Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 25 September 2018

Puncak Tauhid Itu Tegaknya Khilafah



LENTERA KEBANGKITAN

Puncak Tauhid Itu Tegaknya Khilafah

Intisari semua risalah yang dibawa dan diemban oleh para Nabi dan para Rasul adalah ajaran tauhid. Tauhidullah yakni mengesakan Allah SWT semata. Tidak mengakui keberadaan tuhan selain Allah SWT. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami mewahyukan kepada dia bahwa tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku. Karena itu sembahlah Aku oleh kalian." (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)

Allah SWT juga berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

"Sungguh Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah oleh kalian Allah saja dan jauhilah thâghût-thâghût itu." (QS. An-Nahl [16]: 36)

Islam adalah agama yang dibangun di atas tauhid. Kalimat dakwah pertama yang disampaikan kepada umat manusia oleh Nabi Saw. adalah ajakan mengesakan Allah SWT dan mengakui dirinya sebagai utusan Allah SWT. Ajaran itu pula yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad Rasulullah Saw. untuk disampaikan ke seluruh penjuru alam.

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى

"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat dan membayar zakat. Jika mereka melakukan semua itu, berarti mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam. Adapun perhitungan atas dosa mereka diserahkan kepada Allah SWT." (HR. Muttafaq ‘alaih)

Mentauhidkan Allah bukan semata mengakui Dia sebagai Maha Pencipta. Tidak cukup. Tapi harus pula mengesakan Allah SWT dalam ketuhanan-Nya. Sebab, dulu kaum musyrik pun mengakui keberadaan Allah. Mengakui Allah sebagai Pencipta, namun mereka juga menyembah berhala dan makhluk lain.

Allah SWT berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

"Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Niscaya mereka menjawab, "Allah." Katakanlah, "Karena itu terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian seru selain Allah jika Allah hendak mendatangkan kemadharatan kepadaku, apakah berhala-berhala kalian itu dapat menghilangkan kemadharatan itu, atau jika Allah hendak memberikan rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?” Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku." Kepada Dialah bertawakal orang-orang yang berserah diri." (QS. Az-Zumar [39]: 38)

Sungguh ajaran tauhid membawa dampak yang luar biasa kepada manusia sepanjang masa. Ajaran tauhid melahirkan kebangkitan dan keberanian untuk melakukan perubahan melawan kesyirikan dan kezhaliman, serta kebangkitan dan keberanian untuk meruntuhkan kedigdayaan peradaban kufur tirani yang angkara murka.

Dengan modal kalimat tauhid, Nabiyullah Ibrahim As berani menghancurkan berhala-berhala sesembahan kaumnya, berhadapan dengan Raja Namrudz yang zhalim, bahkan merelakan dirinya dibakar hidup-hidup dalam kobaran raksasa api yang sangat panas.

Dengan dorongan kalimat tauhid Nabi Musa As. dan Nabi Harun As. berani menghadapi kediktatoran Fir’aun bersama kejahatan tukang sihir dan pasukannya.

Demi kalimat tauhid para sahabat radhiyallahu 'anhum dan orang-orang shalih pun rela mengorbankan harta dan jiwa mereka di jalan Allah SWT. Mush’ab bin Umair ra. rela meninggalkan kemewahan hidupnya dan kasih sayang kedua orangtuanya demi memilih berada di barisan pendukung kalimat tauhid.

Karena kalimat tauhid Bilal bin Rabbah ra. pun sanggup menahan siksaan orang kafir. Demikian pula keluarga Yasir, demi mempertahankan kalimat tauhid, Summayah istri Yasir rela menerima siksaan yang mengantarkannya kepada syahid pertama dalam Islam.
Karena itulah, Islam datang untuk membongkar kebatilan akidah umat manusia sepanjang masa. Apakah kaum Ahlul Kitab yang meyakini Isa al-Masih sebagai bagian dari tuhan, atau kaum Yahudi yang mempercayai Uzair sebagai anak tuhan, atau kaum paganis yang mempersekutukan Allah SWT dengan berbagai mahluk-Nya. Islam mengajak mereka untuk beribadah dan taat hanya kepada Allah SWT.

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) pada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, yakni bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah, tidak mempersekutukan Dia dengan apapun dan sebagian kita tidak pula menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling, katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (QS Ali Imran [3]: 64)

Berkat kalimat tauhid, umat manusia dibebaskan oleh Islam dari penyembahan kepada sesama mahluk. Mereka hanya tunduk dan taat pada Allah SWT. Tidak ada yang dimintai bantuan dan pertolongan melainkan Allah ‘Azza wa Jalla. Tak ada yang diharapkan ridhanya selain ridha Allah SWT. Tak ada yang ditakuti selain kemurkaan-Nya.

Pemahaman tauhid yang benar akan membuat orang yang lemah menjadi bangkit dan kuat, bangsa jahiliyah menjadi penguasa dunia dan bangsa yang lemah menjadi adidaya super power. Manusia yang berbeda suku bangsa, warna kulit dan bahasa justru bisa disatukan secara hakiki dengan ikatan tauhid. Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara kedua saudara kalian itu dan takutlah kepada Allah agar kalian mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat [49]: 10)

Tauhid sejatinya melahirkan ketaatan mutlak hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Ketaatan hanya kepada Allah SWT tentu menafikan pihak lain untuk ditaati. Tauhid pun meniscayakan bahwa pembuat hukum yang wajib ditaati hanyalah Allah SWT. Dialah sebaik-baik pembuat aturan bagi manusia. Ketika seorang manusia tidak mau berhukum pada hukum Allah dan Rasul-Nya, tentu tauhidnya ternoda. Allah SWT berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

"Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada keberatan di dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa’ [4]: 65)

Selain itu Allah SWT juga mengecam orang yang mengada-adakan hukum dengan menyatakan halal-haram untuk membatalkan hukum-Nya.

وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ

"Janganlah kalian mengatakan apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian secara dusta, "Ini halal dan ini haram," untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sungguh orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." (QS. An-Nahl [16]: 116)

Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi dalam Syarh ‘Aqidah Thahawiyah (2/267) mengatakan, “Sungguh jika seseorang meyakini bahwa hukum yang Allah turunkan tidak wajib, bahwa boleh dipilih (untuk tidak dilaksanakan), atau ia merendahkannya, padahal ia meyakini itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kekufuran yang besar.”

Ketaatan pada hukum Allah SWT adalah refleksi tauhid seorang Muslim. Ia tidak akan menjadikan Syariah Islam sebagai perkara yang boleh dipilih sesuka hati. Ia memahami bahwa memilih hanya Syariah Islam adalah kewajiban. Ia pun akan menjauhkan diri dari sikap sombong dan meremehkan hukum-hukum Allah. Tak mungkin ia membanggakan sistem demokrasi dan kapitalisme yang notabene lahir dari hawa nafsu manusia. Jika ia mengklaim bertauhid, maka tak ada hukum atau aturan yang wajib ia laksanakan selain aturan-aturan Allah SWT atau Syariah Islam. [Buletin Kaffah No. 057 (11 Muharram 1440 H - 21 September 2018 M)]

Oleh sebab itu, ajaran tauhid Islam khususnya kalimat tauhid atau kalimat tahlil tidak boleh dikriminalisasi, dan tidak boleh pula distigmatisasi negatif, serta tidak boleh pula dimonsterisasi sebagai simbol radikalisme, simbol terorisme, simbol anti Kebhinekaan dan simbol intoleransi.

Ajaran tauhid Islam khususnya kalimat tauhid atau kalimat tahlil tersebut pun tidak boleh difitnah, dan tidak boleh dikriminalisasi, serta tidak boleh dimonsterisasi dengan tuduhan sebagai simbol organisasi terlarang, simbol organisasi radikal dan simbol organisasi teroris.

Ajaran tauhid Islam khususnya kalimat tauhid atau kalimat tahlil tersebut pun tidak cukup ditulis, dibaca dan diucapkan dengan lisan dan diimani dalam hati saja, namun juga wajib dibumikan dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam kehidupan bernegara dengan meniadakan atau mencampakkan seluruh hukum jahiliyah buatan manusia seperti demokrasi kapitalisme sekulerisme, sosialisme komunisme, teokrasi, monarkhi, dan lain-lain. Dan kemudian bersegera menerapkan hukum Allah SWT (yakni Syariah Islam) semata secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dalam bingkai Khilafah.

Sebab tanpa Khilafah, Syariah Islam tidak bisa diterapkan secara totalitas dalam segala aspek kehidupan khususnya terutama dalam hal mu'amalah seperti perkara politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kesehatan, hukum-persanksian, peradilan, pertahanan dan keamanan.

Karena itu, sejatinya Khilafah adalah taajul furudh (mahkota kewajiban) sang pelaksana Syariah dan pemersatu umat. Dan Khilafah adalah tuntutan dari akidah tauhid Islam itu sendiri sekaligus tuntutan dari kalimat tauhid atau kalimat tahlil tersebut.

Dengan tegaknya Khilafah, maka seluruh hukum-hukum Allah atau Syariah Islam tersebut akan bisa diterapkan kembali secara kaffah atau secara totalitas dalam segala aspek kehidupan sehingga akan terwujud kembali berlanjutnya kehidupan Islam dan risalah Islam akan bisa disebarluaskan kembali ke segala penjuru alam dengan dakwah dan jihad sehingga benar-benar Islam rahmatan lil 'alamin dan khairu ummah (umat yang terbaik) akan terwujud kembali dalam menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta.

Oleh sebab itulah, sesungguhnya puncak tauhid dan puncak kalimat tauhid atau kalimat tahlil tersebut adalah tegaknya Khilafah Rasyidah Islamiyah Wa'dullah (janji Allah) wa Fardhun minallah (kewajiban dari Allah) wa Busyrah Rasulillah (kabar gembira Rasulullah Saw.) sebagai bukti keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Wallahu a'lam bish shawab. []

#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
#ReturnTheKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahAdalahSolusi []

Bacaan: @Zakariya al-Bantany, Puncak Tauhid Itu Tegaknya Khilafah

Senin, 24 September 2018

Nasihat Bagi Pembenci Khilafah Dan Kalimat Tauhid



LENTERA KEBANGKITAN

Nasihat Bagi Pembenci Khilafah Dan Kalimat Tauhid

Khilafah dan Kalimat Tauhid adalah ajaran Islam bahkan bagian integral dari Islam. Kalimat Tauhid adalah inti dari ajaran Islam dan Khilafah adalah mahkota kewajiban yang notabene adalah representasi Islam kaffah yang merupakan tuntutan dari Akidah Tauhid Islam.

Sebab, dengan tegaknya Khilafah seluruh hukum-hukum Islam (Syariah Islam) bisa dengan sempurna diterapkan dan dibumikan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam mu'amalah seperti ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan.

Khilafah pun adalah ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah dan sejatinya Khilafah pun berasaskan atau berdiri di atas Akidah Tauhid Islam bahkan tegaknya Khilafah pun merupakan puncak Tauhid.

Oleh karena itulah, jika seseorang yang mengaku Muslim tapi ia berani membenci, memusuhi, mempersekusi, dan mengkriminalisasi ajaran Islam perihal Khilafah dan Kalimat Tauhid, maka patut dipertanyakan ketauhidannya atau keimanannya dan keislamannya tersebut.

Karena itulah, jika anda masih bertauhid atau masih punya iman dan masih punya akal sehat, serta masih punya hati nurani, dan masih merasa Muslim maka baca dan renungkanlah QS. An-Nisaa ayat 97 ini:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمْ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالْوَاْ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيهَا فَأُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءتْ مَصِيرًا

"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. an-Nisaa': 97)

Asbabun Nuzul ayat tersebut:

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah dan lainnya; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Abul Aswad yang menceritakan, "Telah diputuskan untuk mengirimkan suatu pasukan terhadap penduduk Madinah, lalu aku mendaftarkan diri pada pasukan itu.
Aku bersua dengan Ikrimah maula Ibnu Abbas, lalu aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Dia melarangku melakukan hal tersebut dengan larangan yang keras. Lalu ia berkata, “Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa dahulu ada sejumlah kaum muslim bersama-sama kaum musyrik memperkuat pasukan mereka di masa Rasulullah Saw.
Maka ada anak panah yang meluncur dan mengenai seseorang dari kaum muslim yang bergabung dengan pasukan kaum musyrik itu, lalu ia mati terbunuh, atau terpukul lehernya oleh pedang hingga mati. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri (QS. An-Nisa: 97)." Al-Lais meriwayatkannya melalui Abul Aswad.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (yakni Az-Zubairi), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syarik Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu ada suatu kaum dari kalangan penduduk Mekkah.
Mereka menyembunyikan keislamannya. Tetapi kaum musyrik memaksa mereka berangkat berperang dalam Perang Badar bersama-sama mereka, lalu ada sebagian dari mereka yang gugur. Maka orang-orang muslim berkata, "Mereka yang gugur di antaranya terdapat sahabat-sahabat kita, yaitu kaum muslim; mereka dipaksa mengikuti perang." Akhirnya mereka memintakan ampun buat mereka yang gugur.
Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri." (QS. An-Nisa: 97), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu dikirimkan surat kepada orang-orang muslim yang tersisa berisikan ayat ini, dan dikatakan kepada mereka bahwa tiada uzur yang dapat diterima dari mereka." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian kaum muslim yang tersisa (di Mekah) itu keluar, tetapi mereka dikejar oleh kaum musyrik, lalu kaum musyrik memberi mereka perlindungan. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: “Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah” (QS. Al-Baqarah: 8), hingga akhir ayat."

Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah pemuda dari kalangan kabilah Quraisy yang mengakui dirinya telah masuk Islam di Mekkah, antara lain ialah Ali ibnu Umayyah ibnu Khalaf, Abu Qais ibnul Walid ibnul Mugirah, Abu Mansur ibnul Hajjaj, dan Al-Haris ibnu Zam'ah.
Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang dari kaum munafik yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah Saw. di Mekkah, tetapi mereka keluar bersama-sama pasukan kaum musyrik dan memihak kepada mereka dalam Perang Badar, lalu di antara mereka ada yang mati dalam peperangan tersebut.

Maka turunlah ayat yang mulia ini, yang maknanya umum mencakup semua orang yang bermukim di tengah-tengah kaum musyrik, padahal mereka mampu melakukan hijrah, namun mereka tidak dapat menegakkan agamanya; maka dia adalah orang yang menganiaya kepada dirinya sendiri dan dinilai sebagai orang yang berbuat dosa besar menurut kesepakatan umat dan menurut nas ayat ini, karena Allah SWT telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri.” (QS. An-Nisa: 97) Yakni karena ia tidak mau berhijrah ke Madinah. “(kepada mereka) malaikat berkata, "Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?" (QS. An-Nisa: 97) Dengan kata lain, mengapa kalian tinggal di Mekah dan tidak mau hijrah ke Madinah? Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah) ini.” (QS. An-Nisa: 97) Maksudnya, kami tidak mampu keluar meninggalkan negeri ini, tidak mampu pula bepergian keluar meninggalkannya. Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas?" (QS. An-Nisa: 97), hingga akhir ayat.

قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ بْنِ سُفْيَانَ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سمرة بن جندب، حدثني خبيب بن سليمان، عَنْ أَبِيهِ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمُرَةَ، عَنْ سَمُرَةَ بن جندب: أما بعد، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ "

Imam Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud ibnu Sufyan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hissan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa (yaitu Abu Daud), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sa'd ibnu Samurah ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Habib ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Sulaiman ibnu Samurah, dari Samurah ibnu Jundub. Amma Ba'du, Rasulullah Saw. telah bersabda:

"Barangsiapa yang bergabung dengan orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka sesungguhnya ia sama dengannya."

As-Saddi mengatakan, "Tatkala Al-Abbas, Uqail, dan Naufal ditawan, maka Rasulullah Saw. berkata kepada Al-Abbas: “Tebuslah dirimu dan anak saudaramu!” Al-Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah kami shalat menghadap ke kiblatmu dan mengucapkan syahadatmu?” Rasulullah Saw. bersabda: “Hai Abbas, sesungguhnya kalian melawan, maka kalian dilawan.” Kemudian Rasulullah Saw. membacakan kepadanya ayat ini, yaitu firman-Nya: “Bukankah bumi Allah itu luas?” (QS. An-Nisa: 97), hingga akhir ayat." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Semoga anda para pembenci ajaran Islam perihal Khilafah dan Kalimat Tauhid serta yang suka mempersekusi, mengkriminalisasi dan suka bubarin pengajian tidak bernasib sama dengan orang-orang yang mengaku Islam tapi justru turut membela dan membantu memperbesar jumlah pasukan kafir Quraish dalam memerangi Rasulullah Saw. dan pasukan kaum Muslim pada saat perang Badar tersebut. Maka, bertaubatlah sebelum Malaikat Maut menjemput nyawa anda...!!!

Semoga Allah SWT memberikan rahmah, taufiq dan hidayah-Nya kepada anda sekalian. Aaamiin.

Wallahu a'lam bish shawab. []  

#2019TetapWaspada
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahPuncakTauhid
#KhilafahAdalahSolusi []

@Zakariya al-Bantany

Mental Blockchain



Oleh Yudha Pedyanto

Pada tahun 2009, Satoshi Nakamoto seorang computer scientist dan cyberpunk activist menemukan sebuah algoritma finansial yang menggemparkan dunia. Algoritma finansial itu diberi nama Blockchain.

Apakah hebatnya Blockchain? Algoritma finansial ini memungkinkan netizen bermuamalah secara online menggunakan Bitcoin; mata uang digital yang tidak tergantung negara mana pun. Konsekuensinya ia tak bisa direkam, diketahui serta dikendalikan oleh lembaga keuangan apa pun.

Bagi kapitalisme global yang mati-matian mempertahankan dollar sebagai global currency-nya, ini jadi ancaman besar. Otoritas finansial AS langsung memburu dan membekukan semua komunitas online yang bermuamalah menggunakan bitcoin.

Tentu saja usaha tersebut sia-sia belaka. Mengapa? Karena tidak seperti e-Money konvensional yang algoritmanya dijalankan di server terpusat, Blockchain algoritmanya dijalankan di ribuan server milik netizen yang terdistribusi secara acak di belantara internet.

Kelebihan lain dari Blockchain adalah kemampuannya dalam menghadapi manipulasi informasi. Jika terjadi manipulasi informasi, pasti langsung terdeteksi dan terhapus dengan sendirinya. Caranya Blockchain memverifikasi setiap informasi baru dengan rantai informasi sebelumnya, kemudian mengkonfirmasinya dengan informasi valid yang tersebar di ribuan server tadi.

Anda mungkin pernah membaca berita; belum lama ini BI dengan mudahnya membekukan isi ulang e-Money Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan PayTren. Karena mereka semuanya terdaftar dan terpusat. Tapi bagaimana mungkin Anda membekukan sesuatu yang tidak terdaftar, tersebar dan terdistribusi acak? Bahkan sangat mungkin algoritma Blockchain berjalan secara siluman di server-server milik pemerintah.

Sebelum lebih jauh membahas Blockchain, kita kilas balik 65 tahun silam. Pada tahun 1953, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani seorang hakim mahkamah syariah dan aktivis pergerakan politik merumuskan sebuah konsep yang menggemparkan dunia. Konsep itu diberi nama Qiyadah Fikriyah.

Apa hebatnya Qiyadah Fikriyah? Konsep ini memungkinkan seorang muslim semata-mata tunduk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pemikiran dan tindakannya sepenuhnya berpusat pada prinsip (principle-centered), bukan berpusat pada figur (people-centered) apalagi uang (money-centered).

Menariknya, mengapa An-Nabhani sampai harus merumuskan konsep baru bernama Qiyadah Fikriyah? Bukankah Islam saja sudah cukup? Jawabannya sederhana; karena mereka yang sudah Islam belum tentu memiliki disiplin mental, emosional dan konseptual untuk tunduk semata-mata kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Contohnya Islam melarang pemeluknya untuk makan-minum dengan tangan kiri, berdamai dengan penjajah Israel atau dangdutan dengan biduan seksi. Tapi ketika ada ulama yang melakukannya, mereka mengatakan itu tidak apa-apa. Karena ulama tersebut termasuk Ahlu As-Sama'; semacam manusia penghuni langit yang dapat privilege (hak istimewa) tidak wajib taat syariat.

Orang-orang seperti ini sekalipun muslim tapi tidak memiliki Qiyadah Fikriyah, tapi Qiyadah Syakhsiyah. Pemikiran dan tindakannya tidak ditentukan oleh prinsip, tapi ditentukan oleh figur (people-centered). Apa perkataan dan tindakan junjungannya, itu pasti benar, sekalipun prinsip mengatakan sebaliknya.

Bahkan Nabi SAW tidak mengajarkan Qiyadah Syakhsiyah ini. Saat perang Badar Nabi SAW sudah menetapkan posisi strategis pasukan kaum muslimin. Lalu Hubab bin Mundir bertanya; apakah keputusan itu berdasarkan wahyu atau semata-mata strategi? Ketika Nabi SAW menjawab strategi, Hubab mengusulkan posisi lain yang lebih strategis. Nabi SAW akhirnya merevisi keputusannya lalu mengikuti pendapat Hubab bin Mundir.

Jika ada Ahlu As-Sama’; manusia langit yang paling dekat dengan Allah SWT, maka dia adalah Nabi Muhammad SAW. Tapi beliau tidak dikultuskan atau didewakan oleh pengikutnya. Apa yang dilakukan Nabi SAW (selain wahyu) belum pasti benar, serta terbuka atas masukan atau kritik. Jadi Nabi SAW dan para sahabat sebenarnya sudah menjalankan konsep Qiyadah Fikriyah sejak 14 abad silam.

Ada juga orang-orang menganut Qiyadah Madiyah (money-centered), di mana pemikiran dan tindakannya ditentukan oleh materi; apakah berwujud harta, tahta atau wanita. Ketika berhadapan dengan kenikmatan duniawi seperti ini, biasanya sirkuit otak manusia bagian basal ganglia langsung terpantik kemudian reflek menerima kenikmatan instan tersebut.

Nabi SAW dan para Sahabat pun tak terhindar dari godaan basal ganglia ala Qiyadah Madiyah tadi. Ketika di Makkah para pemimpin Quraisy menawarkan Nabi SAW harta, tahta dan wanita, dengan syarat Nabi SAW meninggalkan dakwahnya serta mengikuti ideologi harga mati bangsa Quraisy. Tentu tawaran tersebut ditolak Nabi SAW dan beliau tetap memegang teguh Qiyadah Fikriyah-nya.

Konsep Qiyadah Fikriyah ini sangat relevan untuk di-refresh, terutama masa-masa kampanye seperti sekarang. Ada seorang hafidz Quran yang tiba-tiba mendukung petahana, belakangan ternyata dia diduga terlibat kasus korupsi besar. Ada politisi Islam “garis keras” bersorban tiba-tiba juga mendukung petahana, belakangan ternyata dia diangkat jadi komisaris perusahaan plat merah. Mereka jadi korban Qiyadah Madiyah (money-centered), yang sekalipun muslim tapi tidak memiliki Qiyadah Fikriyah.

Atau ada juga seorang ulama sepuh tiba-tiba diangkat jadi pemimpin petahana, dengan harapan bisa jadi figur kharismatik yang menjinakkan kelompok Islam tertentu. Bagi para penganut Qiyadah Syakhsiyah (people-centered), trik ini sangat manjur dan menghipnotis. Mereka pun berduyun-duyun mendukungnya.

Tapi bagi penganut Qiyadah Fikriyah trik tersebut tak mempan. Karena mereka berpegang pada hadits: “Ulama’ ketika dekat dengan penguasa yang diinginkan dunia, namun ketika penguasa mendekati ulama yang dinginkan akhiratnya” (HR. Dailami). Orang-orang dengan Qiyadah Fikriyah (principle-centered) memiliki semacam imunitas terhadap trik marketing politik murahan semacam ini.

Ataupun sebaliknya, katakanlah jika oposisi mengangkat pemimpin yang muda, kaya raya, rajin sholat duha dan puasa, maka penganut Qiyadah Syakhsiyah langsung mengidolakannya. Tapi bagi penganut Qiyadah Fikriyah; percuma kaya raya, rajin duha dan puasa tapi gagasan ekonominya tetap pro pasar bebas ala kapitalisme. Lagi-lagi seseorang bisa saja beragama Islam, tapi tidak menjamin memiliki Qiyadah Fikriyah Islam.

Jika Satoshi Nakamoto menemukan algoritma finansial Blockchain yang memungkinkan manusia kebal terhadap intervensi lembaga finansial kapitalisme global, maka An-Nabhani merumuskan algoritma mental Qiyadah Fikriyah yang memungkinkan umat Islam kebal terhadap intervensi politik kaki-tangan kapitalisme global.

Jika Blockchain mampu mendeteksi manipulasi informasi, demikian pula dengan Qiyadah Fikriyah mampu mendeteksi manipulasi religi. Caranya Qiyadah Fikriyah memverifikasi manipulasi tersebut dengan Qur’an dan Sunnah, kemudian mengkonfirmasinya dengan ribuan penganut Qiyadah Fikriyah lainnya. Menurut saya Qiyadah Fikriyah menjadi semacam mental Blockchain yang membuat umat Islam tidak mudah dimanipulasi dan dimanfaatkan kepentingan politik sesaat.

Jika visi Satoshi Nakamoto dilanjutkan oleh gerakan cyberpunk underground yang tersebar di internet, maka visi An-Nabhani dilanjutkan oleh gerakan politik Hizbut Tahrir yang tersebar di lebih 50 negara (dan di internet). Karena dibekali algoritma mental Qiyadah Fikriyah tadi, Hizbut Tahrir menjadi sangat independen dan konsisten dalam mewujudkan cita-citanya melanjutkan kehidupan Islam.

Jika gerakan-gerakan politik Islam lainnya mudah ditunggangi dan dibelokkan, lain halnya dengan Hizbut Tahrir. Katakanlah jika ada anggota Hizbut Tahrir yang mendukung calon presiden tertentu yang akan menerapkan hukum buatan manusia ala demokrasi (tak peduli petahana atau oposisi), maka algoritma Qiyadah Fikriyah langsung mengisolir dan melenyapkan pendapat tersebut tanpa ampun. Seperti sistem imune mengisolir dan melenyapkan virus asing dalam tubuh manusia.

Jika sudah seperti ini, maka tidak ada pilihan lain bagi para tiran zhalim kecuali main pembekuan dan pembubaran. Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara. Tapi seperti halnya Blockchain yang tak bisa dihentikan dengan pembekuan komunitasnya, demikian pula Qiyadah Fikriyah tak bisa dicegah dengan pembubaran jamaahnya. Bagaimana mungkin Anda menghentikan gagasan yang menyebar dan melesat cepat dari satu kepala ke kepala yang lain?

A stand can be made against invasion by an army; no stand can be made against invasion by an idea.
-Victor Hugo

Terakhir, jika tertarik Anda bisa meng-install algoritma Blockchain di komputer Anda. Tapi tentu Anda harus didampingi oleh tenaga ahli certified dan berpengalaman dalam bidang Blockchain. Dan jika tertarik, Anda bisa meng-install algoritma Qiyadah Fikriyah di pikiran Anda. Tapi tentu Anda harus didampingi oleh tenaga ahli certified dan berpengalaman dalam bidang Qiyadah Fikriyah: Mereka adalah para anggota Hizbut Tahrir.

[Tulisan ini saya persembahkan kepada mereka yang menjelaskan Qiyadah Fikriyah dengan sangat amazing; Ustadz Adam Romulo dkk. Antum ibarat Master Jedi yang mengajari para Jedi junior bagaimana melindungi galaksi. May the force of Qiyadah Fikriyah be with you…]

Yogyakarta, 24 September 2018
#HTIMilenial
#KomikIdeologis []

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam