Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 18 September 2013

Melawan Sistem Thoghut




KITA saat ini hidup di zaman yang penuh dengan kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, kemungkaran, dan kemaksiatan. Kita saat ini hidup di zaman dominasi sistem thaghut dalam semua lini kehidupan. 

Di bidang akidah, sistem thaghut paganisme, pluralisme, liberalisme, sekulerisme, materialisme, humanisme dan lainnya menancapkan kuku-kukunya dan menyemburkan racun-racunnya untuk merusak akidah kaum muslimin.

Di bidang politik, sistem thaghut sekulerisme, demokrasi, dan zionisme menjajah negeri-negeri kaum muslimin, merusak akidah, akhlak, politik dan tatanan kehidupan kaum muslimin. 

Di bidang ekonomi, sistem thaghut kapitalisme dan sosialisme mencekik leher kaum muslimin, merampok kekayaan alam negeri-negeri kaum muslimin, dan memperbudak kaum muslimin dengan belenggu hutang, investasi asing, dan pasar bebas.

Di bidang sosial dan budaya, sistem thaghut liberalisme merusak kaum muslimin melalui musik, film, seks bebas, dan gaya hidup hedonis. 

Di bidang militer, aliansi zionis-salibis-paganis-komunis dan sekuleris internasional bersatu padu memerangi para pejuang Islam lewat skenario perang global melawan ‘terorisme’.

Kita saat ini hidup di zaman yang penuh dengan tantangan dan gangguan terhadap kelurusan akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah Islam. Beragam bentuk syubhat dan syahwat datang silih berganti, mendera, mencoba untuk melemahkan komitmen kita terhadap dien Allah. Bahkan mencoba untuk memurtadkan kita!
Sebuah zaman yang diumpamakan dengan potongan-potongan malam yang kelam dan gelap gulita. Sebuah zaman yang bisa merubah keislaman dan keimanan seorang muslim dengan begitu cepat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ المُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا»
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Bersegeralah untuk melakukan amal-amal kebaikan sebelum datang fitnah-fitnah (ujian-ujian) bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada waktu pagi seseorang masih beriman, namun pada waktu sore ia sudah menjadi orang kafir. Dan pada waktu sore seseorang masih beriman, namun pada waktu pagi ia sudah menjadi orang kafir. Ia menjual agamanya demi mendapatkan sedikit kenikmatan dunia.”

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ سِتًّا: الدَّجَّالَ، وَالدُّخَانَ، وَدَابَّةَ الْأَرْضِ، وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَأَمْرَ الْعَامَّةِ، وَخُوَيْصَّةَ أَحَدِكُمْ “

Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda, “Bersegeralah mengerjakan amal-amal kebaikan sebelum datang enam perkara: Dajjal, Dukhan (asap tebal yang menyelimuti seluruh bumi), Daabbah (binatang yang keluar dari perut bumi dan bisa berbicara kepada manusia), matahari terbit dari tempat tenggelamnya, urusan umum (kesibukan memimpin rakyat), dan urusan pribadi (kematian) salah seorang di antara kalian.”

Dalam situasi zaman seperti ini, setiap muslim dituntut untuk meneguhkan iman dan menguatkan pegangan kepada petunjuk hidup yang Allah SWT turunkan kepada Rasulullah SAW. Setiap muslim harus memperbarui ilmu, amal, dan niatnya dalam setiap waktu dan keadaan. Setiap muslim harus memahami dengan baik ajaran dien Islam sebagai pedoman hidup yang lurus, dan menjauhi semua ajaran dan jalan yang menyimpang dari Islam. Baik ajaran dan jalan orang-orang yang mengetahui kebenaran namun enggan mengamalkannya maupun ajaran dan jalan orang-orang yang beramal tanpa landasan ilmu kebenaran.
Wallahu’alam bi showab. [granada media tama]

Umat Islam Melawan Thaghut Internasional di Akhir Zaman

Oleh Saefullah — Kamis 14 Zulkaedah 1434 / 19 September 2013 10:56

Sabtu, 14 September 2013

KRITIK ZAKAT PROFESI

 

MENGKRITISI ZAKAT PROFESI*

 Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi, S.Si, MSI**

Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 522; Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal. 17).
Zakat profesi menurut para penggagasnya didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab. Misal profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. (Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam Perekonomian Modern, hal. 95).
Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah yang wajib dikeluarkan 2,5%. Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara: Pertama, zakat dibayar secara langsung dari penghasilan kotor, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Contoh: seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya. Maka dia wajib membayar zakat sebesar= 2,5% X 3.000.000 = Rp 75.000 per bulan, atau Rp 900.000 per tahun jika dibayar tahunan.
Kedua, zakat dibayar setelah dipotong kebutuhan pokok. Contoh: seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya. Maka dia wajib membayar zakat sebesar = 2,5% X (1.500.000-1.000.000) = Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun. (id.wikipedia.org; Didin Hafidhuddin, ibid, hal. 104).
Sejarah Zakat Profesi
Zakat profesi adalah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang sejarah Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga tahun 60-an akhir pada abad ke-20 yang lalu, ketika mulai muncul gagasan zakat profesi ini. Penggagas zakat profesi adalah Syeikh Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh Az Zakah, yang cetakan pertamanya terbit tahun 1969. Namun nampaknya Yusuf Qaradhawi dalam hal ini mendapat pengaruh dari dua ulama lainnya, yaitu Syeikh Abdul Wahhab Khallaf dan Syeikh Abu Zahrah.
Kajian dan praktik zakat profesi mulai marak di Indonesia kira-kira sejak tahun 90-an akhir dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin dengan judul Fikih Zakat yang terbit tahun 1999.
Sejak saat itu zakat profesi mulai banyak diterapkan oleh lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik BAZ (badan amil zakat) milik pemerintah, baik BASDA atau BASNAZ, maupun LAZ (lembaga amil zakat) milik swasta, seperti PKPU, Dompet Dhuafa, dan sebagainya.
Hukum Zakat Profesi
Terdapat khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama ataupun lembaga dakwah/fatwa dalam masalah zakat profesi. Ada sebagian yang membolehkan zakat profesi, seperti Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh Abu Zahrah, Yusuf Qaradhawi, Prof. Didin Hafidhuddin, Quraisy Syihab, Majelis Tarjih Muhammadiyah, MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Namun ada pula sebagian yang tidak setuju dan tidak membolehkan zakat profesi, dengan alasan utama bahwa zakat profesi tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW. Mereka misalnya Dr. Wahbah Az Zuhaili, Prof. Ali As Salus, Syeikh Bin Baz,  Syeikh Muhammad bin Shaleh Utsaimin, Hai`ah Kibaril Ulama, Dewan Hisbah PERSIS, dan juga Bahtsul Masail NU. (lihat : Ahmad Sarwat, Zakat Profesi : Antara Penentang Dan Pendukung (Part 1), www.facebook.com; Zakat Profesi dalam Islam, http://www.konsultasisyariah.com; Maqalaat Al Mutanawwi’ah, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/134, Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Ar Rasaa’il 18/178; Majmu’ Fatawa Haiah Kibaril Ulama Saudi Arabia,  9/281, fatwa no: 1360).
Mereka yang membolehkan zakat profesi mempunyai dalil (landasan), antara lain sebagai berikut :
Pertama, menurut Al-Qaradhawi, landasan zakat profesi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah).
Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud). Alasan Yusuf Qaradhawi menganggap lemah (dhaif) hadis tersebut, karena ada seorang periwayat hadis bernama Jarir bin Hazim yang dianggap periwayat yang lemah. (Yusuf Al-Qaradhawi, ibid., I/491-502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866).
Kedua, ulama lain menambahkan dalil lain dari yang telah dikemukakan Qaradhawi di atas, yaitu keumuman ayat ke-267 dari surat Al Baqarah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (QS Al Baqarah [2]:267)
Ada pula ulama yang menambah dalil lain lagi, yaitu surat Adz Dzariyat ayat ke-19 sebagai berikut :
وَفِى أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ
“Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menahan diri (daripada meminta).” (QS Adz Dzariyat [51]:19)
Analisis Kritis
Menurut analisis penulis, zakat profesi tidak mempunyai dalil yang kuat sehingga hukumnya tidak wajib. Argumentasi penulis adalah sebagai berikut :
Pertama, dalil utama dari zakat profesi adalah ijtihad sahabat mengenai al-maal al-mustafaad yang tidak mensyaratkan haul. Padahal ijtihad sahabat (mazhab al-shahabi) bukanlah dalil syariah yang kuat (mu’tabar). (Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyah al-Islamiyah, III/418).
Kedua, pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai al-maal al-mustafaad adalah pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, hingga memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat. (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).
Ketiga, tidak tepat penilaian Al-Qaradhawi bahwa hadis tentang haul adalah hadis lemah (dhaif). Al-Qaradhawi sebenarnya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hazm  yang melemahkan hadis haul dari jalur Ali bin Abi Thalib RA, karena ada perawi bernama Jarir bin Hazim yang dinilai lemah. (Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/494; Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/70). Padahal Ibnu Hazm telah meralat penilaiannya, dan lalu mengakui bahwa Jarir bin Hazim adalah perawi hadis yang sahih. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/74).
Keempat, ayat-ayat yang dikemukakan sebagai dalil zakat profesi sesungguhnya tidak tepat dan tidak dapat menjadi landasan zakat profesi. Mengapa? Sebab sungguhpun ayat-ayat tersebut mempunyai pengertian umum yang mewajibkan infaq (mengeluarkan harta), tapi keumumannya sudah dikhususkan dan dijelaskan oleh hadits-hadits Nabi SAW. Dalam hal ini hadits-hadits Nabi SAW hanya menjelaskan ada 2 (dua) macam zakat saja, yaitu zakat fitrah, dan zakat maal yang meliputi 4 (empat) macam mal (harta), yaitu : zakat binatang ternak (zakat al mawasyi), zakat tanaman dan buah-buahan (zakat az zuruu’ wa ats tsimaar), zakat perdagangan (zakah at tijarah), dan  zakat emas dan perak (zakah adz dzahab wa al fidhdhah) termasuk dalam hal ini zakat uang. Tidak ada satu pun dari hadits-hadits Nabi SAW yang mensyariatkan adanya zakat profesi.
Maka dari itu, berhujjah dengan keumuman ayat-ayat sebagai dasar zakat profesi tidak dapat diterima dan jelas tertolak, karena kaidah ushul fiqih menetapkan jika dalil yang umum sudah dikhususkan/dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi SAW, maka keumumannya tidak boleh lagi digunakan sebagai hujjah (landasan). Kaidah ushul fiqih tersebut berbunyi : al ‘aam yabqaa ‘ala ‘umuumihi maa lam yarid dalil at takhsis (dalil umum tetap dalam keumumannya selama tidak terdapat dalil yang mengkhususkan).
Kesimpulan
Kesimpulan penulis, zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena dalil-dalilnya sangat lemah. Maka uang hasil profesi tidak sah dikeluarkan zakatnya saat menerima, tapi wajib digabungkan lebih dulu dengan uang yang sudah dimiliki sebelumnya. Zakat baru dikeluarkan setelah uang gabungan itu mencapai nishab dan berlalu haul atasnya. (Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 523). Wallahu a’lam.
= = = =
*Makalah disampaikan dalam Pengajian BULOG DIY, Yogyakarta, Rabu 11 September 2013.
**Alumnus Magister Studi Islam UII Yogyakarta 1999 (konsentrasi ekonomi Islam), pernah menjadi santri di PP Nurul Imdad dan PP Al Azhar Bogor (1990-1994), pada saat kuliah S-1 di IPB Bogor (tamat 1997). Sekarang Wakil Ketua STEI Hamfara Yogyakarta; merangkap Kepala Pesantren Hamfara Yogyakarta. Menjadi konsultan hukum Islam pada tabloid Media Umat Jakarta (www.mediaumat.news). Aktif dalam dakwah sebagai DPP HTI (Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia) Jakarta. No HP : 081328744133, e-mail : shiddiq_aljawi@yahoo.com

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2013/09/13/mengkritisi-zakat-profesi/

Korban Kapitalisme

Tahu Tempepun Jadi Korban Kapitalisme

Oleh: Dr. Kusman Sadik

Sebagaimana diberitakan, dalam seminggu terakhir ini harga kedelai melambung tak terkendali. Harganya telah menembus Rp10 ribu per kilogram. Para produsen tahu dan tempe selama tiga hari lalu melakukan aksi mogok karena tidak lagi mampu berproduksi dengan harga kedelai semahal itu. Akibatnya tahu dan tempe langka di pasaran, padahal keduanya merupakan salah satu kebutuhan penting masyarakat.

Kasus kedelai ini menjadi bukti yang ke sekian kalinya tentang problem pangan di Indonesia. Salah satu indikatornya adalah ketergantungan Indonesia yang besar terhadap impor sejumlah komoditas pangan utama. Tidak hanya beras, ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan nasional utama lainnya terhadap impor cukup besar, seperti kedelai 70 persen, garam 50 persen, daging sapi 23 persen, dan jagung 11 persen.

Problem pangan ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat khususnya petani. Padahal potensi pertanian Indonesia ditinjau dari luas dan kesuburan lahan termasuk yang terbaik di dunia. Namun kenyataannya, saat ini Indonesia justru jatuh sebagai pengimpor produk pangan. Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dikritisi, karena berpotensi mengantarkan masyarakat pada keterpurukan ekonomi, adalah sebagai berikut:

Pertama, lemahnya peran pemerintah dalam proses intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, sehingga menyebabkan kegiatan pertanian semakin lesu dan pada akhirnya akan menurunkan produksi. Intensifikasi merupakan usaha untuk meningkatkan produktifitas tanah, khususnya terkait penyediaan benih tanaman unggul yang berkualitas dan pemupukan yang tepat dan efisien. Peran pemerintah paling tidak bisa dilihat dari anggaran yang disediakan untuk subsidi benih dan pupuk dalam APBN yang selalu mengalami penurunan terus menerus.

Ketiga, kebijakan pemerintah dalam perdagangan produk pangan tidak pro-rakyat tapi pro-pasar yakni para kapitalis. Buktinya, ketika produksi pangan (kedelai, beras, jagung, dsb) menurun pemerintah justru lebih memilih kebijakan impor daripada upaya meningkatkan produksi dalam negeri melalui intensifikasi dan ekstensifikasi seperti yang disebutkan di atas.

Kedelai impor yang mencapi 70 persen dari kedelai yang ada di pasaran saat ini, dikuasai oleh tiga importir besar yakni PT FKS Multi Agro sebesar 210.600 ton (46,71 persen dari total alokasi impor), PT Gerbang Cahaya Utama 46.500 ton (10,31 persen), dan PT Budi Semesta Satria sebesar 42.000 ton (9,31 persen). Kalau saja mereka menahan pasokan kedelainya di gudang mereka, maka pasti akan terjadi kenaikan harga kedelai karena merekalah yang menguasai suplai kedelai di pasaran.

Kebijakan impor ini sebenarnya memang menjadi rancangan IMF sebagai jalan liberalisasi pangan di negara-negara berkembang. Perlu diingat bahwa liberalisasi tersebut bukan untuk memajukan negara berkembang tapi justru sebagai jalan penjajahan ekonomi oleh negara-negara kapitalis dunia.

Krisis pangan (kedelai, beras, jagung, garam, dsb) turut ‘menyempurnakan’ problem ekonomi yang melilit Indonesia saat ini. Problem lainnya adalah tingginya biaya pendidikan dan kesehatan, harga kebutuhan bahan pokok yang makin melonjak, utang pemerintah yang terus membengkak, tingginya kejahatan ekonomi seperti korupsi, kolusi, suap, dan lain sebagainya. Kondisi ini terjadi karena Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.

Prinsip dasar sistem ekonomi kapitalisme adalah bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian, sehingga ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar semata yaitu harga, supply, dan demand. Negara bertindak seperti korporasi yang hanya bertugas menjamin berjalannya ekonomi mengikuti hukum supply dan demand yang umumnya dikuasai oleh para kapitalis. Terkadang negara berfungsi sebagai produsen dan terkadang berfungsi sebagai konsumen yang sama-sama mencari keuntungan dalam setiap transaksi dengan rakyatnya, termasuk transaksi para importir. [] http://m.hizbut-tahrir.or.id/2013/09/14/tahu-tempepun-jadi-korban-kapitalisme/

Minggu, 08 September 2013

Demokrasi Itu Jalan Palsu


HTI Press, Kendari
Suasana akrab dan penuh rasa kekeluargaan menciptakan Liqo Syawal 1434 H yang dilaksanakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia Sulawesi Tenggara penuh kesan dan khidmat. Tampil sebagai pembicara Juru Bicara HTI HM Ismail Yusanto yang menyampaikan materi dengan lugas dan cerdas, hingga membuat peserta semakin antusias dan semangat.
Liqo Syawal dihadiri oleh 300 orang terdiri dari para Ulama, tokoh masyarakat, Muballigh dan Muballighoh dari berbagai kabupaten dan Kota seperti Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kota Kendari. Sebelum pemaparan materi, acara didahului dengan testimoni dari beberapa ulama di antaranya Aminuddin (Kepala KUA Konawe), Ridwan As-Sayid (Ketua Ponpes Miftahul Huda) dan Halim Lanoi (Ulama Kota Kendari).

Dalam pemaparannya Ismail menjelaskan tentang berbagai problematika umat di berbagai belahan dunia, perjuangan Hizbut Tahrir dan metode dakwahnya serta peran ulama dan tokoh umat dalam perjuangan penegakan Khilafah. Penolakan HT atas perjuangan melalui jalan demokrasi juga dipaparkan dengan gamblang berdasarkan historis dan fakta empiris tentang gagalnya perjuangan dengan demokrasi di Aljazair, Turki, Palestina dan Mesir. “Demokrasi itu jalan palsu, di mana partai Islam yang menang secara demokratis, maka pasti akan di lengserkan secara tidak demokratis” papar Ismail.

Liqo Syawal HTI yang dilaksanakan Ahad (1/9) di Hotel Kubra Kendari ini diakhiri dengan salam-salaman dan foto bersama. []ardhy










Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam