Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 23 September 2014

Unduh Buku SENJATA PEMUSNAH MASSAL DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI KOLONIALIS



7.         AS dan Inggris senantiasa menuding rezim Irak telah melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya sendiri, terutama terhadap rakyat Kurdi dan kelompok Syi’ah. Dalam Bab 3, kami akan mengekspos argumentasi tersebut dengan menggambarkan kedekatan Barat dengan beberapa ‘world’s worst leaders’ (para pemimpin terburuk sedunia). Namun, perkara yang bisa dengan jelas dilihat adalah bahwa AS dan Inggris tidak memiliki kecenderungan kepada pihak manapun selain kepentingan materi mereka sendiri. Hal ini terlihat usai Perang Teluk ketika mereka mengabaikan suku Kurdi dan kelompok Syi’ah yang dibantai. Brigadir Ali, pejabat Irak yang dibuang, mengatakan, ‘Kami mendapat pesan bahwa Amerika mendukung kami. Tetapi saya melihat dengan mata kepala sendiri pesawat-pesawat Amerika terbang di atas helikopter. Kami berharap mereka membantu; kini kami dapat melihat mereka menyaksikan kepunahan kami di antara Najaf dan Kerbala’ [Andrew dan Patrick Coburn., ‘Out of the Ashes’., hal. 23]

8.         UNICEF menyatakan bahwa sejumlah 500.000 anak-anak Irak tewas akibat sanksi ekonomi PBB. Namun Inggris dan AS mengklaim bahwa kematian itu disebabkan kebijakan rezim Irak. Argumentasi itu merupakan upaya sistematis bangsa Kapitalis dan menunjukkan betapa mereka tidak menghargai nyawa manusia. Dr. Leon Eisenberg, yang bekerja untuk Harvard Medical School, menyaksikan bahwa penghancuran pembangkit tenaga listrik pada tahun 1991, telah ‘menyebabkan terhentinya seluruh sistem penjernihan air dan saluran distribusinya, mengakibatkan epidemi kolera, demam tipus, dan gastroenteritis, khususnya pada anak-anak’. Sebuah kelompok studi internasional yang disponsori oleh UNICEF menyimpulkan, bahwa ‘selama 8 bulan pertama tahun 1991, sekitar 47.000 anak di bawah usia lima tahun meninggal dunia’ [Len Eisenberg., ‘The Sleep of Reason Produces Monsters – Human Costs of Economic Sanctions’., New England Journal of Medicine., 24 April 1997., hal. 1248-1250]. Hal yang sama dinyatakan oleh Milan Rai, ‘Banyak yang dilakukan ketika cerita (rekaan) tentang inkubator Kuwait dicuri pasukan Irak. Namun sedikit yang dikatakan tatkala inkubator di Irak hilang akibat diputusnya pasokan listrik’ [Milan Rai., ‘War Plan Iraq’., hal.138]

9.         AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan terhadap Irak kelak tidak akan banyak memakan korban warga sipil, dan bahwa serangan terhadap pembangkit tenaga listrik harus dilakukan mengingat pembangkit tenaga listrik tersebut bisa dimanfaatkan pasukan bersenjata Irak. Akan tetapi, jika serangan itu nantinya mengikuti pola tahun 1991, maka kita akan menyaksikan kembali sebuah bencana kemanusiaan. Mitos bahwa pembangkit tenaga listrik harus dijadikan sasaran karena berpotensi digunakan untuk kepentingan militer telah ditolak mentah-mentah oleh kelompok HAM di AS, yaitu Middle East Watch, yang mengatakan bahwa ‘Beberapa target militer penting langsung diserang pada awal-awal perang, dan serangan terhadap target militer tersebut seharusnya sudah menghilangkan keinginan untuk menghancurkan sumber-sumber tenaga listrik secara simultan meski sebelumnya telah memasoknya’ [Middle East Watch., ‘Needless Deaths in the Gulf War 1991’., dalam Mark Curtis., ‘The Ambiguities of Power’., hal. 192]. Serangan terhadap pembangkit tenaga listrik hanya berdampak kecil bagi militer Irak, akan tetapi berdampak sangat besar terhadap kematian sejumlah warga sipil khususnya anak-anak, yang diakibatkan oleh pengaruh penjernihan air. Lalu, untuk apa Bush dan Blair melakukan hal itu? Jawabannya ada pada ucapan Kolonel John Warden, yang berbicara seusai perang. Ia adalah kolega Jenderal Buster Glosson, yang terlibat dalam penyusunan daftar target. ‘Saddam Hussein tidak dapat memulihkan kembali listriknya. Ia perlu bantuan. Seandainya koalisi PBB memiliki tujuan politik barangkali dapat dikatakan kepada Saddam, ‘jika Anda menyetujui beberapa hal, kami akan mengizinkan orang-orang datang dan memperbaiki listrik Anda’’, ujar Warden [Norman., ‘Sanctions against Iraq’]. Dengan kata lain, anak-anak Irak harus mati agar Barat dapat meraih pengaruh dan manfaat ekonomi.

10.     AS menuding Irak memiliki keterkaitan dengan serangan dan pemboman 11 September 2001 di New York dan Washington. Bukti yang diajukan atas hal ini adalah adanya pertemuan pada bulan April 2001 antara Muhammad Atta, yang mengaku pemimpin aksi 11 September, dengan seorang agen intelijen Irak di Praha, Republik Ceko. Pada bulan Oktober 2001, menteri dalam negeri Stanislav Gross mengkonfirmasi ‘fakta’ bahwa Atta berada di Praha pada tahun 2001 dan telah bertemu dengan Samir al-Ani, seorang diplomat Irak. Setelah itu al-Ani diusir dari Irak karena tindakannya tidak sesuai dengan statusnya. Menurut sebuah majalah di Jerman, Atta telah memberi instruksi berkenaan aksi 11 September beberapa waktu sebelumnya, kemudian kembali ke Praha untuk mengambil sebotol anthraks pada bulan April 2001 [Daily Telegraph, 1 Desember 2001]. Ketika polisi Ceko menuntaskan penyelidikannya, mereka berkesimpulan tidak ada dokumen yang dapat menunjukkan bahwa Atta telah mengunjungi Praha pada tahun 2001, meskipun ia memang pernah berkunjung ke sana dua kali di tahun 2000. Polisi juga mengatakan bahwa ada seorang pria yang mirip Atta bertemu dengan Samir al-Ani. Pria itu dipanggil ‘Saleh’, seorang penjual mobil bekas dari Nurenberg, Jerman [Daily Telegraph, 18 Desember 2001]. Kisah di atas, sebagaimana kebanyakan kampanye Barat, merupakan cerita bohong. Buktinya, majalah TIME pada tanggal 13 Mei 2002 menulis bahwa kisah tersebut ‘tidak dapat dipercaya’, sementara BBC menyebutkan bahwa pada tanggal pertemuan itu Atta sedang berada di Florida [BBC Online, 1 Mei 2002]. Meskipun demikian, mitos pertemuan Praha tetap saja ada di dalam benak setiap orang, dan menjadi bagian penting dari pertikaian AS–Irak.

11.     Dokumen terbitan pemerintah Inggris disusun berdasarkan laporan PBB dan bukti-bukti dari para pembelot Irak. Salah satu pembelot terkenal yang muncul di televisi AS setelah peristiwa 11 September adalah Dr. Khidir Hamza, yang mengaku sebagai kepala program senjata nuklir Irak yang lari dari tanah airnya pada tahun 1994. Terry Taylor, mantan Inspektur Senjata Inggris yang mendukung perang baru sekalipun, berkomentar negatif tentang para pembelot itu dengan mengatakan bahwa ‘mereka cenderung melebih-lebihkan pengetahuan dan pentingnya diri mereka pribadi demi tunjangan, perlindungan dan pekerjaan’ [Peter Beaumont, Kamal Ahmed dan Edward Helmore., ‘Should We Go To War Against Saddam’., Observer., 17 Maret 2002]. Namun AS dan Inggris ingin agar kita percaya bahwa kesaksian para pembelot merupakan keterangan kunci dalam melawan Irak. Agak mengherankan, dokumen Inggris tidak mempublikasikan ‘bukti rinci’ atau menyebutkan ‘sumber-sumber terpercaya’ mereka.

12.     Poin terakhir yang perlu kami bantah adalah argumentasi bahwa serangan terhadap Irak tidak ada hubungannya dengan minyak. Sudah teramat jelas dan tak dapat disangkal lagi bahwa politik di Timur Tengah sejak akhir PD II dibentuk oleh politik minyak. Pada bulan September 1945, Lord Altrincham, seorang menteri Inggris yang tinggal di Timur Tengah, mengatakan bahwa wilayah Timur Tengah ‘Menawarkan cadangan minyak pelumas dan bahan bakar terkaya, yang andaikan kita tidak bisa menguasainya, kita tidak boleh membiarkan kekuatan lain menguasai wilayah itu’ [Altrincham., 2 September 1945 dalam William Roger Louis., ‘Imperialism at Bay’]. AS pun menyadari pentingnya cadangan minyak ‘sebagai sumber kekuatan strategis yang menakjubkan, dan salah satu bahan paling berharga dalam sejarah dunia’ [Dokumen Departemen Luar Negeri AS, tahun 1945, Volume VIII]. Untuk menggambarkan besaran keuntungan dari minyak, AIOC sebagai cikal-bakal BP (British Pteroleum) mengeruk £170 juta dari Iran selama periode tahun 1950 saja. Ketika pemerintahan Iran memiliki keberanian untuk menasionalisasi minyak untuk kebaikan rakyatnya, Pemerintahan (partai) Buruh yang telah menasionalisasi asetnya sendiri merasa geram, sehingga muncul pernyataan Departemen Luar Negeri, ‘satu-satunya harapan mengenyahkan Mr. Musadiq (PM Iran saat itu) adalah kudeta, dengan syarat adanya seorang pemimpin yang kuat untuk mengemban tugas tersebut. Seorang diktator akan mampu melaksanakan reformasi pemerintahan dan ekonomi serta mengatur masalah minyak secara lebih rasional’ [Foreign Office Memorandum., Sir F. Shepherd’s analysis of the Persian situation 28 January 1952. FO 371/98684]. Bagi mereka yang tetap skeptis agaknya cukup menyimak ucapan Condoleeza Rice, Penasihat Keamanan AS, yang baru-baru ini berbicara dalam siaran stasiun TV Fox. Saat ditanya tentang masa lalunya sebagai Dewan Direksi (perusahaan) Chevron, ‘Saya sangat bangga akan hubungan saya dengan Chevron, dan saya kira sudah seharusnya kita bangga terhadap perusahaan-perusahaan minyak Amerika yang melakukan eksplorasi di luar negeri, di dalam negeri, dan yang memastikan bahwa kita memiliki persediaan energi yang cukup’. Meskipun sudah sedemikian banyak dan gamblangnya keterangan semacam ini, Bush dan Blair tetap mengatakan bahwa serangan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan urusan minyak.

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam