Gambaran nyata
republik yang semakin horor dan tak menampakkan cahaya keadilan. Sistem politik
hari ini, mengisyaratkan tidak ada lawan dan kawan sejati namun yang ada ialah
kepentingan sejati. Banyak parpol dan politisi membuktikan mereka ternyata
tidak benar-benar memperhatikan rakyat dan memang itu watak sistem
liberal-sekuler yang berwajah republik yang hari ini diagung-agungkan oleh
banyak orang.
Sedemikian, kekecewaan
akibat politik di alam republik, pertanyaannya, masih mau kecewa? Karena, ini
bukan sekedar orangnya yang rusak namun, sistemnya yang melahirkan hukum-hukum
yang rusak lagi menyengsarakan. Apakah masih mau tersakiti lagi dan lagi?
Bacaan: Dania Puti Rendi
Republik
sudah sejak 1945 menjadi sistem pemerintahan di negeri kita Indonesia. Semboyan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat menjadi politik dasar
kekuasaannya.
Banyak
Negara yang menganut sistem republik, seperti Amerika Serikat, Yunani, dan
lainnya.
Sedang
rakyat tertindas, dan menjadi korban keserakahan para tokoh yang ingin
berkuasa. Sebagai bukti pengadaan Pilpres tahun 2019 ini telah mengurang
anggaran Negara yang sangat besar, mencapai Rp.25,59 triliun, sedang di luar
sana masih banyak rakyat yang kelaparan.
Begitulah
realistis politik republik. Keserakahan berhasil memperbudak mereka para
pecinta kekuasaan, tak peduli menjilat sana-sini, melukai yang lemah,
masing-masing melakukan berbagai intrik tak peduli merugikan siapapun, tak
peduli halal dan haram demi sebuah kursi; demi kekuasaan ada dalam genggaman.
Menyedihkan,
sistem republik melahirkan kebohongan, mereka yang berkata bahwa segalanya
untuk rakyat, namun hanya omong kosong belaka. Faktanya segalanya untuk yang
berkuasa, dan rakyat tak punya kuasa jika tak ada harta. Bukan begitu?
Perjalanan
republik di negeri ini, memberi banyak bukti adanya penelantaran terhadap hak-hak rakyat. Seperti, pangan impor yang
mencekik petani dan rakyat, pemalakan BPJS yang semakin menyakiti rakyat.
Dari segala
problematika yang sudah kita bahas di penjelasan sebelumnya, marilah kita
bercermin pada kepemimpinan Islam yang jauh berbeda dengan kepempinan republik
yang diterapkan di negeri kita ini. Islam dengan dasar aqidah Islam, dan dasar
hukum Al-Qur’an dan Sunnah menjadi satu-satunya sistem
pemerintahan yang berorientasi pada akhirat.
Dalam sistem republik,
istilah “No Free Lunch” menjadi sangat wajar. Ada bayaran untuk setiap
keputusan. Sekalipun dalam keputusan tersebut, rakyat kembali menjadi tumbal
kekuasaan.
Istilah dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat, faktanya hanya omong kosong. Pasalnya, rakyatlah
yang selalu jadi korban janji-janji politik dari para politikus busuk.
Menjelang pemilu,
rakyat dibujuk memenuhi bilik-bilik suara, namun setelah pemilu usai, suara
rakyat dicurangi dan dikhianati dengan sangat nyata. Harapan tentang perubahan
yang diinginkan rakyat, jika bertentanggan dengan harapan Barat (sebagai
punggawa republik) tidak akan pernah mendapatkan legitimasi.
Apa yang terjadi pada
FIS di Aljazair pada awal tahun 1992 yang memenangkan pemilu dengan persentase
yang sangat tinggi, menjadi bukti bahwa pertarungan pemilu dalam republik tidak
akan memberikan jalan berkuasa bagi Islam.
Hal serupa terjadi
pada hamas di Palestina dan Ikhwanul Muslimin di Mesir, mereka berhasil
memenangi pemilu namun hal tersebut tidak akan dibiarkan oleh Barat.
Bahkan di Mesir,
Kemenangan Mohammad Mursi dikudeta oleh militer atas dukungan
Barat. Standar ganda HAM yang digembor-gemborkan barat, bungkam atas
kudeta yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip republik.
Kebobrokan sistem
republik, sejalan dengan figur politikus yang tamak dan rakus harusnya menjadi
pelajaran agar umat Islam menyusun kekuatan tandingan, meneguhkan arah perjuangan politik yang mampu mengantarkan pada
kemenangan Islam.
Khilafah yang memiliki
substansi syariah, ukhuwah dan dakwah akan membawa pada kemenangan Islam yang
hakiki, mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh warga negara baik
muslim maupun non-muslim. Lahirnya peradaban ini akan mengubur peradaban kelam
Kapitalisme-Republik, juga Sosialisme. In syaa
Allah.
Bacaan: Ernadaa Rasyidah
Salah satu upaya yang
dilakukan masyarakat menuju perubahan dalam era republik kapitalisme ini adalah
dengan melaksanakan Pemilu. Melalui pemilu, sistem republik menawarkan kepada
masyarakat jalan perubahan. Dengan jargon "dari-oleh-untuk rakyat",
republik telah membius masyarakat untuk terus berharap akan terjadi
perubahan agar realitas kehidupan mereka semakin baik, terpenuhi seluruh
kebutuhan hidup mengecap manisnya kesejahteraan.
Semakin jelas bahwa
pemilu hanya mampu memberikan ilusi perubahan bukan kenyataan. Pemilu hanya
dijadikan kedok oleh republik untuk menipu dan membodohi rakyat agar terus
berharap.
Para pengusung
republik sering mengklaim bahwa republik menjamin kemakmuran, kesejahteraan dan
keadilan, mampu memberikan garansi kebebasan dan persamaan serta mampu
menawarkan kemajuan peradaban. Faktanya, semuanya dusta belaka.
Kemakmuran,
kesejahteraan dan keadilan yang dijanjikan oleh republik hanya berlaku bagi
segelintir orang yang memiliki kekuasaan dan modal. Republik hanya akan
berpihak pada penguasa dan para para pemilik modal Asing dan Aseng untuk
melanggengkan penjajahan sistemisnya dalam segala aspek (politik, ekonomi
maupun sosbud).
Lebih dari itu,
sejarah telah membuktikan bahwa perubahan melalui republik adalah utopis.
Selama pemilu digelar di Indonesia tidak mampu melahirkan perubahan mendasar
yang terjadi hanya perubahan orang dan rezim. Tidak mampu merubah sistem
politik ke arah yang lebih baik justru membuka peluang masuknya cengkraman
asing melalui lahirnya puluhan UU dari DPR dan pemerintah yang semakin
mengokohkan dominasi Asing dan Aseng untuk menjajah negeri ini.
Fakta ini semakin
menambah bukti bahwa pemilu yang didesain oleh republik hanya untuk memilih dan
mengganti orang-orang yang ada di parlemen dan pemerintahan demi
mempertahankan republik itu sendiri bukan untuk melakukan perubahan.
Perubahan yang harus
di lakukan umat saat ini adalah lahirnya kesadaran bahwa alam republik adalah
sebuah sistem yang rusak dan merusak. Kerusakan yang bersumber dari
ideologi Republik Kapitalis yang memiliki landasan sekulerisme sebagai asas
kehidupan merupakan biang dari segala persoalan hidup.
Bacaan: Mahganipatra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar