Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 17 Januari 2015

Infak Wajib Atas Keluarga



III. Infak
Dan salah satu cara untuk menjaga keutuhan dan kehidupan sebuah keluarga, Islam juga telah mensyariatkan adanya infak. Untuk itu, Islam telah menentukan siapa-siapa saja yang memiliki kewajiban untuk memberikan hak tersebut. Di samping itu, Allah juga memerintahkan hal tersebut sebagai bagian dari mendekatkan diri kepada Allah. Apabila mereka rela dan mampu memberikannya. Dan seandainya mereka tidak mampu, mereka terpaksa harus meminjamnya terlebih dahulu kepada orang lain. Dan ketidakmampuan yang sifatnya sementara bukan berarti membebaskan ia dari beban hukum yang harus dipikulnya.
Kemudian jika seorang kepala keluarga benar-benar tidak mampu menafkahi tanggungannya maka menjadi kewajiban kerabatnya untuk membantu. Kemudian jika kerabatnya tidak mampu mencukupinya maka tanggung jawab nafkah beralih kepada kaum muslimin. Tanggung jawab kaum muslimin ini diwakilkan kepada Khalifah sebagai amirul mukminin. Khalifah akan berusaha dan bila perlu mengalokasikan harta baitul mal negara untuk memberi pekerjaan/ sumber penghasilan yang akan mencukupi kebutuhannya.

Oleh karena itu, infak telah menjadi sebuah keharusan dalam Islam. Kewajiban ini tidak akan ditetapkan oleh Allah kecuali semata-mata untuk menjaga dan memelihara kelangsungan sebuah keluarga. Dan untuk mencegah berbagai bahaya yang akan menimpanya suatu saat nanti ketika orang yang seharusnya memberikan infak kepadanya menolak untuk memberikan.
Dengan melihat kembali dan berfikir mengenai permasalahan infak ini niscaya kita akan menemukan sebuah kenyataan yang sangat besar yang tidak pernah kita temukan dalam ajaran atau undang-undang kufur manapun. Dari sebagian besar realitas yang ada kita dapat menyebutkannya sebagai berikut:
·         Menguatkan bahwa bangunan keluarga dalam Islam merupakan salah satu sistem sosial dalam agama tersebut. Di mana, ajaran Islam telah memberikan berbagai unsur yang akan menjadikan tiap-tiap individu dalam bangunan tersebut sebagai manusia yang mulia dan terhormat yang dikelilingi oleh kasih sayang dan rasa cinta. Dan pada akhirnya mereka dapat menunaikan seluruh kewajiban dan menikmati hak yang seharusnya mereka dapatkan.
·         Menegaskan kembali bahwa ikatan dalam sebuah keluarga muslim adalah ikatan saling kasih sayang dan melindungi sekaligus menghilangkan kesusahan dari orang yang sangat membutuhkan. Sehingga ajaran tersebut memberikan kewajiban kepada seorang laki-laki untuk berusaha sekuat tenaga agar keluarga tersebut dapat hidup aman secara sosial, ekonomi dan kejiwaan.
·         Penegasan bahwa orang yang telah mengabaikan kewajiban memberikan infak akan mendapatkan murka dari Allah. Karena sikap pengabaian tersebut dapat dianggap sebagai menyalahi perintah Allah Swt. Semuanya itu merupakan kewajiban yang sengaja Allah berikan kepada umatnya dan kepada Imam/Khalifah kaum muslimin demi kelangsungan sebuah keluarga Islam yang terhormat.

Infak dalam Islam diwajibkan kepada orang-orang berikut ini:
·         Suami
·         Ayah
·         Anak
·         Orang yang masih memiliki keterkaitan kerabat. Selama mereka masih dalam wilayah orang-orang yang mendapatkan hak waris dan mampu memberikan infak.
·         Jika mereka semua tidak mampu maka wajib bagi kaum muslimin untuk menolong, begitu pula Khalifah sebagai kepala negara kaum muslimin.
Untuk itu, para ulama fikih telah meletakkan beberapa syarat yang telah mereka ambil dari al Quran dan sunnah Nabi. Dan mungkin kita akan membahas beberapa syarat tersebut secara umum, di antaranya:
·         Orang yang diwajibkan untuk memberikan infak tersebut harus mampu dalam memberikannya. Dan sebagai tolak ukur bahwa orang tersebut mampu adalah orang tersebut memiliki kelebihan harta atau ia masih memiliki sedikit harta setelah ia mencukupkan infak untuk dirinya. Hal tersebut ada dalam sunnah nabi. Diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya dari Abi Umamah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai anak Adam, menginfakkan sebagian hartamu yang lebih adalah hal yang sangat baik bagimu, dan sebaliknya seandainya kalian menyimpannya maka hal tersebut sangatlah buruk. Dan janganlah kalian mengutuk diri sendiri dengan harta yang pas-pasan. Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan tangan di atas lebih mulia dibanding tangan yang ada di bawah.”

Dan diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya yang berasal dari Jabir bin Samrah ra., ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw. berkata: Apabila Allah memberikan kebaikan kepada salah seorang di antara kalian, maka mulailah dengan diri sendiri kemudian anggota keluargamu.”
Dan diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya yang berasal dari Jabir ra., ia berkata: “Seorang laki-laki yang berasal dari Bani ‘Udzrah akan membebaskan salah seorang budaknya sepeninggalnya —sang tuan menjanjikan kepada si budak bahwa ketika tuannya meninggal si budak secara otomatis terbebaskan dan menjadi orang yang merdeka— kemudian, orang yang memiliki budak tersebut menyampaikan keinginannya itu kepada Rasulullah Saw. pada saat itu Rasulullah Saw. bersabda: “Apakah engkau memiliki harta lain selain budak tadi? Sang tuan menjawab: “Tidak.” Maka, ketika itu Rasulullah Saw. berkata kepada para sahabat: “Siapa yang berani membeli budak ini dariku?” Maka, salah seorang sahabat Rasulullah bernama Nu’aim bin Abdullah al ‘Udwa membeli budak tadi dengan harga delapan ratus dirham. Kemudian Rasulullah Saw. membawa uang tersebut ke hadapan tuan budak tadi dan menyerahkannya sambil berkata: “Mulailah dari dirimu. Seandainya ada uang lebih berikanlah kepada keluargamu. Seandainya ada harta lebih dari infak keluargamu maka berikanlah untuk sanak saudaramu dan seandainya ada harta lebih dari pemberian untuk sanak saudaramu maka begini dan begini.” Rasulullah berkata: “Penuhilah kewajiban yang ada di hadapanmu kemudian orang-orang yang berada di sisi kananmu dan setelah itu yang berada di sisi kirimu.

·         Orang yang memberikan infak tersebut adalah orang yang mendapatkan hak waris. “Dan warispun berkewajiban demikian.” [QS. Al Baqarah: 233] Oleh karena itu, ia harus menanggung kewajiban memberikan infak kepada keluarganya dibanding yang lain.

Apabila ia bukan seorang dari ahli waris akan tetapi masih memiliki hubungan kerabat, apabila antara orang yang memberikan infak atau diberikan infak berbeda agama, atau yang satu budak dan yang lainnya orang merdeka atau yang satu menutupi hak pewarisan yang lainnya karena salah satunya memiliki tali kerabat yang lebih dekat, maka ia tidak diwajibkan untuk memberikan infak.

·         Orang yang diberi infak adalah orang yang miskin. Dalam artian, ia tidak memiliki harta juga pekerjaan. Oleh karena itu, barangsiapa yang memiliki harta atau pekerjaan, maka ia sudah tidak membutuhkan pemberian. Karena ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mampu.

Inilah syarat-syarat dalam berinfak sebagaimana yang telah dituliskan dalam beberapa buku fikih Islam.
Adapun kewajiban dalam memberikan infak atau nafkah yang dibebankan kepada seorang suami, ayah, anak laki-laki dan orang-orang yang memiliki tali persaudaraan atau kerabat, maka telah diperkuat oleh beberapa dalil yang berasal dari al Quran dan Sunnah.

Maka, kewajiban seorang suami dalam memberikan nafkah atas istrinya telah disebutkan dalam al Quran. Allah berfirman dalam al Quran: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” [QS. Al Thalaaq: 7]

Selain itu, kewajiban tersebut juga diperkuat dengan sunnah Nabi. Diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah Saw. berkhutbah di hadapan orang-orang, kemudian Rasulullah Saw. berkata: “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam masalah perempuan. Mereka semuanya adalah orang yang dapat membantu kalian. Kalian telah mengambil mereka sebagai amanat dari Allah dan kalian telah menghalalkan kemaluan mereka dengan mempergunakan kalimat Allah. Oleh karena itu, kalian memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah materi dan sandang kepada mereka dengan sebaik-baiknya.

Adapun kewajiban seorang suami kepada kedua orangtuanya, anak-anaknya yang laki-laki dan perempuan adalah ketika mereka miskin dan tidak memiliki apa-apa. Dan seandainya ia mampu memberikan nafkah kepada mereka, maka ia wajib memberikan nafkah kepada mereka. Hal tersebut secara jelas telah dikuatkan oleh al Quran dan as Sunnah.
Allah berfirman dalam al Quran: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.” [QS. Al Baqarah: 233]

Adapun legitimasi sunnah, Hindun, istri Abu Sufyan telah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang segala sesuatu yang telah ia ambil dari harta suaminya, tanpa seidzin suaminya. Maka, pada saat itu Rasulullah Saw. berkata kepada Hindun (sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Bukhari):  Ambillah harta suamimu yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang benar.” [QS. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya 3/103, Cetakan Kairo]

Dan diriwayatkan dari Abu Dawud dengan sanadnya yang berasal dari Aisyah, ummul mukminin ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. berkata: “Sebaik-baiknya makanan yang dimakan oleh seseorang adalah segala sesuatu yang berasal dari usahanya sendiri. Dan sebaik-baiknya harta yang dimakan oleh anaknya adalah segala sesuatu yang berasal usahanya sang ayah tersebut.”

Dan begitulah, ini merupakan sebuah ajaran Islam yang menjaga kelangsungan hidup sebuah keluarga secara aman. Dalam interaksi yang harmonis antara mereka seluruhnya. Dengan kepemimpinan seorang laki-laki dalam sebuah bangunan keluarga, menentukan sikap dalam memberikan kemaslahatan bagi tiap-tiap individu anggota keluarga dan bagaimana cara membelanjakan harta dari harta yang wajib untuk diinfakkan. Dari semuanya itu kita dapat mengyadari bagaimana tingginya kedudukan sebuah keluarga dalam pandangan Islam. Dan semuanya itu didasarkan pada susunan ajaran dan hukum Islam.

Download Buku Generasi Masyarakat Islami

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam