Negara
Khilafah beda level dengan negara
republik yang bernaung di bawah sistem sekuler kapitalis. Negara dengan sistem
sekuler kapitalis hanya menzhalimi rakyat. Hanya karena ambisi ingin
melanggengkan kekuasaan, maka kepercayaan rakyat ditumbalkan dan darah-darah
rakyatnya pun ditumpahkan.
Pembantaian
kepercayaan masyarakat akan terus berkelanjutan, ketika
republik masih menggurita dari sabang sampai merauke. Maka masyarakat harus
cuci tangan dari republik dan beralih pada solusi yang hakiki, yaitu khilafah
Islamiyah.
Bacaan: Wulandari Muhajir
Kita
harus adil. Yang perlu dikoreksi dan dicarikan solusi adalah sistem republik.
Apakah sudah benar saat negeri ini memilih sistem republik akan menjamin
kesejahteraan rakyat? Apakah penerapan republik mampu menjamin keadilan bagi
rakyat? Apakah republik sesuai iman dan taqwa kepada
Allah SWT? Jika ditemukan
kelemahan maka berbesar hatilah untuk mengakui dan menerima solusi sistem Islam dari Allah SWT.
Republik Biang
Keruwetan Dan Kerusakan
Cara
untuk membuktikan bahwa penerapan republiklah yang menjadi penyabab keruwetan
dan kerusakan adalah dengan melihat : asas pijakan republik, sumber hukum
republik, efektivitas aturan yang
lahir dari republik.
Pertama, asas pijakan
republik adalah pemisahan agama dari kehidupan/ sekuler. Menjadikan akal dan
nafsu sebagai pemutus dalam melakukan perbuatan. Jika
sudah begini seorang penguasa akan menjadikan kepentingannya atau kelompoknya
di atas kepentingan rakyat. Dia akan menghalalkan segala cara agar tetap
berkuasa. Penguasa tak lagi takut jika kebijakannya menzhalimi rakyat. Jika nafsu berkuasanya tinggi tapi tidak diikat dengan
keimanan maka yang terjadi seperti hari ini. Suara rakyat dicurangi demi
kepentingan pribadi/Kelompok.
Jadi bohong
jika republik disuarakan "dari rakyat-oleh rakyat-untuk rakyat" fakta
yang ada "dari penguasa/pengusaha-oleh penguasa/pengusaha-untuk
penguasa/pengusaha".
Maka
asas republik bathil dari sudut pandang Islam. Karena dalam Islam, pijakan seorang penguasa harus Islam (aqidah
Islam). Sehingga kebijakannya pro rakyat. Tidak akan berlaku zhalim dan curang.
Dorongan akidah Islam yang kuat akan membuat penguasa merasa selalu diawasi
Allah dan dia memahami akan dimintai penghisaban di akhirat kelak.
Kedua, sumber hukum republik berasal dari akal
dan hawa nafsu manusia. Aturan yang diterapkan buah dari kesepakatan wakil rakyat.
Hukum buatan manusia. Padahal manusia memiliki akal yang jangkauannya terbatas
dan manusia juga dipengaruhi oleh kepentingan hidupnya. Standar benar antar
individu berpotensi berbeda.
Sehingga
aturan yang lahir dari kesepakatan wakil rakyat hanya melihat dari suara
mayoritas. Tanpa memandang apakah itu sesuai dengan syariat Allah atau tidak.
Sekalipun suara mayoritas tadi suatu yang bertentangan dengan syariat Islam tetap akan diambil. Karena mayoritas sudah sepakat. Maka di sini
menambah peluang keberpengaruhan uang dan kepentingan dapat mengendalikan
aturan.
Ketiga, efektivitas aturan republik
terbukti tidak mampu menyelesaikan problem kehidupan. Buktinya adalah
penerapan kebijakan di semua lini
kehidupan masih bermasalah. Dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial,
keamanan, pemerintahan. Dalam hal pemerintahan khususnya pemilu, sudah rahasia
umum setiap penyelenggaraan pemilu dari awal merdeka hingga beberapa waktu lalu
selalu diwarnai politik uang, suap, curang, bahkan kerusuhan antar
parpol-parpol, parpol-rakyat.
Tentu
kita perlu mengkaji apa akar masalah kenapa pemilu di
republik selalu diwarnai kecurangan dan politik uang?
Maka ketika sumber lahirnya aturan-aturan adalah akal manusia, aturan tersebut tidak akan sesuai dengan
kebutuhan dan fitrah manusia.
Akibatnya
adalah aturan tersebut tidak
muncul sebagai problem solver bagi masalah negeri ini.
Republik
sejak awal memberi jalan seseorang untuk menghalalkan segala cara agar mencapai
tujuan. Agama dan keimanan tak digunakan sebagai pengendali dalam perbuatan.
Termasuk curang dan politik uang menjadi halal untuk dilakukan dalam republik.
Apalagi diperparah dengan "republik yang berat di ongkos". Maka
solusinya adalah meninggalkan biang keladi masalah yaitu sistem republik dan
beralih kepada sistem yang berasal dari pencipta seluruh manusia yaitu Allah
SWT.
Jadi
yang menyebabkan pemilu hari ini ruwet, gaduh dan memakan korban adalah
penerapan pemilu dalam kacamata republik. Tentu ini berbeda dengan
pemilu dalam sistem Islam.
Sehingga aktivis perubahan mengetahui akar masalah kecurangan dan ketidakadilan
adalah penerapan sistem republik. Oleh karena itu solusi hakiki untuk
memberantasnya adalah dengan kembali menerapkan syariat Islam.
Republik mengajarkan
jika tidak ada musuh dan kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Jadi, jika
hari ini garang, menentang seluruh keputusan yang dibuat oleh sang rival, esok
hari justru menjadi sahabat dan merestui seluruh keputusan yang dibuat sang
rival, adalah sesuatu yang lumrah saja dalam sistem republik.
Tersebab ber-republik
adalah ajaran manusia yang disandarkan pada hukum yang dibuat manusia
berdasarkan kepentingan.
Sekularis-kapitalis
telah menetapkan bahwa politik tidak peduli halal-haram.
Karenanya, sangatlah
wajar jika hari ini, saat hidup diatur oleh republik sehingga kita selalu latah
dalam ber-republik, selalu menghasilkan kekecewaan demi kekecewaan. Saat figur
yang diharapkan membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, malah
lebur dan hilang ditelan oleh hingar bingar republik yang sangat halusinatif.
Entah sampai kapan
manusia tetap berharap pada republik yang selalu dan senantiasa menorehkan luka
pada banyak manusia yang banyak berharap pada perubahan nasib hidup yang saat
ini dirasakan dan realitasnya sangat sempit.
Karenanya, saatnya
manusia berpikir dan menilai apakah akan tetap menjadi pejuang republik
yang terbukti gagal ataukah akan kembali pada jati dirinya sebagai manusia yang
selalu merasa butuh dan merasa berkewajiban untuk mengambil petunjuk
berdasarkan tuntunan wahyu Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Seluruh keputusan ada
di tangan manusia itu sendiri. Tersebab, melanggengkan republik berarti
melanggengkan pengkhianatan, tidak membawa kebaikan dan jauh dari keberkahan
hidup.
Bacaan: Ayu Mela Yulianti,
SPt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar