang kafir. Tujuan dan visi-misi HT jelas, tidak seperti yang lain masih mengawang. Bahkan ada yang ingin menerapkan Syariah tanpa Khilafah. Maka itu mustahil. Allahu Akbar.” (Eko Wiharno, Mantan anggota DPRD dari PPP)
“Sangat terharu menyaksikan MK (Muktamar Khilafah) kemarin. Belum pernah ada organisasi manapun—kecuali penonton sepak bola—seantusias itu memenuhi bahkan meluber ke luar Stadion GBK.” (Muhammad Hasbi Ibrohim, Ketua Laskar Anti Korupsi Pejuang 45)
“Semoga doa yang dipanjatkan muktamirin di penghujung acara Muktamar Khilafah yang diselenggarakan oleh HTI dikabulkan oleh Allah SWT.” “Mari bersama-sama kita teruskan perjuangan ikhwan-ikhwan HTI.” (Ahmad Michdan, Pembina TPM)
“Ketimpangan ekonomi yang terjadi di seluruh belahan dunia adalah akibat sistem Kapitalisme global. Sistem tersebut harus dibuang jauh-jauh karena tidak terbukti membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Muktamar Khilafah 2013 membuktikan bahwa umat Islam sudah jenuh dengan sistem ekonomi yang ada saat ini.”
“Perjuangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selama kurang lebih 30 tahun perlu diberikan apresiasi. Perjuangan tersebut telah memberikan banyak perubahan terhadap pemikiran-pemikiran umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya, bahwa Kapitalisme yang dianut saat ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Untuk itu perjuangan dalam mewujudkan Sistem Ekonomi Islam perlu mendapat dukungan dari seluruh masyarakat Muslim, agar kegemilangan Islam dapat diraih kembali.” (Zuhairan Y. Yunan, MA, Dosen Fak. Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
“Saya sangat senang akan acara yang diadakan HTI kali ini. HTI dapat merangkul elemen-elemen umat Islam untuk bersatu baik di Indonesia utamanya hingga di dunia, terlihat dari para pembicara dan peserta yang mewakili beberapa negara.”
“Sekarang ini belum ada representatif negara/pemerintahan Islam yang menjalankan Islam secara kaffah yang bisa dijadikan role model sebagai success story dalam penerapannya. Karena itu Islam perlu memiliki kekuasaan dengan konsep kenegaraan Islam, yang dijalankan dengan dukungan kesiapan masyarakat untuk hidup di bawah sistem pemerintahan Islam.” (Dr. drg. Yaslis Ilyas, MPH, Dosen Fak. Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
“Perjuangan HTI dalam menegakkan syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah sangat mudah dipahami.” (Drs. Dede Sukandar, M.Si, Dosen UIN Jakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar