Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 28 Februari 2017

Kerjasama Portugis-Spanyol-Munafik Melawan Khilafah Utsmani



Kerjasama Portugis-Spanyol-Sa'di Melawan Utsmani

Setelah Fas kembali berada di tangan orang-orang Sa'di, maka muncullah Muhammad Syaikh sebagai musuh yang begitu membenci pemerintahan Utsmani dan menjadi orang yang paling gencar melawan usaha-usaha perluasan kekuasaan Utsmani di negeri Maghrib. Bahkan lebih jauh dari itu, setelah dia berkuasa di Fas, dia mengumumkan bahwa dia bertekad pergi ke Aljazair untuk menggempur pasukan Utsmani. Perseteruan antara Sa'di dan Utsmani di wilayah Afrika Utara ini, bahkan terhadap Khilafah Islamiyah, sangat menguntungkan Spanyol. Maka tidak aneh jika setelah itu kita melihat, kaum As Sa'di melakukan persekutuan dengan Spanyol untuk melawan pemerintahan Utsmani. (Tarikh fil-Daulah AI-Sa'diyyah, Abdul Karim Karim, hlm. 83.)

Raja jean III mengirim surat pada penguasa Mazakan Calvolo sebagai balasan atas permintaan yang diajukan oleh Muhammad Syaikh, baik ke Madrid ataupun ke Lisabon yang meminta bantuan tentara untuk melawan pasukan Utsmani. Dalam surat ini dengan tegas disebutkan beberapa syarat yang dianggap penting oleh Portugis sebelum memberikan bantuan kepada Bani Sa'di. Untuk bisa mendapatkan bantuan militer Portugis, maka sebagian markas di laut Maghrib seperti Badis, Binyun, dan Araisy harus diserahkan kepada Portugis. Ditambah dengan kewajiban pemerintahan Sa'di untuk memberikan bantuan logistik kepada pasukan Nasrani untuk membantu keperluan mereka. Pada akhir surat itu, jean III menyebutkan pentingnya informasi yang harus diberikan pada Kaisar Spanyol tentang masalah itu agar terjadi koordinasi dalam melakukan aksi bersama melawan pasukan Utsmani. Sebagai hasilnya diadakanlah perjanjian antara orang-orang Portugis dan Bani Sa'di dengan perantara penguasa Mazakan. Perjanjian itu akan berlangsung selama 6 bulan. la terjadi pada awal tahun 962 H/ 1555 M. Kesepakatan ini berlaku efektif selama beberapa lama.

Jika penguasa Mazakan adalah orang yang berperan menjadi penghubung Portugis dengan Bani Sa'di, maka Mizwar bin Ghanam adalah orang yang ditugaskan oleh Muhammad Syaikh untuk menjadi penghubung antara dirinya dengan penguasa Spanyol. Surat pertama yang dia kirim adalah surat yang dikirimkan kepada penguasa Wahran, Comte De Couden, pada bulan Rabiul Awal 963 H/ januari 1555 M. Mizwar memberitahukan pada penguasa Wahran itu, bahwa surat-surat yang dia kirimkan telah sampai dan telah diberitahukan kepada Muhammad Syaikh dan anaknya Abdullah. Keduanya menyatakan rasa gembiranya atas datangnya delegasi Spanyol untuk mengadakan perundingan dengannya. Penguasa Wahran sendiri telah mengirimkan tiga orang utusan untuk menjalin kesepakatan dengan Muhammad Syaikh berkaitan dengan rencana pengiriman pasukan gabungan antara Spanyol dan Maghrib, melawan pemerintahan Utsmani. (Tarikh fil-Daulah AI-Sa'diyyah, Abdul Karim Karim, hlm. 83-8.)

Dalam laporan kepada penguasa Wahran, Comte, yang disampaikan ketua delegasi yang bertugas mengatur pertemuan itu disebutkan: "Setelah kami berikan surat-surat itu, Raja Sa'di meminta kami agar mengatakan kepadanya secara lisan tentang sebab utama kedatangan dan tujuan mereka ke Fas. Kami datang demi memenuhi permintaan Maula Abdullah dan komandan Manshur bin Ghanam, di mana dia meminta pada penguasa Wahran untuk mengirimkan beberapa utusan untuk mengadakan perundingan tentang masalah Aljazair.

Syarif memberi jawaban pada kami bahwa dia masih dalam pemikiran lamanya, dan berencana mengusir orang-orang Utsmani dari Wilayah-wilayah Afrika yang kini berada di bawah kendalinya. Oleh sebab itulah dia meminta pada yang mulia Kaisar, untuk memberi bantuan 10.000 pasukan bersenjata dengan menggunakan senjata api. Dia (Syarif) melihat bahwa semua urusan logistik bagi para pasukan itu sepantasnya ditanggung oleh pihak Kaisar; karena pengusiran orang-orang Utsmani akan sangat banyak menguntungkan Kekaisaran Spanyol dan orang-orang Nasrani secara keseluruhan... Perbincangan kami berlangsung lama, dan akhirnya komandan Barshamidah memberitahu kami bahwa Syarif telah menyimpan banyak harta yang dia persiapkan untuk menggempur pasukan Utsmani. Dia akan sangat senang jika Kaisar membantunya dalam hal ini. Dan yang paling penting dalam masalah ini adalah sesuatu yang sangat mendesak...!

Tatkala disebutkan Aljazair, lalu apa yang bisa kami lakukan setelah pendudukannya? Maka pendapat Raja Sa'di adalah menghancurkan kota itu berkeping-keping. Sedangkan harta penduduknya akan diambil secara keseluruhan. jika mereka menolak, mereka akan dibunuh. Raja Sa'di menolak menjadikan penduduk Aljazair sebagai budak orang-orang Nasrani. Delegasi itu menyebutkan bahwa orang-orang Turki adalah orang-orang asing di negeri mereka. Mereka adalah musuh-musuh, maka sudah sepantasnya jika diperlakukan sebagai musuh. Sedangkan orang-orang Arab sangat mungkin diberi kebebasan, jika mereka menyerah tanpa perlawanan. (Harb Al-Tsalatsah Mi'ah, hlm. 61-62.)

Dari uraian di atas menjadi jelas bagi kita, bagaimana kebencian Sa'di terhadap orang-orang Utsmani sehingga membuat mereka tanpa segan-segan meminta bantuan kekuatan orang-orang Nasrani Spanyol dan Portugis, demi memenuhi ambisi pribadinya, walaupun hal itu mengorbankan akidah Islam dan kepentingan kaum muslimin secara keseluruhan.

Sebagai hasil dari laporan itu, maka Comte De Couden, penguasa Wahran, mengirimkan satu surat kepada Philip, putra Kaisar Charles yang berbunyi demikian: "Merupakan kewajiban bagi kita semua untuk merasa sangat bahagia, tatkala Perancis musuh kita dengan segala daya-upayanya berusaha menjalin hubungan dengan pemerintahan Utsmani, hingga dengannya dia mampu menggempur kebesaran Kaisar. Kita wajib merasa gembira karena seorang Raja Arab menawarkan pada kita untuk menggempur orang-orang Utsmani di Aljazair; memerangi dan mengusir mereka dari bumi yang kini menjadi jajahan mereka di Afrika. Ini bisa dilakukan jika kita mengirimkan padanya 12.000 pasukan Spanyol yang akan menjadi tanggung jawabnya. Syarif Sa'di juga berjanji, jika kesepakatan telah disetujui, dia meminta kepada saya untuk mengirimkan salah seorang anak saya untuk menjadi jaminan dan meminta agar segera menyiapkan harta yang dibutuhkan untuk melakukan serangan ini. Karena hal ini akan membawa kita pada kebaikan yang besar, maka sudah seharusnya yang mulia dan orang-orang Nasrani secara keseluruhan menerima permintaan itu. Dan saya sendiri tidak ragu-ragu untuk menerima permintaan Syarif itu dan akan saya kirimkan anak saya sebagai jaminan, sekalipun saya sangat yakin bahwa dia akan membunuh anak saya itu. Bahkan saya sendiri dan orang-orang yang berada bersama saya sudah sangat siap untuk menjadikan diri kami semua sebagai jaminan, bahkan sekalipun jika Syarif menginginkan kami untuk dijual...” (Harb Al-Tsalatsah Mi'ah, hlm. 364-365.)

Mata-mata Utsmani Menyingkap Konspirasi

Gubernur Saleh Rayis menangkap konspirasi yang dirajut Raja Maghrib dan Spanyol untuk melawan pemerintahan Khilafah Utsmani, yang tujuannya adalah untuk mengusir orang-orang Utsmani dari Aljazair. Sebab sepanjang pemerintahan Utsmani masih berada di Aljazair, maka itu berarti sebagai ancaman terhadap Spanyol. Menindaklanjuti hal ini, Saleh Rayis mengirimkan utusan kepada Sutan Sulaiman dan mengabarkan tentang adanya konspirasi tersebut. Sultan Sulaiman menanggapi dengan sangat cepat dan bermaksud segera menggempur Wahran, sebelum kesepakatan antara kedua belah pihak diaplikasikan di lapangan. Untuk itu, Sultan Sulaiman segera mengirimkan 40 kapal yang akan mendukung serangan dan menguasai Wahran dan Marsi Besar. Sejak itulah terjadi eksodus besar-besaran dan gerakan militer sukarela dari seluruh negeri Turki. Mereka tidak lain adalah pasukan Wajaq (sebutan untuk pasukan Turki). Pasukan ini terus datang secara bersambung, demi menerjuni jihad Fi Sabilillah. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, hlm. 81.)

Wafatnya Saleh Rayis

Saleh Rayis bersiap-siap untuk menaklukkan Wahran dan dia menggabungkan armadanya dengan armada Sultan Utsmani. Pasukan gabungan ini berjumlah 70 kapal dengan jumlah pasukan kurang lebih 40.000 personil. Dia berencana, setelah serangannya itu, dia akan melanjutkan perjalanan ke Marakisy untuk membasmi semua gejolak dan gonjang-gonjang di sana, dan menjadikan wilayah itu berada di bawah kekuasaan Sultan. Namun takdir berbicara lain. Saleh Rayis wafat karena dilanda penyakit tha'un (penyakit menular) pada bulan Rajab 963 H /1556 M. Saat itu umurnya menjelang 70 tahun. (Tarikh Al-jazair Al-'Aam, Al-jallali, hlm. 3 / 88-89.)

Sesungguhnya pemerintahan Utsmani selalu berusaha menjadikan wilayah Maghrib menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya dan berdiri bersama-sama dalam satu barisan, dalam rangka menghadapi orang-orang Nasrani. Sebab kestabilannya di pesisir pantai yang membentang di ujung Maghrib di Lautan Atlantik, pada hakikatnya juga akan merupakan keberhasilan dan sarana ampuh armada Utsmani untuk menghambat jalur darat pasukan Portugis dan Spanyol ke Dunia Timur. Dari sini kita melihat bahwa, keberhasilan pemikiran ini akan sangat bergantung pada sampainya pasukan Utsmani ke pesisir itu untuk bergabung dengan kaum mujahidin yang telah sekian lama berjuang di bawah beberapa pangeran di Laut Besar, seperti Khairuddin dan 'Uruj Barbarosa, serta Saleh Rayis. (Shira 'Al-Muslimin Ma'a AIa BurtoghaIiyin fil Bahr Al-Ahmar, hlm. 345.)

Komandan pasukan Yahya menyempurnakan semua rencana besar Saleh Rayis. Dia segera berlayar menuju Wahran. Di tengah perjalanan, sampailah perintah dari pihak khilafah tentang pengangkatan Hasan Qurshu sebagai penguasa Aljazair. Pasukan laut dan darat sampai di Wahran dan segera melakukan pengepungan sangat sengit. Hanya saja, Wahran tidak bisa ditaklukkan, walaupun pasukan Utsmani telah mempersiapkan pasukan besar. Kegagalan penaklukan Wahran ini disebabkan adanya bantuan yang datang terus-menerus dari pemerintah Spanyol ke kota yang sedang terkepung tersebut. (Harb AI-Tsalatsah Mi’ah Sanah, hlm. 366-367.)


Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----




Senin, 27 Februari 2017

Pengangkatan Gubernur Khilafah Utsmani Untuk Tegakkan Syariah Islam



Surat Resmi Sultan Utsmani tentang Pengangkatan Saleh Rayis

Sultan Sulaiman Qanuni menulis surat kepada Penguasa Fas, Muhammad Al Sa'di. Isinya antara lain sebagai berikut:

"lni utusan kami dari yang mulia Sultan Utsmani, membawa surat dari yang mulia dan tinggi, yang masih memiliki wibawa dan ditaati berkat karunia Allah yang Maha Kuasa, dan perlindungan yang Maha Melindungi. Kami tuliskan surat ini kepada yang mulia, yang terhormat, yang sempurna dan mendapatkan petunjuk, yang adil, yang memiliki kemauan keras, yang berasal dari silsilah keturunan Hasyimi, sebagai cabang dari pohon mulia yaitu pohon kenabian, dari asal keturunan yang tinggi yang diliputi oleh kelembutan Ilahi. Yang terhormat Penguasa Fas, Muhammad. Semoga ketinggian selalu mengiringinya dan semoga kemuliaan selalu menyertainya.

Bersama ini, kami kirimkan perwakilan kami ini ke hadapan Tuan yang mulia yang kami khususkan untuk mengucapkan salam kami dengan kesempurnaan cinta yang diikuti dengan salam dan keberkahan, dan dikuatkan dengan harumnya hubungan kasih dengan salam-salam yang indah... Wa Ba'du.

Sesungguhnya kekuasaan Allah telah tampak dan kehendak-Nya begitu agung. Sejak Dia menjadikan kami penguasa dalam sebuah pemerintahan besar yang kami tunggangi kuda-kudanya, dan nikmat yang begitu banyak yang kami tarik ekor-ekornya, dan kekuasaan yang menyebar ke mana-mana laksana matahari menyebarkan sinarnya, dan kebahagiaan yang merayap laksana bulan saat bersinar terang. Dia telah beri kekhususan bagi kami dengan sebuah Khilafah yang mulia. Keimanan di sana selalu mendapatkan pertolongan. Allah telah beri kepada kami kekuasaan yang dengannya menjadikan Islam tegak berdiri. Maka tidak ada lagi keraguan bagi kami, kecuali harus mensyukuri semua karunia besar dan kenikmatan yang melimpah itu. Semua ini merupakan karunia Allah yang Dia karuniakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Adalah menjadi tradisi kami untuk senantiasa memperhatikan dan melaksanakan syariah dan mentaati penghulu manusia-manusia Salaf, yaitu Nabi Muhammad Saw. dan semua sahabatnya. Adalah kewajiban kami untuk memadamkan semua api kekafiran dan tindakan yang melampaui batas. Adalah kewajiban kami untuk menekuk semua kezhaliman dan permusuhan, serta menebarkan keadilan dan kebaikan...

Maka kami berikan wilayah Aljazair kepada orang yang sangat dihormati, pemilik kemuliaan dan keagungan, yang dilindungi oleh Raja Yang Maha Tinggi (maksudnya Allah), Saleh Pasya yang kami terima dengan baik karena memiliki keberanian yang tiada tanding, juga memiliki kesempurnaan agama. Kami serahkan negeri itu padanya dan kami perintahkan dia untuk menegakkan syariah yang kokoh, menghormati penghulu para Rasul, melindungi rakyat dan manusia secara umum yang merupakan titipan Allah. Kami perintahkan dia untuk selalu dekat dengan orang-orang yang peduli terhadap Islam dalam kesatuan yang sempurna dan kesepakatan yang demikian indah. Kami minta dia selalu serius mengurusi segala hal yang berurusan dengan pemerintahan dan agama. Kami perintahkan dia untuk menegakkan aturan pemerintahan kami yang teratur, selalu siap siaga untuk melakukan perlawanan terhadap siapa saja yang merongrong agama. Kami perintahkan dia untuk membungkam manusia-manusia kafir pembuat keonaran dan penyebab ketidaktenangan.

Sesungguhnya tujuan kami yang utama adalah menghidupkan semua syiar-syiar Islam dan memadamkan aksi-aksi orang-orang kafir yang membangkang. Tujuan itu bisa dilakukan dengan bersatunya para pemimpin Islam dan mereka yang mendapat amanah untuk menegakkan syariah atas manusia. Dengannya semua aturan akan berjalan dengan mulus dan tenang. Dan jejaknya tidak akan hilang hanya dalam hitungan bulan dan tahun. Kami juga perintahkan dia (Saleh Rayis) untuk melihat kondisi kaum muslimin dengan pandangan penuh rahmat dan kasih. Hendaknya dia melihat mereka dengan pandangan keadilan dan keindahan perilaku, agar pemerintahannya berjalan adil, damai, dan tenang; tidak ditimpa rasa cemas dan kesedihan.

Kami katakan, tidak ada jalan (bagi Muhammad As Sa'di), kecuali engkau harus melakukan hubungan baik dengan tetangga dan menapak jalan yang baik dalam berinteraksi dengan manusia, karena engkau adalah keturunan penghulu para Rasul, dan cucu penghulu manusia paling terpilih. Kami telah mendengar sikap adil dan tidak memihak yang Anda lakukan. Kami dengan kesempurnaan takwa dan sifat-sifat yang sempurna yang Anda miliki. Oleh sebab itulah kami menulis surat kepadamu dengan harapan semoga isinya mampu membangkitkan kecintaan menuju puncaknya. Kami harap engkau memberikan kabar tentang kesehatanmu kepada kami...” (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 364.) Surat ini ditulis pada awal-awal bulan Muharram tahun 959 H/Januari 1552 M di Adrianopel.

Sultan Sulaiman Qanuni juga mengirim surat yang lain pada penguasa Maghrib, Muhammad Syaikh Al-Sa'di, di mana dia memberikan kepadanya tiga pakaian kebesaran. Dalam surat itu Sultan Sulaiman menulis:

“Ini adalah utusan kami...dan seterusnya. Kami tuliskan untuk Anda yang mulia penguasa Maghribi, Syarif Muhammad...Ucapan khusus kami, semoga persahabatan dan kecintaan kita selalu terbangun dengan indah. Dan semoga salam yang harum akan berada bersama kita. Wa ba'du.

Sesungguhnya kekuasaan Allah telah tampak dan kehendak-Nya demikian agung. Sejak Dia menjadikan kami penguasa dalam sebuah pemerintahan yang besar yang kami tunggangi kuda-kudanya, dan nikmat yang begitu banyak yang kami tarik ekor-ekornya, dan kekuasaan yang menyebar ke mana-mana laksana matahari yang menyebarkan sinarnya.

Kami senantiasa berjalan di atas Sunnah penghulu manusia-manusia terdahulu dan yang akan datang (maksudnya Sunnah Nabi Muhammad). Kami akan selalu menjadi orang-orang yang melindungi agama, yang akan berjuang melawan orang-orang yang kafir pembangkang. Sedangkan engkau adalah salah satu dari anak-cucu penghulu para Rasul, pemimpin yang agung Saw. Kami telah mendengar tentang kebaikanmu, kesempurnaan agamamu, serta keikhlasan semua pekerjaanmu, bersihnya jalan hidupmu, serta perjuanganmu bersama-sama kaum muslimin untuk membungkam musuh-musuh agama Allah. Oleh sebab itulah kami haturkan salam padamu dan kami kirimkan untukmu dan untuk kedua orangtuamu pakaian kebesaran. Dengan harapan semoga ini akan menjadi penyambung rasa cinta dan menjadi perajut kasih di antara kita. Kami berdoa semoga kami menjadi orang-orang muslim yang baik dan pelindung agama Rasulullah pada masa-masa pemerintahan kami yang adil dalam bentuknya yang sangat menyenangkan. Dalam keadaan aman dan tenang tidak ada kecemasan dan kesedihan. insya Allah...” (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 365.)

Sultan Utsmani juga mengirimkan surat resmi pengangkatan Saleh Rayis sebagai penguasa Aljazair kepada para ulama, fuqaha dan rakyat Aljazair. Dalam surat itu dia menulis:

"inilah surat keputusan kami... Kami kirimkan kepada semua ulama, fudhala’, fukaha, para imam dan khatib, semua komandan, serta semua rakyat Aljazair. Kami perlu beritahukan bahwa pemerintahan kami yang mulia telah menganugerahkan kekuasaan kepada orang yang kami percaya dan orang yang kami anggap sebagai pendukung pemerintahan kami, pemimpin yang mulia,.... Saleh Pasya. Dia kami terima dengan lapang dada karena keberaniannya serta kekuatannya. kekokohannya dalam memegang prinsip. Karena ia memiliki perjalanan hidup yang bersih lahir batin, maka kami serahkan wilayah itu untuknya. Kami perintahkan dia untuk menghidupkan semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Dan kami perintahkan dia untuk melindungi rakyat yang merupakan titipan Allah. Kami perintahkan dia untuk menjaga perbatasan dan mencegah semua kondisi di luar kewajaran. Dengan harapan semoga semua kaum muslimin di masa pemerintahan kami yang adil, berada dalam ketenangan dan diliputi rasa aman, tidak ada rasa takut dan cemas yang meliputi jiwa mereka.

Maka kami harapkan hendaknya kalian berjalan bersama dengan pemimpin yang telah kami sebutkan. Kami bertujuan ingin menegakkan semua Syariah Allah yang lurus serta menghidupkan syiar-syiar Islam dan berjalan di atas jalan penghulu manusia (Sunnah Nabi). Menjaga rakyat dan melindungi negeri kami serta membungkam orang-orang kafir. Semoga Allah memberikan kita taufik dengan semua karunia-Nya, dan menjadikan pengangkatan sebagai hujjah." (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 366.) Surat ini ditulis pada awal-awal Muharram tahun 909 H /Januari tahun 1552 M.
 

Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----




Minggu, 26 Februari 2017

Sosok Mujahid Khilafah Utsmani HASAN KHAIRUDDIN BARBAROSA



MUJAHID HASAN KHAIRUDDIN BARBAROSA

SEJAK kedatangannya ke Aljazair, Hasan bin Khairuddin langsung melakukan persiapan jihad untuk menghadapi pasukan Nasrani. Dia segera membangun benteng yang memagari Kota Aljazair. Pembangunan benteng dilakukan pada wilayah-wilayah yang sering lemah ketika mendapat serangan dari Charles V. Pada saat yang sama, dia menertibkan administrasi pemerintahan dan melakukan konsolidasi pasukan. Setelah itu dia memusatkan perhatian untuk menyelesaikan masalah Tilmisan. Dia memandang, keberadaan Zayyaniyah dan orang-orang Spanyol di Wahran bisa menjadi penghambat dalam menyelesaikan masalah Tilmisan. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, Muhammad Iqbal Paris, hlm. 38, 39.)

Abu Zayyan Ahmad II penguasa Tilmisan, menjadi penguasa atas dukungan pemerintahan Utsmani. Namun tidak berselang lama setelah berkuasa, dia tunduk kepada konspirasi eksternal dan ikut hanyut menjadi pendukung musuh ketika dia berusaha menjalin koalisi dengan Spanyol. Tak ayal, pengkhianatan itu membuat Abu Zayyan dibenci seluruh keluarga dan kerabatnya. Mereka sepakat untuk mencopot Abu Zayyan dari tampuk kekuasaan. Setelah itu, mereka membaiat seorang saudara Ahmad II yang bernama Al-Hasan.

Mendapatkan perilaku tak mengenakkan, Abu Zayyan pergi ke Wahran untuk meminta bantuan Spanyol. Dia mengucapkan janji, menyatakan kesiapan, dan memberikan loyalitas kepada Spanyol. Penguasa Spanyol di Wahran menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Mereka segera mempersiapkan pasukan. Di dalamnya tergabung pasukan yang tunduk kepada Spanyol seperti Bani 'Amir, Fulaitah, dan Banu Rasyid. Mereka dipimpin seorang komandan yang bernama Al-Manshur bin Bughanam. Mereka bergerak menuju Tilmisan untuk menyingkirkan Al-Hasan dan mengembalikan Abu Zayyan ke kursi kekuasaan. Setelah Hasan bin Khairuddin mengetahui geliat kekuatan Spanyol, dia bertindak cepat. Dia segera bergerak memimpin pasukan ke Tilmisan untuk mencegah datangnya orang-orang itu ke sasaran mereka. Hasan Khairuddin mampu melakukan tugas itu dengan baik. Dia memberikan bantuan kepada Raja Al-Hasan di Tilmisan. (AI-Jazair Wal HamIaat AI-Shalibiyyah, hlm. 21-22.)

Raja Hasan adalah Raja Tilmisan yang mengakui kekuasaan pemerintahan Utsmani. Sedangkan Hasan bin Khairuddin Pasya meninggalkan pasukan Utsmani di bawah pimpinan Muhammad di benteng Misywar di Tilmisan. Hanya saja pengaruh pemerintahan Utsmani selalu digoyang dari luar Tilmisan, karena adanya tekanan dari beberapa kabilah yang berbatasan dengan Tilmisan yang dipimpin oleh Al-Mizwar bin Ghanam yang ingin memberikan bantuan kepada suami anaknya, pangeran Ahmad Il, sekutu Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 329.)

Pemerintahan Utsmani membantu Sultan Syarif Al-Sa'di dengan mengirimkan 20.000 tentara. Pasukan itu dipersiapkan untuk membantunya dan sekaligus mendorong untuk membuat kapal-kapal perang dalam usaha mengalahkan Spanyol. Al Sa'di setuju atas usulan itu dan dia menjamin semua ongkos dan kebutuhan mereka. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 330.)

Sa'di berhasil mengakhiri pemerintahan Waththasi. Ini membuat Spanyol ketar-ketir akan adanya serangan dari pasukan gabungan Utsmani dan Al Sa'di. Maka mereka pun melakukan penertiban di Malilah, dan melakukan pengecekan keamanan di Jabal Thariq (Gibraltar) dan Qadisy dan tempat-tempat lain sebagai tindakan usaha untuk jaga-jaga.

Awalnya orang-orang Sa'di tampak sebagai manusia-manusia yang berhasil membebaskan Maghrib dari cengkraman kekuatan Nasrani. Oleh sebab itulah, pemerintahannya mendapatkan dukungan dari kaum muslimin. Dalam pandangan masyarakat, apa yang dilakukan Sa'di dianggap sebagai jihad. Pemerintahan Utsmani juga memberikan bantuan tidak kecil untuk merealisasikan tujuan mereka. Setelah itu ditawarkan pada mereka untuk merebut kembali Andalusia. Namun sayang, setelah negeri Maghrib berada di dalam kekuasaanya dan pemerintahan Waththasi berakhir, Sa'di memalingkan pandangan ke Tilmisan dan mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk mengakhiri pemerintahan Utsmani di sana. Tatkala pemerintahan Utsmani merasakan gelagat tak sehat, keserakahan dan pengkhianatan Sa'di terhadap cita-cita Islam, maka mereka segera mengirimkan pasukan untuk mengusir pasukan Sa'di ke negeri asalnya. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy,hlm.334.)

Kaum mujahidin di Afrika Utara terus berpatroli di semua wilayah Barat Laut Tengah. Mereka terus melakukan operasi laut yang membuat para pedagang dan kapal-kapal yang berlayar antar Spanyol-Italia amat terancam. Pasukan mujahidin mampu menguasai sebagian wilayah Laut Tengah dari para pemiliknya yang membentang antara Sardiniya sampai tepian pantai Afrika. Tidak ada kesempatan bagi Charles V untuk mempertahankan jalur-jalur laut dalam melawan Istanbul yang sejak lama melakukan pengepungan, sebagaimana ia juga tidak mampu memberikan maslahat langsung terhadap Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.356)

Akhir Kehidupan Hasan Khairuddin Barbarosa

Khairuddin terus melakukan tugasnya dalam memimpin armada pasukan Utsmani dan berhasil menorehkan kemenangan-kemenangan spektakuler, yang mampu menggoncangkan benua Eropa secara keseluruhan. Khairuddin menjadikan kota Marseille sebagai pos komando dan basis armadanya. Di Marseille ini, Khairuddin dan pasukannya menjual hasil rampasan perang yang mereka bawa dari Spanyol, sebagaimana ia juga menjual para budak laki-laki dan perempuan di tempat itu. Orang-orang Perancis membeli mereka dan mendapatkan keuntungan banyak. Setelah itu, mereka juga menjualnya kepada orang-orang Yahudi Livorno di italia. Dan sesuai peranannya, selanjutnya mereka mengembalikan para budak tawanan itu ke Charles V dan mendapatkan keuntungan yang terbayangkan.

Khairuddin membawa pasukannya untuk menggempur Nice dan mengusir pimpinannya Duke Savo, serta mengembalikan wilayah itu kepada pemerintahan Perancis. Setelah itu Khairuddin dan armadanya tinggal di kota Touloun, yang ia jadikan sebagai basis kekuatan armada laut gabungan setelah ditinggalkan oleh sebagian besar penduduknya atas perintah Raja Perancis dan membiarkan kota itu berada di tangan kaum muslimin. Maka mulailah provokasi menggema di seantero benua Eropa untuk melawan kaum muslimin. Seruan untuk melawan kaum muslimin ini dikomandani Spanyol dan orang-orang Nasrani ekstrem. Mereka melakukan semua propaganda tersebut di luar batas kewajaran. Khairuddin tinggal di kota Touloun hingga tahun 1544 M.

Charles V saat itu sedang melakukan serbuan ke wilayah Timur Laut Perancis dan dia mengalami kekalahan di dekat tembok Syatutery. (Khairuddin Barbarosa, Al-'Asali, hlm. 166.) Dia pun terpaksa harus melarikan diri ke Jerman, di mana di sana sedang terjadi pemberontakan antara orang-orang Protestan melawan Katholik secara umum, dan melawan dirinya secara khusus. Pemberontakan ini berpengaruh luas. Melihat pamornya melorot tajam akibat kekalahan di depan pasukan Aljazair, Charles terpaksa melakukan kesepakatan kembali dengan Raja Perancis pada bulan September tahun 1544 M di kota Crasbe de Palo.

Dampak kesepakatan ini, Hasan Khairuddin dan pasukannya segera meninggalkan kota Touloun dan kembali ke ibukota Istanbul. Karena peperangan antara orang-orang Spanyol dengan kaum muslimin terus berkobar, maka dalam perjalanan pulang pun Khairuddin terus memimpin pasukan di medan perang. Dia berhenti di depan Kota Genoa. Kedatangannya membuat pembesar-pembesar di kota itu gentar. Hingga mereka segera mengirimkan beberapa utusan dengan membawa sejumlah hadiah yang sangat bernilai, sebagai bentuk timbal balik sekaligus permohonan, agar pasukan Khairuddin tidak menyerang kota itu. Khairuddin melanjutkan perjalanan hingga sampai ke Pulau Elbe yang saat itu berada di bawah kekuasaan Spanyol -yang di kemudian hari menjadi tempat pembuangan Napoleon Bonaparte. Khairuddin menduduki kota Elbe dan berhasil mengambil rampasan perang. Selain itu Khairuddin juga berhasil menduduki beberapa kota pesisir, di antaranya adalah Kota Lebrija. Setelah itu dia kembali ke ibukota dengan kapal yang dipenuhi dengan rampasan perang. Dia diterima di ibukota laksana penerimaan seorang ibu terhadap anaknya yang baik dan berbakti.

Hasan Khairuddin tak lama hidup setelah itu. Dia segera kembali ke haribaan Rabb-nya. Sebelumnya sang teman dalam berjihad, Hasan Pasya Ath-Thusi telah lebih dahulu menghadap Rabb-nya pada tahun 1544 M. Dengan meninggalnya Khairuddin, tenggelamlah sang bintang di langit kaum muslimin yang sebelumnya bersinar begitu terang di daratan maupun lautan. Sejarah gemilang kemudian tak dihiasi lagi dengan lembaran-lembaran jihad di jalan Allah. Kini ia menunggu satu hentakan baru.

Khairuddin telah memimpin perang keimanan dan telah berhasil menorehkan berbagai kemenangan besar. Dia dikenal sebagai sosok yang ikhlas dan tidak pernah membanggakan diri. Dirinya selalu siap berkorban, jujur, dan sangat pemberani dalam berbagai bidang. Sejarah mencatat bagi kita bagaimana dia menjawab surat yang ditulis oleh Charles Quint yang berbunyi: "Hendaknya kamu jangan lupa bahwa orang-orang Spanyol tidak akan pernah melakukan pengkhianatan dalam perang, dan mereka telah membunuh dua saudaranya, 'Uruj dan Ilyas. Maka jika dia memaksakan diri datang dengan membawa kepalanya, maka ketahuilah bahwa nasibnya akan sama dengan nasib kedua saudaranya."

Khairuddin menjawab: "Kau akan lihat besok, dan ketahuilah esok hari itu tidaklah lama. Kau akan lihat mayat-mayat tentara-tentaramu beterbangan dan kapal-kapalmu akan tenggelam. Sedangkan komandan-komandan perangmu akan kembali padamu dengan muka pucat pasi setelah menerima getirnya kekalahan." Tatkala Charles V mengepung Aljazair setelah kematian saudaranya 'Uruj Barbarosa, maka Khairuddin dengan penuh semangat dan tekad keluar menemui pasukannya sambil membacakan firman Allah,

]يا أيُّها الّذينَ آمَنوا إنْ تَÙ†ْصُروا اللهَ ÙŠَÙ†ْصُرْÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙŠُØ«َبِّتْ أقْدامَÙƒُÙ…ْ[

"Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. ” (Muhammad: 7)

Dia pun berangkat ke medan laga bersama pasukannya sambil terus mengobarkan semangat jihad. Ungkapannya yang terkenal: "Sesungguhnya kaum muslimin di Barat maupun di Timur semuanya mendoakan, semoga kalian mendapatkan taufik. Sebab kemenangan kalian dan penghancuran kalian atas pasukan Salibis akan mengangkat nama kaum muslimin dan nama Islam.” (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 170-1.) Semua yang mendengar apa yang diucapkan oleh Khairuddin segera meneriakkan takbir, Allahu Akbar. Secepat kilat mereka menyerbu pasukan Spanyol dan berhasil menghancurkan mereka. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 171.)

Sesungguhnya gambaran ini tidak jauh berbeda, dalam bentuk maupun substansinya, di setiap perjuangan para pemimpin mujahidin di jalan Allah dan orang-orang yang keluar dari negeri mereka dengan membawa risalah Islam ke seluruh pelosok negeri. Namun kondisi umum saat itu tidak sama dengan kondisi yang terjadi pada saat terjadinya penaklukkan. Saat itu kelemahan telah mulai menjalar di dalam hati kaum muslimin dan pemerintahannya. Sebelumnya mereka berada di bawah satu komando yang tidak memungkinkan bagi musuh internal untuk menampakkan diri atau melakukan usaha-usaha konspirasi untuk mempengaruhi kebijakan umum. Namun kini kondisinya jauh berbeda. Banyak di antara yang memegang posisi-posisi strategis memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan kebijakan yang banyak membawa marabahaya bagi warga negaranya dan saudara seiman.

Sangat tidak mungkin kesuksesan bisa dicapai dalam kondisi seperti ini, jika tidak ada seorang pemimpin yang memiliki kapasitas mampu mengendalikan strategi perang dalam setiap fase sulit yang dilaluinya. Saat itu memang sudah tersedia tiga faktor pendukung yang bisa mengantarkan kepada kemenangan, yaitu: (1) Warga negara yang memiliki mental mujahid di jalan Allah; (2) Penerapan taktik perang yang cerdas dan sesuai dengan Islam; dan (3) adanya pemimpin yang memiliki kemampuan memadai.

Oleh sebab itulah, penduduk Aljazair mampu memenangkan setiap peperangan, dan dengan itu pula Hasan Khairuddin meraih kemenangan. Maka kisah penduduk Aljazair dan Khairuddin yang saat itu berada di bawah kekuasaan pemerintahan Utsmani, ditulis namanya dalam lembaran sejarah yang gemilang. Hasan Khairuddin tidak mungkin memetik kemenangan andaikata tidak mendapat dukungan dari rakyat Aljzair yang bermental mujahid. Demikian pula rakyat Aljazair tidak akan sampai kepada tujuan mereka, andaikata di sana tidak ada komandan yang mumpuni dalam memimpin perang. Khairuddin telah berusaha keras untuk menjadikan Aljazair diperhitungkan dalam sejarah.

Khairuddin kembali menghadap Rabbnya dengan rela dan diridhai. Namanya akan terus dikenang. Kaum muslimin akan selalu mengenang lembaran-lembaran emas kisah heroiknya dalam pembelaan Ummat. Hal itu lahir dari akidah yang tulus, prinsip-prinsip jihad yang murni, serta nilai-nilai syariat di jalan Allah. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.172.)
 

Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----




Sabtu, 25 Februari 2017

MUJAHID AGUNG KHILAFAH UTSMANI HASAN AGHA AT-THUSYI



SOSOK MUJAHID AGUNG HASAN AGHA AT-THUSYI

KHAIRUDDIN BARBAROSA telah melakukan tugas besar sebagai panglima armada laut pemerintahan Khilafah Utsmani di Laut Tengah. Sedangkan Hasan Agha At-Thusyi melakukan tugas sebagai wakil Khairuddin di Aljazair untuk menumpas semua perompak asal Eropa. Dia mendapat tantangan sangat besar dalam mengemban tugas-tugas itu. Dia menjadi sosok mujahid lslam yang sangat menonjol dalam membela negeri Islam di wilayah Afrika Utara. Aljazair akhirnya menjadi wilayah yang disegani, sehingga orang-orang Nasrani harus meminta pertolongan kepada Kaisar Charles V untuk menghadapi Aljazair.

Charles V berusaha menjalin kesepakatan rahasia dengan Khairuddin pada tahun 945 H / 1539 M. Namun dia terpaksa harus kecewa alias menelan pil pahit, karena Khairuddin tidak mau berkhianat. (Tarikh AI-jazair AI ’Aam, Abdurrahman AI-jaIIaIi, 3/62-63.) Kekecewaan itu persis yang pernah dialami Charles V di kesempatan lain, saat dia berusaha memberikan penawaran rahasia kepada Khairuddin. Dalam penawaran itu, Charles bersedia mengakui Khairuddin sebagai penguasa Afrika Utara, asalkan dia mau memberi imbalan berupa upeti dalam jumlah tertentu. Melalui cara ini, Charles V bermaksud membangun aliansi Spanyol-Aljazair dan berusaha memblokade hubungan Afrika Utara dengan Istanbul. Jika rencana itu terealisasi, maka Afrika Utara tidak akan terus melemah, sehingga mudah ditaklukkan. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, hlm. 35.)

Hasan Agha At-Thusyi berusaha keras mengokohkan keamanan, membentuk pemerintahan stabil, dan menyatukan semua wilayah Afrika Utara berpusat ke Aljazair. (Harb Al Tsalatsah Mi'ah Sanah, hlm. 279.) Maka dia segera menaklukkan Mustaghanim, lalu memasukkan ke bagian kekuasaanya. Kemudian dia bergerak ke wilayah tenggara, lalu mengusai ibukota Zab Bakrah dan wilayah-wilayah di bawahnya. Di tempat itu Hasan Agha juga membangun benteng perlindungan.

Pasukan Utsmani berlayar pada bulan jumadil Ula 949 H/ September 1539 M, dengan jumlah pasukan 1.300 personil. Mereka berlayar menggunakan 13 kapal dan bergerak menuju Spanyol. Hasan Agha turun ke sebuah kota dan berhasil menaklukkannya, lalu mengambil sumber alam, harta kekayaan, dan rampasan perang untuk kaum muslimin. Bersama pasukannya, ia terus bergerak ke pesisir selatan Spanyol, lalu berhasil mengambil sejumlah rampasan perang dari pasukan Spanyol. Dia memilih dari sebagian tawanan perang untuk dijual di kota-kota Maghrib bagian utara, khususnya Tathwan. Setelah itu dia kembali ke medan perang. Tatkala dia berencana pulang menuju Aljazair, Hasan Agha dihadang pasukan Spanyol dalam jumlah besar. Di sana terjadi pertempuran sengit. Peperangan ini menenggelamkan sejumlah kapal dari kedua belah pihak. Tetapi kerugian yang diderita armada Spanyol jauh lebih besar. (Harb Al Tsalatsah Mi'ah Sanah,hlm.280.)

Charles V berusaha melakukan serangan militer besar-besaran untuk memadamkan gerakan jihad Islam di bagian Barat Laut Tengah. Sebelum merealisasikan keinginan itu, dia berusaha membangun suasana tenang di kawasan Eropa, dengan cara membuat kesepakatan Nice dengan Perancis, pada bulan Muharram 945 H/Juni 1358 M, dalam kurun waktu selama 10 tahun. (Tarikh AI-Jazair Al-Hadits, Muhammad Khair, hal. 36.) Armada Charles V berlabuh di kota Aljir, wilayah Aljazair, pada tanggal 28 Jumadil Akhir tahun 948 H, atau bertepatan dengan tanggal 15 Oktober tahun 1541 M. Tatkala Hasan Agha menyaksikan kedatangan armada pasukan Charles V, dia segera mengadakan pertemuan darurat dengan para pemuka pemerintahan, tokoh ulama, para cendekiawan, dan menyerukan rakyat untuk berjihad mempertahankan Islam dan negara.

Dalam pertemuan itu dia berkata kepada semua yang hadir: “Kini telah datang musuh Allah ke hadapan kalian. Mereka bermaksud menawan anak-anak kalian dan merampas wanita-wanita kalian. Maka berjuanglah di jalan Allah yang lurus ini. Negeri ini ditaklukkan dengan kekuatan pedang dan wajib dipertahankan. Dengan pertolongan Allah kemenangan akan bersama kita.

Ketahuilah, kita adalah ahlul haq..." Sontak kaum muslimin mendoakan Hasan Agha dan siap membantu perjuangan menghadapi musuh-musuhnya. Kemudian dia segera mempersiapkan pasukan dan siap terjun ke medan laga. (Juhud AI-Utsmaniyyin Ii Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 326.)

Di pihak lain, pasukan Spanyol telah mempersiapkan barikade. Charles sangat tercengang melihat persiapan Hasan Agha. Dia mencoba membuat gentar Hasan Agha dengan memerintahkan sekretarisnya untuk menulis surat kepada Hasan Agha. Dalam surat itu tertulis ucapan Charles, “Kamu tahu, aku adalah Raja... Semua agama Nasrani berada di bawah kekuasaanku... Maka jika kamu ingin menghadap kepadaku, serahkan dulu benteng-bentengmu. Selamatkan dirimu dariku... jika tidak, maka aku akan perintahkan untuk merobohkan batu-batu di benteng itu, lalu dilempar ke lautan... dan setelah itu tidak akan aku sisakan apapun untukmu, tidak pula untuk tuanmu dan orang-orang Turki... Karena aku akan ratakan negeri ini dengan tanah.”

Sesampainya surat itu ke tangan Hasan Agha, dia menjawab dengan sangat tegas: "Saya adalah pembantu Sultan Sulaiman ... Maka datanglah kamu ke sini dan terimalah penyerahan benteng itu. Namun negeri ini memiliki tradisinya sendiri... jika datang seorang musuh, maka negeri ini tidak akan menghadiahkan kepadanya kecuali kematian.” (Juhud AI-Utsmaniyyin Ii Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.326.)

Dalam riwayat yang lain disebutkan bunyi surat balasan Hasan Agha: "Sesungguhnya Spanyol telah menyerang Aljazair beberapa kali. Sekali terjadi di masa pemerintahan 'Uruj, sekali di masa pemerintahan Khairuddin. Hasilnya, tidak menghasilkan apa-apa. Malah harta kekayaannya habis dan bala tentaranya musnah. Sedangkan yang ketiga (ancaman serangan Charles), akan berlangsung seperti sebelumnya, insya Allah.” (Khairuddin Barbarosa, Bassam Al-'Asali, hlm. 108.)

Sengitnya Peperangan Laut

Tak ubahnya seperti peperangan laut yang pernah dihadapi Sultan Muhammad Fatih, maka perang laut di Aljazair melawan kaum kufar Nasrani, juga tak kalah hebatnya. Di sana sedang berhadap-hadapan dua armada besar, satu armada berperang di bawah panji kekafiran dan syaitan; sedangkan satu armada lagi berperang di bawah panji Jihad Fi Sabilillah. Kaum muslimin hatinya tertuju untuk menyebarkan rahmat, sedangkan kaum kafir bermaksud menjajah, merampas anak-anak, menodai kehormatan wanita, dan menyebarkan paham kufur.

Pada malam itu, seorang utusan dari gubernur Aljazair mendatangi Charles Quint (nama panggilan Charles V), meminta izin untuk memberikan jalan laut bagi orang-orang Aljazair, khususnya bagi anak-anak dan wanita untuk meninggalkan kota melalui Babul Wadi. Charles Quint menyadari, orang-orang Aljazair sudah bertekad bulat akan mempertahankan Aljazair sampai tetes darah penghabisan. Di mata Charles, sangat mustahil bisa menguasai Aljazair, kecuali dengan cara melakukan penghancuran total. Sedangkan sampai saat itu, dia belum menurunkan meriam pengepung dari segala penjuru. Artinya, saat itu sangat tidak mungkin untuk mengalahkan Aljazair dengan peluru-peluru meriam. Sebaliknya, para mujahidin Islam telah mengarahkan tembakan-tembakan mereka tepat ke titik-titik kekuatan Spanyol di semua lini. Saking hebatnya ancaman serangan mujahidin ini, sehingga salah seorang anggota pasukan kuda Malta menggambarkan kondisi medan perang saat itu dengan kata-kata: “Taktik perang yang mereka lakukan sungguh sangat mengejutkan, sebab kami belum mengenal taktik itu sebelumnya." (Khairuddin Barbarosa, Bassam Al-'Asali, hlm. 153.)

Jumlah pasukan kaum mujahidin terus membesar; karena datang pasukan berduyun-duyun dari segala penjuru, saat mereka mendengar bahwa pasukan Spanyol telah menginjakkan kaki di Aljazair. Kaum mujahidin diuntungkan, karena mereka sangat menguasai medan dan mampu memilih taktik terbaik. Allah Ta'ala memberikan karunia kepada tentara Islam dengan turunnya hujan, angin, dan ombak. Angin puting beliung bertiup kencang selama beberapa hari, membuat kemah-kemah pasukan Nasrani tercerai-berai. Kapal-kapal mereka saling berbenturan satu sama lain, sehingga membuat sejumlah kapal tenggelam. Ombak besar menghempaskan kapal-kapal itu ke tepi pantai. Dalam kondisi remuk akibat amukan badai, kaum muslimin segera menyerang pasukan Charles secara serentak, bagaikan banjir yang menerjang dari segala sisi. Dengan ijin Allah, pasukan kafir Nasrani mudah dilumpuhkan. Para mujahidin segera mengusai semua peralatan milik musuh, menguasai logistik, dan bahan makanan mereka. Hujan lebat yang turun telah membuat bahan-bahan peledak milik pasukan Spanyol tidak berfungsi.

Dalam kondisi yang sangat kritis itu, Kaisar Charles V berusaha melakukan serangan ke jantung Kota Aljir. Tapi alhamdulillah, usaha itu gagal total. (AI-Daulah AI-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'AIaiha, hlm. 2/919.) Saat itulah tampak sikap ksatria panglima perang pasukan Aljazair yang bernama Haji Al-Basyir. Dia mampu menggempur pemimpin pasukan Nasrani dengan keberanian tinggi, dengan sikap kepahlawanan yang sulit dicari bandingannya. Pasukan kaum muslimin waktu itu berhasil memanfaatkan situasi untuk mengepung pasukan Nasrani. Pasukan Aljazair melancarkan serangan dengan taktik hit-and run, sehingga menimbulkan kekalahan besar di tangan musuh. Dengan sangat terpaksa, Kaisar Quint (Charles V) harus menarik sisa-sisa pasukannya, lalu membawa armada lautnya ke Italia, bukan ke Spanyol. Dalam perjalanan lari dari medan laga, pasukan Nasrani dicekam ketakutan, putus-asa, frustasi, menangis, menjerit, dan sebagainya. Di antara mereka banyak yang terbunuh, terluka parah, sekarat, dan Iinglung. Mereka tak pernah membayangkan akan mengalami kekalahan telak. Di laut Aljazair, Allah membenamkan nafsu angkara armada Nasrani sehina-hinanya.

Di balik keberhasilan menghancurkan armada laut Charles V ini terdapat bukti kepemimpinan komandan perang Haji Ar-Rasyid yang sangat piawai Selain itu, rakyat Aljazair bersatu-padu, datang berduyun-duyunnya dari berbagai kabilah, untuk menolong para mujahidin. Mereka ikhlas terjun ke medan laga dalam rangka mencari Syahid di jalan Allah. Niat mereka hanya satu, yaitu menolong Islam dan kaum muslimin. Maka tidak heran jika kemudian Allah Swt. menolong mereka dengan bantuan berupa angin, ombak, dan badai.

Allah berfirman:
ÙˆَÙ„َÙŠَÙ†ْصُرَÙ†َّ اللهُ Ù…َÙ†ْ ÙŠَÙ†ْصُرُÙ‡ُ  Ø¥ِÙ†َّ اللهَ Ù„َÙ‚َÙˆِÙŠٌّ عَزِيزٌ

“Dan Allah benar-benar akan menolong siapa yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Al Hajj: 40).


Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----




Kamis, 23 Februari 2017

Tantangan Khilafah Utsmani Di Aljazair Afrika Utara



Tantangan di Hadapan Khairuddin Barbarosa

Dalam menjalankan kekuasaan komando Khilafah Utsmani di Aljazair, Khairuddin Barbarosa menghadapi situasi politik dan militer yang tidak mudah. Dia berhadapan dengan tantangan-tantangan dari beberapa sisi.

Pertama, Khairuddin berhadapan dengan front Spanyol yang telah menguasai beberapa wilayah tertentu di Afrika Utara. Dia sengaja memasukkan Inayah dan Waqalah di Timur Aljazair ke bawah kekuasaannya. Tentara gabungan ini mampu merebut Benteng Baynun dari tangan Spanyol pada tahun 1529 M. Pasukan Khairuddin menghujani benteng itu dengan peluru-peluru meriam selama 20 hari, sehingga sisi-sisinya menjadi condong. Setelah itu dilanjutkan dengan serbuan pasukan besar yang dibawa oleh 45 kapal perang dari pantai. Kepala benteng Baynun dan para pembesarnya berhasil ditawan.

Keberhasilan Khairuddin menguasai Baynun pada tahun 1529 M dianggap sebagai awal pembentukan perwakilan Aljazair. Sejak saat itu pelabuhan Aljazair dikenal sebagai ibukota terbesar di Maghrib Tengah, bahkan terbesar untuk semua wilayah di Afrika Utara yang berada di bawah kekuasaan Utsmani. Sejak itulah dipergunakan terminologi Aljazair sebagai sebutan bagi wilayah itu hingga akhir abad ke-18 M.

Kedua, Khairuddin berusaha menyatukan wilayah Maghrib Tengah yang tidak pernah sepi dari konspirasi kaum Bani Ziyan, Hafashi, dan sebagian kabilah-kabilah kecil. Namun Khairuddin mampu meluaskan wilayah itu dengan menggunakan nama pemerintahan Utsmani. Di sini banyak negeri-negeri kecil masuk di bawah kekuasaan Utsmani, berlindung di bawah kekuasaannya, serta bisa bertahan dari kerakusan pasukan Salibis Spanyol yang kerap memaksa mereka menjadi penganut Nasrani. Khairuddin mampu meluaskan pengaruh pemerintahan Utsmani ke berbagai kota penting, seperti Qonstantine. (Al-Daulah Al-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'Alaiha, (2/913).) Khairuddin berhasil mengamankan wilayah yang masih "perawan" di Aljazair. Sementara itu bala bantuan dari pemerintahan Sultan Sulaiman Qanuni (pengganti Sultan Salim) terus berdatangan mengalir dan berhasil menyelamatkan ribuan kaum muslimin dari kejahatan Nasrani Spanyol.

Tahun 936 H / 1529 M, Sulaiman Qanuni pernah mengirimkan 36 kapal perang Utsmani dalam 7 kali ekspedisi ke pantai-pantai Spanyol, untuk menggempur pasukan negara itu di Laut Tengah. Berkat rahmat Allah, bantuan pemerintahan Utsmani, serta pendapatan pajak beragam dari tawanan, rampasan perang, zakat, beacukai, jizyah, fai', serta bayaran yang diberikan oleh para pemimpin dan pemimpin kabilah, dll. maka Aljazair kemudian menjadi sebuah negeri dengan sendi ekonomi yang kokoh. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 331.)

Spanyol merasa terancam dengan keberhasilan Khairuddin di Afrika Utara. Spanyol kala itu berada di bawah kepemimpinan Charles V, Kaisar Romawi yang berkuasa di Spanyol, Belgia, Belanda, Austria, dan Italia. Kekaisaran Romawi sendiri tengah sibuk mempertahankan wilayah Nasrani Eropa dari serangan kekaisaran Utsmani. Bisa dikatakan, konflik antara Charles V dan penguasa Aljazair, sebagai fakta terbukanya front perang baru kontra pemerintahan Utsmani di wilayah Utara Afrika.

Charles tidak mencukupkan diri hanya dengan menyerang pantai-pantai Aljazair, namun juga mengirimkan mata-mata ke Afrika Utara pada tahun 940 H/ 1533 M. Mata-mata itu ialah perwira militer yang bernama Osho Dusala yang berkeliling ke Tunisia. Di sana dia dapatkan orang-orang Hafashi siap bekerjasama dengan Charles V. Osho terus memperingatkan, bahwa kekuasaan Utsmani di Tunisia akan terus melebar dan mereka akan dengan mudah menguasai Afrika, dan setelah itu mereka akan mengambil kembali Andalusia. Hal terakhir itu merupakan kenyataan yang sangat ditakuti oleh orang-orang Nasrani.

Pemerintahan Hafashi di Tunisia terus mengalami kemerosotan. Sultan Hafashi Al-Hasan bin Muhammad melakukan banyak kesalahan dalam mengurus Tunisia dan telah membunuh sejumlah saudaranya. Tunisia tergoncang, sebagian rakyatnya menyatakan tidak loyal lagi kepada Sultan Hafashi. Saudara Al-Hasan yang bernama Balamir Rasyid telah melarikan diri karena khawatir akan dibunuh. Dia minta perlindungan kepada orang Arab di pedusunan. Kemudian dia pergi menemui Khairuddin di Aljazair untuk meminta perlindungan dan bantuan untuk melawan saudaranya. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 311.) Khairuddin memenuhi permintaan itu, karena dia juga menaruh perhatian besar kepada Tunisia, terutama karena adanya konflik internal yang telah mencabik-cabik kerajaan Hafashi. Di samping itu, dalam pandangan Khairuddin, posisi Tunisia sangat strategis karena berdekatan dengan Selat Sicilia, sehingga jika ia bisa dikuasai, maka sangat mudah baginya untuk memutus jalur perhubungan antara Selat Timur dan Barat. Khairuddin sendiri ingin menyatukan Tunisia di bawah pemerintahan Utsmani, agar kelak bisa merebut kembali Andalusia. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 315.)

Perjalanan Khairuddin ke Istanbul

Setelah berhasil menaklukkan Belgrade, Sultan Sulaiman Qanuni berkeinginan melanjutkan perjalanan bersama pasukannya untuk menaklukkan Spanyol. Sultan sendiri berpandangan, sebelum dia datang ke Spanyol harus ada seseorang yang bisa dipercaya yang tahu banyak tentang keadaan negeri itu. Pilihan Sultan jatuh kepada Khairuddin, karena dia dianggap memiliki track record bagus. Tingkat keberanian tinggi, tekad sangat kuat, berpengalaman dalam perang melawan Spanyol, dan juga memiliki kemampuan menaklukkan negeri-negeri Arab di Afrika Utara.

Sultan segera mengirimkan surat kepada Khairuddin, memintanya datang menghadap. Dia memerintahkan agar urusan-urusan kenegaraan di Aljazair diserahkan kepada seseorang yang bisa dipercaya. Jika tidak ada orang seperti itu, maka Sultan akan mengirimkan orang yang pantas. Untuk membawa surat perintah ini, Sultan mengirim Sinan Jawusyi. Setelah sampai di Aljazair, dia segera menyerahkan surat itu kepada Khairuddin.

Khairuddin menerima surat dari Sultan dengan hormat, menciumnya, dan meletakkan di atas kepalanya. Tatkala membaca dan mengetahui isinya, dia segera melakukan pertemuan besar dengan mengumpulkan para ulama, masyayikh, dan tokoh negeri. Kemudian dia membacakan isi surat yang dikirimkan oleh Sultan itu. Dia memberitahukan semua yang hadir, bahwa dirinya sangat berat untuk menolak perintah Sultan.

Ternyata, rencana Sultan Sulaiman itu terdengar oleh Andrea Durea, komandan armada Nasrani di Laut Tengah. Dia mendengar kemauan Sultan untuk menaklukkan Spanyol dan keputusannya untuk memanggil Khairuddin ke Istanbul. Saat itu Andrea Durea berniat menghambat kedatangan Khairuddin untuk menghadap Sultan. (Sirat Khairuddin Basya. Abdul Qadir Umar, q. 48 a dan 48.) Dia segera menyebarkan berita di antara tawanan Nasrani di Aljazair, bahwa pemerintahan Spanyol “berencana” melakukan penyerangan ke Aljazair dan mereka akan membebaskan para tawanan itu. Berita ini disambut gembira tawanan perang Spanyol dan segera melakukan pemberontakan. Khairuddin sendiri memandang, akan lebih baik jika para tawanan itu dibunuh agar pemerintahnya aman dari segala tipu-daya mereka. Dia berusaha menguatkan sistem pemerintahan, menambah jumlah benteng, dan menampakkan ketaatan penuh kepada Sultan. (Haqaiq AI-Akhbar 'An Daulah AI-Bihar, Ismail Sarahnak, 1/361.)

Khairuddin terus merencanakan perjalanan ke Istanbul pada tahun 1540 H/ 1533 M. Dia menunjuk Hasan Agha At-Thusyi untuk menggantikan kedudukannya selama pergi. Hasan Agha dikenal sebagai sosok laki-laki yang cerdas, saleh, dan berpengetahuan Iuas. (Futuhat Khairuddin, Muhammad Amien, q. 270 a dan 270.)

Khairuddin melakukan perjalanan laut melalui Laut Tengah. Dia membawa serta 40 kapal perang. Dalam perjalanan, dia berhasil mengalahkan pasukan Habsburg di sebuah tempat dekat Mora. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.) Khairuddin melanjutkan perjalanan ke Kota Biruwazen. Penduduk kota itu sangat gembira menyambut kedatangannya, karena sebelumnya mereka dilanda ketakutan hebat terhadap serangan pasukan Andrea Durea. Setelah mendengar kedatangan Khairuddin, Andrea segera menjauh dari kota itu. Khairuddin melanjutkan perjalanannya dan berlabuh di dekat benteng Urein “Ana Waraneh". Di tempat ini dia berpapasan dengan armada laut pasukan Sultan Utsmani. Mereka sangat gembira atas pertemuan itu. Kemudian mereka bersama-sama bergerak sampai ke Qurun. Khairuddin lalu menulis surat kepada Sultan dan memberitahukan kedatangannya dan minta izin untuk bisa datang menghadap. Sultan segera membalas suratnya dan mempersilahkan dia untuk segera datang menemuinya. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.)

Khairuddin segera berangkat dari Qurun dan tak berapa lama tiba di Istanbul. Kedatangannya disambut gembira, ditandai dentuman bunyi meriam, sebagaimana tradisi formal di masa itu. Khairuddin pun menghadap Sultan. Dia dan para pengiring utamanya mendapatkan pelayanan yang istimewa dan diinapkan di sebuah Istana. Dia diberi kebebasan untuk melihat tempat-tempat produksi. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.) Kemudian dia diberi gelar Qabudan Pasya, menteri kelautan, sehingga dia memiliki wewenang penuh untuk melakukan banyak hal.

Perdana Menteri (wakil khalifah) saat itu sedang berada di Aleppo. Dia mendengar kedatangan Khairuddin menemui Sultan. Kisah tentang perang dan serangannya terhadap orang-orang Nasrani telah sampai ke telinganya. Kabar itu membuatnya rindu untuk bertemu Khairuddin. Maka dia pun menulis surat kepada Sultan. Dia meminta Sultan, agar Khairuddin bisa datang menemuinya di Aleppo. Sultan memberitahukan keinginan Perdana Menteri (wakil khalifah), dan Khairuddin menyanggupinya. Maka Khairuddin pun segera berangkat menuju Aleppo. Kedatangan Khairuddin disambut dengan penyambutan meriah dan dia diinapkan di salah satu istana megah. Pada hari kedua datanglah utusan Sultan sambil membawa pakaian kebesaran. Sultan memerintahkan agar pakaian itu dipakaikan kepada Khairuddin. Itu berarti, sejak saat itu dia secara resmi menjadi salah seorang menteri Sultan. Saat dilangsungkan acara pemakaian pakaian kebesaran, diselenggarakan acara besar yang dihadiri banyak tokoh dan kalangan terpandang. Khairuddin mendapat penghargaan dan penghormatan tinggi berkat pengabdiannya kepada Islam dan kaum muslimin, khususnya di kawasan Laut Tengah.

Setelah itu Khairuddin kembali ke Istanbul. Setibanya di sana, kembali dia mendapat penghormatan dari Sultan Sulaiman. Kemudian agenda dilanjutkan dengan melihat-lihat rumah industri sebagaimana yang diperintahkan Sultan. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 317.)

Tatkala persiapan armada Utsmani baru selesai, maka Khairuddin Barbarosa keluar dari Dardanelles dengan armada yang kuat menuju pantai-pantai Italia Selatan. Di sana dia berhasil menawan sejumlah besar pasukan Italia dan sekaligus mengepung kota dan pelabuhan-pelabuhan yang ada. Setelah itu, dia berangkat menuju Sicilia dan berhasil mengambil alih Kurun dan Lepanto. (Libya Baina Al-Madhiwa AI-Hadhir, Hasan Sulaiman Mahmud, hlm. 166.) Sultan Sulaiman Qanuni telah bermusyawah dengan Khairuddin tentang pentingnya posisi Tunisia dan keharusan memasukkannya ke wilayah pemerintahan Utsmani, dalam rangka mengambalikan Andalusia ke tangan kaum muslimin. Tunisia dari sisi geografis berada tepat di tengah pantai Utara Afrika, dan terletak di antara Aljazair dan Tripoli. Tunisia juga sangat dekat dengan Italia yang merupakan salah satu sayap Kekaisaran Romawi (sayap satunya lagi ialah Spanyol). Tunisia juga bertetangga dengan Kepulauan Malta, tempat markas tentara Kardinal Johannes yang merupakan sekutu utama Kaisar Charles V. Kelompok ini paling membenci dan memusuhi umat Islam. Ditambah lagi, banyak hal yang bisa diperoleh dari pelabuhan Tunisia. jika ia bisa dikuasai, itu berarti bisa mengontrol lalu-lintas transportasi laut di Laut Tengah. Singkat kata, dari sisi geopolitik, posisi Tunisia sangat strategis. (AI-Daulah Al-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa ’Alaiha, 2/915-916.)

Bagi Khairuddin, tujuan menguasai Tunisia sangat strategis. Dia menginginkan, semua kepentingan Spanyol di Afrika Utara dibersihkan. Itulah cara terbaik untuk mengembalikan Andalusia ke tangan kaum muslimin. Khairuddin sendiri sebelum dipanggil oleh Sultan Sulaiman Qanuni ke Istanbul pada tahun 940 H / 1533 M, pernah mengirimkan surat khusus kepada Sultan. Sebagian isi surat itu adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya maksud dan tujuan saya, jika diberi kesempatan bergabung bersama armada Utsmani, ialah mengusir orang-orang Spanyol, agar kerajaan Qurthubah (sering disebut Cordoba) bisa direbut kembali dan ditundukkan di bawah kesultananmu. Saya sama sekali tidak bermaksud menjadi penghambat rencana Tuan untuk memberangkatkan pasukan ke wilayah Timur. Sama sekali tidak! Sebab rencana (merebut Cordoba) ini tidak harus mengerahkan semua kekuatan yang Tuan miliki saat ini. Apalagi perang yang Tuan jalani di Asia dan Afrika, umumnya lebih banyak menggantungkan kepada kekuatan darat. Sedangkan perang di bagian ketiga dari alam ini, yang saya butuhkan adalah armada laut Tuan, dan bagi saya semua itu sudah sangat cukup. Negeri-negeri itu harus tunduk di bawah kekuasaan tuan.....” (Fath AI-Utsmani 'Adn, Muhammad Abdul Lathif Al-Bahrawi, hlm. 127.)

Akhirnya, Khairuddin dipercaya untuk memimpin armada laut Utsmani. Armada ini berlayar sampai di pesisir-pesisir Tunisia. Kemudian mereka naik ke Kota Inayah dengan berbekal logistik secukupnya. Lalu menuju ke Binzarat, kemudian ke Halqul Waad, di mana dia dengan mudah bisa mengusai wilayah itu. (Harb Tsalatsa Mi’ah Sanah, hlm. 230.) Khairuddin sendiri disambut dengan hormat oleh para khatib dan ulama. Kemudian armada meneruskan perjalanan ke Tunisia. Mendengar kedatangan Khairuddin, Sultan Hafashi, Al-Hasan bin Muhammad, melarikan diri ke Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Istirdad Al-Andalus, hlm. 319.)

Selanjutnya Khairuddin menobatkan Ar-Rasyid, saudara Al-Hasan bin Muhammad, untuk menjadi penguasa Tunisia, lalu dia mengumumkan bahwa Tunisia kini menjadi bagian dari pemerintahan Utsmani. Saat itu kekuasaan Utsmani telah melebar ke Laut Tengah sebelah barat. (Fath AI-Utsmani 'Adn, Muhammad Abdul Lathif Al-Bahrawi, hlm. 127.)

Sumber bacaan: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
 



Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam