Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 31 Mei 2017

Pesantren 3 in 1 Pertama Di Bandar Lampung



KH Muhammad Sulthan, Pimpinan Ponpes Jabal An Nur Al Islami:

Demokrasi Bukan Bagian Dari Islam

Hizbut Tahrir itu bagus. Alhamdulillah, saya memandang Hizbut tahrir itu rajin bersilaturahim. Memang salah satu cara iika mau membumikan khilafah ya harus seperti itu, menyosialisasikannya ke tengah-tengah masyarakat, turun ke bawah dan tidak ada rasa gengsi dan saya lihat itu di Hizbut Tahrir.

Dulu harapan kami memang dengan partai-partai politik Islam yang ada, tetapi ketika mereka masuk sistem bukannya mewarnai malah diwarnai. Sedangkan saya melihat Hizbut Tahrir berada di luar sistem pemerintahan, itu lebih asyik sebenarnya. Jadi ketika dia nanti menang tidak ada tekanan dari siapa-siapa. Jebakan-jebakan demokrasi yang sangat luar biasa itu kan berbahaya, bahkan tidak sedikit ulama-ulama yang mengambil demokrasi, padahal demokrasi itu bukan bagian dari Islam. Kita tidak mengenal demokrasi. Kalau Islam mencari yang terbaik, demokrasi mencari yang terbanyak. []

Ponpes Modern Jabal An-Nur Al-Islami, Parendoan, Batu Putuk, Betung Barat, Bandar Lampung

Semua bangunannya tampak baru! Bahkan sebagiannya masih dalam tahap pembangunan sehingga tukang yang sedang mengaduk, pasir, bata dan material lainnya menghiasi beberapa ruas jalan kompleks Pondok Pesantren Jabal An Nur Al Islami (JNI). Pembangun secara total dan besar-besaran tersebut dimulai 2,5 tahun lalu saat JNI pindah ke Jalan Wan Abdurrahman Kampung Parendoan, Kelurahan Batu Putuk Kecamatan Betung Barat, Bandar Lampung.

Tadinya, pesantren yang berdiri sejak 25 Mei 2007 beralamat di Campang Raya, Bayur Atas, Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung tepatnya berada di atas gunung-yang sekarang sudah rata dan menjadi gudang semua.

Karena pesantren ini berdiri di atas gunung, maka diberi nama Jabal An Nur alias gunung yang bercahaya. Nama tersebut diambil dari gunung Jabal An Nur di Mekkah. ”Sesuai dengan namanya, kita bersama para pendirinya terinspirasi dari Jabal An Nur di Mekkah, supaya mendapat cahaya dari Allah,” ujar KH Muhammad Sulthon, pimpinan JNI.

Sebelum pindah ke Parendoan, fasilitas yang ada sangat terbatas. Dindingnya belum ada yang tembok. Batangnya dari tangkil, dindingnya triplek. Selama lima tahun tidak ada air. "Jadi kami membeli dua tangki air setiap hari. Jika hujan turun kami buat penadah hujan," kenang ulama yang akrab disapa Kyai Sulthon tersebut.

Bahkan enam bulan pertama, pesantren yang didirikan oleh KH Muhammad Fathoni Syafe'i, Lc -ayahanda Kyai Sulthon- tersebut hanya satu orang. Seiring berjalannya waktu dan semakin meningkatnya kepercayaan warga untuk menitipkan anak-anaknya di JNI maka santri terus bertambah hingga akhirnya harus dipindah. Sekarang jumlah santri putra putri sekitar 280 orang, semuanya mondok (boarding).

"Alhamdulillah, 2012 tepatnya 25 Februari kami pindah ke tempat ini dan itupun atas pertolongan Allah. Dahulu tempat ini hutan lebat, banyak binatang seperti beruang dan rusa. Alhamdulillah, dengan ketulusan dan keikhlasan para pengurus pondok, pengembangannya signifikan,” ujar Kyai Sulthon.

JNI didirikan lantaran KH Muhammad Fathoni Syafe'i saat itu melihat semakin banyaknya generasi yang lahir tidak berakhlakul karimah dan merebaknya narkoba. ”Kita dengan para pendiri menginginkan pondok-pondok yang didirikan memiliki pendidikan dengan warna Islam yang harapan kami dari pondok ini akan lahir generasi-generasi yang dapat menerapkan syariat Islam dalam kehidupannya," ujar Kyai Sulthon.

Three in One

JNI merupakan pesantren pertama di Bandar Lampung yang menerapkan sistem pendidikan dengan menggunakan tiga bahasa pengantar yaitu bahasa Arab, Inggris dan Indonesia; serta mengintegrasikan sistem pondok modern, salafiyah, dan Kementerian Agama. Sehingga JNI dikenal sebagai pesantren dengan kurikulum Three in One. "Kurikulum 3 in 1 inilah yang dibutuhkan oleh anak-anak kita untuk menghadapi perkembangan zaman yang serba teknologi,” ujar Kyai Sulthon.

Selain dari Lampung, JNI membina para santri yang berdatangan dari Kalimantan, NTT, Jakarta, Probolinggo, Palembang dan Jambi. Semua santri menginap di pesantren yang memiliki luas lahan 1,5 hektar dengan 15 unit bangunan permanen, 10 lokal dan 5 asrama yang semuanya dalam kondisi penuh.

”Jadi kalau tidur malam semua penuh baik masjid, kamar di dalam dan di luar," ujarnya sehingga JNI memutuskan untuk terus menambah bangunan di lahan yang masih luas tersebut.

Adapun ekstrakulikulernya antara lain, seni membaca Al-Qur’an, keorganisasian dan kepemimpinan, pidato tiga bahasa (Arab, Inggris, Indonesia), kursus-kursus keterampilan, hafalan Al-Qur’an, seni beladiri dan santri pecinta alam.

Kaligrafi, beladiri, pencak silat, shalat tahajud, dhuha, menjadi program wajib untuk di laksanakan di sini. ”Kami memang tidak mengejar santri untuk mengikuti lomba-lomba di luar, namun kami mengirimkan langsung ke tengah-tengah masyarakat agar berkiprah di sana seperti mengirimkan santri untuk menjadi da'i di tengah-tengah masyarakat seperti menjadi guru maupun khatib,” ujar pimpinan pesantren yang membuka kelas MTs dan MA tersebut.

Alumni JNI saat ini tersebar ke berbagai tempat. Ada yang di perguruan tinggi di Lampung seperti IAIN Raden Intan Bandar Lampung, Jogya, Kudus bahkan sampai ke Yaman untuk menimba ilmu di sana.

”Alumni kami sudah ada yang ke Yaman mengambil sarjana syariah Islam, dan tahun depan kami akan mengirim lagi dua orang ke sana. Semua itu mandiri tidak ada bantuan dari luar,” pungkasnya. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 156, Agustus-September 2015
---

Aceh, Seuramoe Mekkah yang Terjajah



Oleh: Moni Mutia Liza, Mahasiswi FKIP Fisika Unsyiah

Sudah 70 tahun Aceh merdeka, jauh dari konflik dan pembangunan mulai dibenahi serta bertaburnya investor asing di provinsi yang kaya sumber daya alam ini, namun tak membuat masyarakat Aceh sejahtera. Melimpahnya SDA seperti pertambangan emas di provinsi ini antara lain Woyla, Seunagan, Aceh Barat, Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah, batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat, batugamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar, di Tapaktuan. Bahkan saat ini para peneliti sedang meneliti kandungan emas di Kecamatan Ketol. Penelitian itu dilakukan oleh perusahaan tambang nasional dan asing. Selain Ketol, kandungan emas itu diperkirakan juga terdapat di Kecamatan Linge.

Selain itu, Aceh juga memiliki potensi minyak hidrokarbon di timur laut Simeulue, diperkirakan mencapai 320 miliar barrel, jauh di atas cadangan minyak Arab Saudi yang hanya memiliki volume 264 miliar barrel. Terdapat pula potensi tenaga panas bumi di Jaboi, Sabang, serta emas, tembaga, timah, kromium dan marmer di Pidie. Perut bumi Aceh juga menyimpan tembaga alam seperti Native Cupper, Cu, Chalcopirit, Bornit, Chalcosit, Covellit dan biji tembaga berkadar tinggi lainnya, (The Aceh Traffic portal). Sumber Kekayaan hutan, laut, perternakan, pertanian di Aceh juga mengalahkan sumber daya alam yang melimpah di Kalimantan dan Papua.

Namun kekayaan yang melimpah ini dijarah oleh investor asing atas nama UU liberalisasi migas dan UU kepemilikan individu. Bukankah ini bentuk penjajahan?

Aceh pasca tsunami ibarat gadis cantik yang masih perawan. Pesonanya menarik perhatian perusahaan lokal dan dunia untuk segera melamar dan meminangnya.

Tsunami membuka jalan kepada investor Asia dan internasional untuk mengeruk SDA di Aceh. Bantuan dari berbagai perusahaan dunia membuat luluh hati masyarakat Aceh yang sangat kental dengan pandangan bahwa para bule adalah musuh masyarakat Aceh. Setelah kucuran dana mengalir dari kantong perusahaan asing dan janji-janji manis melalui bantuan rumah, bangunan sekolah, rumah sakit dan bantuan berupa uang pasca tsunami ternyata berlanjut pada pembangunan perusahaan asing di provinsi Aceh bahkan memperpanjang kontrak kerja mereka untuk mengeruk SDA di Aceh. Masyarakat Aceh sendiri sudah menganggap bahwa perusahaan asing tersebut tamu mulia, sehingga bagi masyarakat Aceh tak masalah bila perusahaan asing tersebut berlama-lama di Aceh menggotong kekayaan alam di bumi para ulama tersebut.

Pemerintah Indonesia dan Acehpun tak bisa berbuat banyak saat perusahaan asing mendesak agar SDA dapat dikelola oleh perusahaan swasta, bukan negara. Semua ini disebabkan diterapkannya sistem perekonomian kapitalisme di Indonesia yang mengharuskan prinsip take and give alias tidak ada makan gratis. Solidaritas atas nama kemanusiaan dijadikan modal untuk menjajah negeri yang kaya sumber daya alam. Pada akhirnya keuntungan besar berpihak pada kaum perusahaan Asia dan dunia, sedangkan masyarakat dan lingkungan semakin rusak. Hal ini dapat dibuktikan bahwa kabar gembira akan berkurangnya tingkat pengangguran di wilayah yang terdapat perusahaan swasta adalah kebohongan yang menyakitkan. Terbukti adanya perusahaan swasta misalnya PT. Arun, PT. PIM, PT. AAF, Lafarge Semen Andalas, Exxon Mobil, CALTEX tidak mampu mengurangi tingkat penggangguran di Aceh yang kian membludak. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Rabu kemarin (6/5/2015) di Banda Aceh, tercatat meningkat pada 2015 yaitu sebesar 28 ribu orang. Selain itu, tingkat buta huruf juga menanjak. Misalnya di Nagan Raya yang terdapat perusahaan listrik tenaga UAP ternyata masyarakat di Nagan Raya jauh dari pendidikan. Berdasarkan data yang dirilis BPS Nagan Raya tahun 2013, menyatakan bahwa masyarakat buta huruf di kabupaten Setempat mencapai tiga ribu lebih.

Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa perusahaan tersebut juga melakukan pembangunan, baik berupa jalan dan fasilitas lainnya dengan tujuan untuk memuluskan kepentingan mereka dalam mengekspor kekayaan alam ke negaranya dan melunakkan hati masyarakat agar mau menerima kehadiran mereka dan membentuk pemahaman masyarakat bahwa kehadiran perusahaan swasta tersebut akan membuat masyarakat hidup sejahtera. Padahal, hakikatnya pengeluaran dana ketika pembangunan fasilitas kepada masyarakat tidaklah sebanding dengan kekayaan yang mereka raih dari hasil SDA yang mereka keruk.

Hadirnya investor asing tersebut tidak lain menjajah perekonomian masyarakat Aceh atau dapat disebut penjajahan gaya baru (neoimperialisme). Menghancurkan tatanan sosial dan budaya masyarakat Aceh yang kental dengan nuansa Islam. Pergaulan seks bebaspun bertambah seiring bertambahnya investor asing di tanah Aceh. Ditambah dengan sistem pemerintahan demokrasi yang diterapkan di Aceh membuat seks bebas menjadi legal atas nama HAM.

Ketidakmandirian pemerintah Indonesia termasuk Aceh dalam mengelola SDA dan distribusi kekayaan yang tidak merata menandakan Indonesia dan Aceh tidak merdeka. Pasalnya banyak kebijakan pemerintah ditalarbelakangi oleh pesanan kaum kapitalis.

Ironis, Indonesia dan Aceh yang kaya SDA namun terus dalam kategori negara berkembang. Beginilah gambaran negara yang tidak merdeka. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 156, Agustus-September 2015
---

Politisasi KPK Kental Sekali



Wartawan Media Umat Joko Prasetyo Mewawancarai Sekjen Laskar Anti Korupsi (LAKI) Pejuang 45 HM Hasbi Ibrohim. Berikut petikannya.

KPK baru akankah jadi pemberantas atau penyelamat koruptor?

Dari aspek uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR sebenarnya ada tiga calon komisioner KPK yang pernyataannya sangat disesalkan, yang akhirnya dipilih dan dilantik oleh Presiden Jokowi itu.

Terlihat bahwa pertama, mereka tidak ingin mengusut skandal BLBI dan Century. Kedua, mereka seolah-olah ingin mengampuni para obligor kelas kakap. Ketiga, memberikan indikasi setuju untuk merevisi UU KPK.

Namun, kami sebagai aktivis anti korupsi masih tetap berharap kepada mereka untuk benar-benar memberantas korupsi. Siapa tahu, pernyataan mereka di depan Komisi III DPR hanyalah strategi agar mereka dipilih oleh anggota DPR. Karena mereka tahu kalau mereka melawan arus DPR, maka tidak akan terpilih seperti Pak Johan Budi dan Pak Busyro Muqoddas. Makanya, kami akan mengawal dengan tegas KPK.

Apakah Anda tidak melihat KPK baru ini terpilih untuk mengamankan kasus yang diduga melibatkan Megawati, SBY dan para petinggi lainnya?

Sebenarnya semakin kental kita melihat. Makanya, kita akan semakin mendorong, akan melakukan aksi damai agar KPK mengusut BLBI dan Century. Tetapi kalau memang ternyata mereka tidak melakukan apa-apa, berarti memang benar mereka dipasang untuk mengamankan siapapun mantan pejabat tinggi negeri ini.

Kita tidak mungkin membiarkan itu. Yang jelas, kita harus mengawal karena sudah terpilih. Kita harus memberikan masukan-masukan kepada mereka dan harus selalu mengingatkan kepada mereka bahwa mereka bekerja untuk negeri ini bukan bekerja untuk partai politik, bukan bekerja untuk pesanan. Walaupun sebenarnya mereka terpilih itu karena pesanan.

Saya tahu betul, sebenarnya ketika Panitia Seleksi (Pansel) KPK memproses yang delapan calon komisioner itu saya yakin semua sudah dikavling-kavling.

Kavling siapa saja?

Ada kavlingnya Pak Luhut, ada kavlingnya Pak Jokowi, ada kavlingnya lbu Megawati, bahkan ada kavlingnya DPR sendiri. Itu semua terjadi karena memang ada politisasi ketika pemilihan mulai dari Pansel Srikandi (perempuan semua, red.) sembilan, putusan Pansel, kemudian uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Kita melihat ada desain besari (grand design) untuk mengamankan seseorang atau bahkan untuk mengamankan kebijakannya ke depan.

Tapi kita jangan pesimis, apapun suara publik itu bisa melawan keinginan, hasrat, animo dari politisi yang ada di Senayan dan istana. Suara publik ini tidak akan terbendung bila penyiar radio, sosial media, semua televisi juga menyiarkan suara publik maka para politisi Senayan dan istana tidak akan sanggup untuk menghadapi derasnya harapan dan perlawanan rakyat. Sekaliber Jokowi pun tidak akan sanggup.

Mengapa ada pihak-pihak yang ingin memperlemah KPK?

Para mafia, para bandar, para koruptor mana sih yang ingin tertangkap KPK? Jaringannya saja tertangkap, mereka itu tidak akan bisa tidur siang dan malam. Jadi, mereka itu berupaya dengan segala kegiatan; para mafia, para koruptor dengan segala antek aseng dan asing itu tidak akan bisa tidur, mereka mempunyai infrastruktur yang kuat, mereka punya sumber daya manusia yang solid, mereka punya uang yang begitu melimpah di negeri ini. Bahkan republik ini bisa dia rontokkan.

Maka mereka bisa berbuat apa saja. Sekaliber presiden pun yang tadinya A bisa menjadi B, bisa menjadi Z. Bisa saja mereka mengubah seperti itu. Mereka tidak ingin dipenjara seharipun, apalagi sampai dihukum mati. Mereka tidak ingin berbaju oranye KPK. Makanya, mereka membuat revisi UU KPK yang membolehkan ada Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) dan melarang penyadapan.

Coba bayangkan, bila pejabat dan anggota Dewan disadap semua dan penyidik KPK ada lima ribu orang, mungkin setiap hari KPK bisa menangkap sepuluh orang.

Coba lihat seluruh peristiwa budgeting di DPRD kabupaten, kota dan provinsi itu terendus semua, "kalau ingin memenangkan proyek, harus bayar 20 persen, kalau tidak ada 20 persen tidak akan menang proyek.” Tetapi kalau ditanya, benar ngomong begitu, mereka tidak akan mengaku. Tetapi kalau mereka sakit hati karena kalah, pasti akan buka-bukaan. Ini kan tidak bisa membuktikan apa-apa, seperti buang angin, wujudnya tidak terlihat tetapi kita mencium bau yang menyengat, tetapi tidak bisa disentuh, tidak bisa diraba karena begitu cantik mereka melakukan permainan. Walaupun sudah diatur sedemikian rupa prosedurnya, administrasinya. Tapi itu semua hanyalah kamuflase.

Mereka bisa bermain, karena mereka bermain dengan operatornya. Karena sistem komputernya juga sekarang pakai sistem mafia. Itu yang tidak banyak dipikirkan rakyat pada umumnya saat ini.

Apa yang membuat para koruptor dan jaringan mafianya semakin kuat?

Karena mereka sudah mengeluarkan triliyunan rupiah untuk biaya politik. Baik ketika pemilihan presiden, ketika pemilihan anggota legislatif. Otomatis mereka punya harapan uangnya kembali.

Misalnya, Anda sendiri berani mengeluarkan 100 milyar untuk kampanye seorang calon bupati. Bila dia sudah terpilih, saya yakin Anda akan memenangi proyek infrastruktur di kabupaten tersebut. Jadi, biaya politik yang begitu besar, akan menyandera. Bahkan leher dan kakinya itu sudah dicekik. Kalau ada bupati atau gubernur terpilih dalam pilkada, saya yakin mereka hanyalah nama. Yang mengendalikan mereka itu ya para mafia. Karena mereka dibiayai. Siapa sih di republik ini tidak menggunakan biaya dari mafia orang asing dan atau aseng? Siapa? Saya bertanya.

Siapa sekarang ini yang benar-benar terpilih tanpa uang dari mafia? Karena sekarang sistem partai politiknya korup, jadi tidak bisa.

Sistem kita sudah hancur, hukum sudah berpihak pada pemodal, pemilik korporasi, pemilik senjata, bahkan hukum sekarang berpihak kepada premanisme dan people power, bukan berpihak kepada kebenaran dan keadilan.

Dengan kata lain, sistem yang berlaku sekarang mendorong orang untuk korup?

Saya berani bilang, bukan mendahului Yang Mahakuasa. Sekalipun (manusia berhati seperti) malaikat sekarang diturunkan jadi gubernur, jadi bupati, jadi presiden, kalau sistem partai politiknya, sistem hukumnya, sistem ekonomi dan budayanya, sistem pengelolaan sumber daya alamnya itu tidak diluruskan, maka siapapun akan menjadi korup.

Sekarang, marilah seluruh media, penyiar, media cetak, elektronik, sosial media mari kita bersatu. Kita semua suarakan kebenaran. Jangan terpengaruh dengan pimpinan redaksi. Karena, mohon maaf, wartawan di lapangan meliput perkara, begitu mau dipublikasikan tiba-tiba diedit pimpinan redaksi karena kepentingan. Coba berani tidak media-media di bawah pimpinan Surya Paloh memberitakan bahwa Megawati melakukan pelanggaran serius karena telah melakukan pemutihan, melindungi dan memberi jaminan hukum untuk membebaskan sejumlah pencuri dana BLBI? []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 165, Januari 2016
---

Selasa, 30 Mei 2017

Empat Rekomendasi Hizbut Tahrir Untuk Perbaikan Negeri



Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2015 yang menunjukkan Indonesia semakin liberal dan semakin terjajah, Hizbut Tahrir Indonesia pun menyimpulkan dan merekomendasikan empat hal untuk perbaikan negeri ini.

Pertama, setiap penerapan sistem sekuler, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta, pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Instabilitas moneter, dikuasainya sumber daya kekayaan alam negeri ini oleh kekuatan asing, maraknya korupsi di seluruh sendi di seantero negeri, kerusakan lingkungan, kriminalitas atau kekerasan di kalangan atau yang menimpa anak dan remaja serta perempuan yang terjadi di mana-mana dan ketidakadilan yang menimpa umat adalah bukti nyata dari kerusakan dan kerugian itu. Ditambah dengan kedzaliman yang diderita umat di berbagai negara.

”Semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali kepada jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi busuk, terutama kapitalisme yang nyata-nyata telah sangat merusak dan merugikan umat manusia,” ungkap Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto dalam refleksi akhir tahun 2015, Rabu (16/12/2015) di Gedung Juang 45, Jakarta Pusat.

Kedua, demokrasi dalam teorinya adalah sistem yang memberikan ruang kepada kehendak rakyat. Tapi dalam kenyataannya itu hanya menjadi jalan bagi berkuasanya segelintir elite pemilik modal.

Pemerintahan yang terbentuk di pusat maupun daerah, oleh karena balas budi atas dukungan finansial yang diterima, cenderung menggunakan kewenangannya untuk kepentingan para pemilik modal tersebut. Akhirnya rakyat menjadi korban, baik karena terabaikan kepentingannya dalam layanan publik maupun akibat korupsi dan minpulasi anggaran negara.

Itulah yang terjadi saat ini di negeri ini, sebagaimana tampak dari proses legislasi di parlemen dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah di pusat maupun daerah, khususnya di bidang ekonomi dan politik yang sangat pro terhadap kepentingan pemilik modal domestik maupun asing. Kenyataan ini semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan para pemilik modal. Juga peringatan kepada penguasa di manapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran, bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada kaum kapitalis.

Ketiga, bila sungguh-sungguh ingin lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini, maka bangsa ini harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Islam dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

Keempat, oleh karena itu harus ada usaha sungguh-sungguh dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta kerjasama dari seluruh komponen umat Islam di negeri ini untuk menghentikan sekularisme, liberalisme dan neo-imperialisme, dan menegakkan syariah dan khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khaliafah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. Syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian sehingga berbagai kerusakan, kedzaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi. []


Rokhmat S. Labib, Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia:

Bangkitkan Umat Untuk Sadar Dan Melawan

Berdasarkan dinamika selama 2015, prediksi Anda nasib umat Islam Indonesia pada 2016 hagaimana?

Umat Islam semakin disudutkan oleh kafir Barat dan antek-anteknya. Salah satunya dengan isu terorisme. Bahkan dalam isu terorisme ini bisa jadi semakin meningkat tingkat fitnahnya.

Kaum Muslimin yang istiqamah mengajak saudaranya untuk taat pada syariah akan tetap dihadang dengan isu Islam Nusantara (konotasi yang membolehkan pelanggaran terhadap syariah, lantaran pelanggaran tersebut berasal dari kearifan lokal, red). Isu Islam Nusantara sengaja digunakan untuk menyesatkan pemahaman umat akan hakikat ajaran Islam yang sesungguhnya.

Kalau secara ekonomi bagaimana?

Perampokan sumber daya alam oleh asing dan anteknya terus dilakukan, kebijakan yang selama ini menyengsarakan rakyat terus dijalankan. Bahkan cengkraman kapitalisme akan semakin kuat setelah diberlakukannya perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan semakin membuat rakyat negeri ini terpuruk di bidang pengadaan barang dan jasa. Barang dan jasa ASEAN yang kualitasnya lebih bagus karena didukung negaranya masing-masing akan lebih leluasa lagi masuk ke negeri ini.

Di bidang politik?

Para politisi pemenang Pilkada serentak lalu, mulai kasak-kusuk mencari celah untuk memberikan proyek kepada para cukong yang telah membiayinya saat kampanye agar tidak sampai ditangkap KPK. Itulah yang mereka fikirkan, nasib umat, kesejahteraan umat akan dilupakan.

Bilamana umat bangkit melawan?

Bila umat sudah sadar bahwa selama ini mereka dieskploitasi, dijajah, tentu akan bangkit untuk melawan. Kita harus menyadarkan mereka, tunjukkan kepada umat, lihatlah siapa yang selama ini disebut teroris oleh Barat dan antek-anteknya selalu orang Islam atau kelompok Islam. Padahal jelas-jelas orang Kristen ngebom tidak pernah disebut teroris. Jelas-jelas OPM membunuh polisi dan kerap membuat teror di Papua, tidak pernah disebut teroris.

Ingatkan umat pula, lihatlah, isu-isu anti Pancasila, anti NKRI selalu ditujukan kepada orang Islam atau kelompok Islam yang ingin menjalankan perintah Allah SWT yakni menegakkan syariah Islam secara kaffah. Tetapi isu-isu anti Pancasila, anti NKRI tidak pernah diarahkan kepada para penguasa yang memasrahkan kedaulatan negeri ini kepada Amerika dan sekutunya. Dengan membiarkan Amerika terus mendikte aturan di negeri ini dan terus merampok emas di Freeport, misalnya. Orang yang menuding umat Islam anti NKRI karena ingin aturan Islam tegak itu juga anehnya tidak berkata apa-apa saat OPM jelas-jelas meneror dan berupaya melepas Papua.

Jelaskan kepada umat, semua isu yang mereka angkat semata-mata untuk mencegah tegaknya syariat Islam. Karena dengan digantinya kapitalisme dengan sistem perintahan Islam yakni khilafah, tentu saja asing dan antek-anteknya tidak dapat lagi memperbudak rakyat, tidak dapat lagi merampok sumber daya alam, tidak dapat lagi memecah-belah bangsa Ini.

Dan jelaskan pula, penegakkan syariat Islam itu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Sehingga, setiap Muslim wajib memperjuangkan penegakkan syariat Islam secara kaffah agar menjadi rahmat untuk seluruh alam dan tentu saja menjadi pundi-pundi pahala untuk bekal masuk surga-Nya di akhirat kelak. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 165, Januari 2016
---

Masjid Tuha Saksi Bisu Kekuasaan Khilafah Islam Di Aceh



HM Ali Yunus, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Besar

Khalifah Perintahkan Kerajaan-Kerajaan Di Aceh Bersatu

Indrapuri pada masa zaman Sultan Al-Qahhar, Iskandar Muda hingga raja-raja selanjutnya masih menjadi pusat peradaban Islam, dari pusat pendidikan, peradilan, hingga pusat ekonomi. Karena saat itu, daerah Aceh ini terkenal dengan hasil bumi, lada. Gampong Indrapuri saat itu dikenal sebagai ibukota 22 mukim. Namun pada masa Sultan Iskandar Tsani dan Ratu Safiatuddin ibukota Aceh Darussalam dipindahkan ke Lamteh karena saat itu ada keluarga kerajaan di sana.

Aceh kala itu telah menjadi bagian dari Kekhilafahan Utsmaniyah. Bahkan penggabungan beberapa kerajaan kecil di Aceh menjadi sebuah kesatuan kerajaan, yaitu Kerajaan Aceh Darussalam berada di bawah perintah Khalifah di Turki Utsmani. “Ibaratnya seperti hari ini, sebuah wilayah tak akan menjadi sebuah negara bila tanpa persetujuan PBB,” ujar Ketua MAA Aceh Besar Tengku Cut Ali Yunus.

Saat proses pembongkaran relief Candi Indrapuri hingga menjadi sebuah masjid juga melibatkan para tentara dari Khilafah Utsmaniyah yang saat itu masih berada di Aceh. []

Masjid Tuha Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar

Nuansa zaman dahulu saat Kerajaan Hindu masih berkuasa di Aceh begitu kental tatkala memperhatikan masjid ini dari luar, apalagi ketika masuk ke dalam beranda. Pasalnya, tembok berbentuk seperti punden berundak tiga tingkat dengan ketinggian 1,46 meter masih berdiri dengan kokoh. Dari depan, separuh masjid bagian bawah tidak tampak karena tertutupi dengan pagar tembok. Saat masuk melewati pagar pembatas masjid, maka akan ditemukan sebuah kolam di tengahnya. Air di kolam ini dipakai sebagai air untuk berwudhu.

Masjid bersejarah tersebut terletak di Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, berjarak sekitar 24 km ke arah utara Kota Banda Aceh. Bangunan masjid berdiri di atas tanah seluas 33.875 m2, di pinggir sungai yang memisahkan Pasar Indrapuri dengan jalan raya Medan-Banda Aceh. Ukuran masjid 18.8 x 18.8 meter, dan tinggi 11.65 meter. Masjid ini memiliki ”dua saudara” lainnya, yakni Masjid Indrapatra dan Indrapurwa -Masjid Indrapurwa sudah ditelan aliran air sungai.

Awalnya Memang Candi

Masjid yang dibangun sekitar abad ke-10, awalnya memang sebuah candi milik penganut agama Hindu dari Kerajaan Poli atau Lamuri. Namun, sejak penyebaran Islam sampai ke Aceh, banyak pemeluk Hindu yang akhirnya menganut agama Islam. Sehingga Candi Indrapuri ini tidak lagi terpakai dan ditinggalkan oleh para penganutnya.

Dibangun dengan konstruksi kayu dan didirikan di atas lantai ke empat candi. Para tentara Khilafah Turki Utsmani juga ikut merombak Candi Indrapuri menjadi masjid. Dan mulai dipugar kembali pada sekitar tahun 1992-1995 oleh pemerintah daerah Aceh melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan tidak mengubah bentuk awalnya. Hal ini seperti yang dituturkan oleh dua orang pengurus Masjid Tuha Indrapuri saat menemani Media Umat melihat-lihat masjid bersejarah tersebut.

Proses penyebaran Islam melalui jalan damai telah menarik perhatian banyak pihak membuat Islam diterima oleh masyarakat Aceh saat itu. Menurut buku Sejarah Pendidikan Daerah Istimewa Aceh, pengaruh kebudayaan Islam semakin tampak setelah Islam muncul sebagai kekuatan politik di daerah ini. Pada mulanya didirikan beberapa kerajaan kecil, seperti Peurelak, Samudera Pasai, Aceh, Daya dan lain-lain, kemudian pada awal abad ke-16 kerajaan-kerajaan tersebut dipersatukan ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam dan kerajaan-kerajaan inilah yang telah turut berperan dalam mewujudkan sendi-sendi masyarakat Islam di daerah Aceh.

Menurut penuturan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Besar Tengku Cut Ali Yunus kepada Media Umat, bersatunya kerajaan-kerajaan ini menjadi Kerajaan Aceh Bandar Darussalam atau Aceh Darussalam diketahui dan atas perintah dari Khalifah Utsmaniyah saat itu.
Puncak kejayaan Aceh Darussalam dimulai pada abad ke-17. Di Aceh kala itu banyak berdiri pusat-pusat dan lembaga pendidikan dari tingkat gampong (desa) hingga tingkat ibukota.

Maka, tak mengherankan ketika itu banyak ahli dari Khilafah Utsmaniyah datang membantu proses pengembangan teknologi dan penguatan angkatan perang darat dan laut Kerajaan Aceh Darussalam. Sejarah mencatat, jumlah para ahli dari daulah Khilafah yang datang ke Aceh berjumlah ratusan orang. Para ulama dari berbagai wilayah kekhilafahan juga datang dan menjadi ulama di sini hingga akhir hayatnya. Begitupula dengan para pujangganya. Di antaranya ada Syiah Kuala, Nurrudin Ar-Raniry, Hamzah Fansuri dan lain-lain.

Jadi Masjid Ibukota

Setelah dirombak dan difungsikan secara totalitas menjadi masjid oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1207 H (1618 M), fungsinya juga diganti menjadi masjid ibukota saat itu. Sultan lskandar Muda memanfaatkan masjid ini sebagai pengadilan dan sebagai tempat pemutusan berbagai perkara lainnya sebelum akhirnya dijadikan sebagai kebijakan politik Kerajaan Aceh Darussalam.

Masjid ini juga dijadikan sebagai tempat pelantikan Sultan Aceh. Adalah Muhammad Daud Syah dinobatkan sebagai Sultan Aceh pada tahun 1878 M. Upacara penobatan ini diselenggarakan di Masjid Indrapuri. Sedangkan pengukuhannya dilaksanakan di Masjid Raya Baiturrahman.

Bila ingin memutuskan sebuah jawaban atas sebuah perkara, Sultan Iskandar Muda dikabarkan menaiki gajah menuju masjid itu. Saat ini batu bekas pijakan gajah sang sultan masih dapat disaksikan di daerah tersebut.

Selain berfungsi sebagai tempat pemutusan hukum Islam, di sekitaran masjid juga didirikan dayah (pesantren). Hal ini terjadi saat Sultan Muhammad Daud Syah diculik oleh Belanda pada tahun 1903. Para ulama pun akhirnya turun gunung untuk menghidupkan kembali pendidikan bagi anak-anak Aceh. Di masa itu, Panglima Polem berinisiatif mendirikan dayah di halaman Masjid lndrapuri. Lalu beliau memanggil Teungku Hasballah Indrapuri untuk mengajar di Dayah ini. Salah seorang ulama Aceh yang juga sempat belajar dan mengajar di Dayah ini ialah Syeikh Muhammad Waly al-Khalidy dari Labuhan Haji.

Jadi Markas Mujahidin

Sedangkan pada masa perang kolonial, Masjid Tuha Indrapuri dijadikan sebagai markas para mujahidin Aceh melawan penjajah kaphe (kafir) Belanda. Di antaranya adalah Teungku Chik Di Tiro ikut menjadikan masjid ini sebagai benteng pertahanan, sampai ia wafat. Setelah Istana Kerajaan berhasil direbut Belanda di tahun 1874, Sultan Mahmud Syah (1870-1874 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Indrapuri. Baru kemudian berpindah ke Keumala setelah Montasik jatuh pada tahun 1878.

Saat ini Masjid Tuha Indrapuri menjadi obyek wisata, fungsinya sebagai masjid tidak begitu lagi kentara. Hanya shalat lima waktu saja yang masih berjalan di masjid ini. Sedangkan shalat Jum’at sudah dipindahkan ke Masjid Indrapuri yang baru. Mengingat masjid ini tidak memiliki ruangan yang luas, karena pemerintah daerah melarang perluasan masjid disebabkan masjid ini telah menjadi obyek wisata. Sementara pengajian hanya kadang-kadang saja diadakan.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 165, Januari 2016
---

Papua, Skenario Balkanisasi Nusantara?


Pembukaan kantor cabang ULMWP di Wamena menjadi perbincangan hangat di media sosial. Termasuk adanya skenario rencana Balkanisasi Nusantara. Secara umum netizen khawatir itu bisa benar-benar terjadi jika tak ada tindakan antisipasi dan nyata dari pemerintah Joko Widodo.

Beredar pula sebuah kiriman melalui jejaring Whatsapp yang mengatasnamakan Prof Sri Edi Swasono, guru besar UI tentang skenario pecah belah Indonesia menjadi lima negara. Meski kemudian sang profesor mengklarifikasi bahwa itu bukan tulisannya, setidaknya ia pun sepakat mesti ada langkah nyata mencegah Indonesia terbelah.

Skenario serupa pernah dikeluarkan oleh lembaga think tank Amerika Serikat Rand Corporation. Dikutip dalam buku Tangan Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia) terbitan 2010 karya Hendrajit, bahwa dalam skema yang dirancang Pentagon melalui rekomendasi studi Rand Corporation, Indonesia harus dibagi delapan wilayah, yang mana salah satu prioritas jangka pendek adalah memerdekakan Papua.

Rekomendasi Rand Corporation ihwal memecah Indonesia tersebut dikeluarkan pada tahun 1998, ketika Presiden Clinton masih menjabat sebagai presiden. Sebagai sesama Partai Demokrat, Presiden Barack Obama masih cukup beralasan untuk menjadikan skenario itu sebagai opsinya.

Dalam skenario Balkanisasi ini ada beberapa negara yang terpisah dari NKRI. Timor Timur berhasil memisahkan diri pada 1999 di masa pemerintahan Habibie. Beberapa daerah sudah sempat mengeluarkan niat pemisahan diri seperti Aceh dan Kalimantan Timur. Namun yang paling getol menyuarakan kemerdekaan adalah Papua.

Pemerintah Lemah

Bukan kali ini saja pemerintah begitu lemah menghadapi gerakan separatis Papua. Banyak kalangan mempertanyakan intelijen negara karena tidak bisa mengantisipasi pergerakan gerakan Papua Merdeka sampai bisa mereka meresmikan kantor perwakilan ULMWP di Wamena.

Kelemahan pemerintah lndonesia ini kian nyata di masa reformasi. Pemerintah seperti kebingungan menghadapi gerakan separatis. Ini bisa terjadi karena pemerintah sudah terjebak dalam prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) -sebuah ciri khas negara demokrasi sekuler.

Jebakan sistem sekuler ini memungkinkan kalangan separatis bisa bergerak bebas dengan memanfaatkan isu keadilan dan HAM. Dan isu inilah yang dimanfaatkan betul dan terus dipakai oleh gerakan Papua Merdeka di mana-mana. Mereka mempertanyakan ketidakadilan akibat 'pendudukan' Indonesia di Papua. Mereka mengangkat isu pelanggaran HAM di berbagai tempat di Papua yang ditujukan kepada TNI dan Polri.

Isu-isu itu sendiri tampaknya sulit dijawab oleh pemerintah. Sebaliknya, isu-isu ini sangat enak digoreng oleh mereka yang pro terhadap kemerdekaan Papua baik itu LSM maupun orang-orang asing.

Buka Celah

Pintu kemerdekaan kian terbuka ketika rezim Jokowi justru melonggarkan pihak asing masuk ke Papua. Di tahun pertama pemerintahannya, Presiden Jokowi mengambil keputusan yang mengkhawatirkan banyak pihak yakni memberikan kebebasan kepada para pewarta asing untuk melakukan peliputan ke Papua. “Mulai hari ini wartawan asing diperbolehkan dan bebas datang ke Papua sama seperti di wilayah lainnya di Indonesia," katanya di Merauke, Ahad (10/5/15).

Sudah menjadi rahasia umum, wartawan asing selama ini tidak murni mencari berita saja. Sebagian dari mereka adalah bagian dari sebuah kegiatan intelijen asing dan juga bagian dari tim propaganda sebuah kepentingan tertentu. Terbukanya mereka ke Papua bisa membuka peluang bagi wartawan asing untuk menginternasionalisasikan kasus sekecil apapun di Papua ke dunia internasional. Ini sangat menguntungkan gerakan Papua Merdeka dan sangat merugikan posisi Indonesia.

Tak hanya itu, Presiden Jokowi pun memberikan grasi kepada lima tahanan politik terkait gerakan Papua Merdeka yang ditahan di penjara Abepura sehari sebelum ia mengumumkan pers asing bebas masuk Papua. Menurutnya, upaya pengurangan hukuman ini dilakukan sepenuh hati untuk menghentikan stigma konflik yang ada di Papua. “Kita ingin menciptakan Papua sebagai negeri yang damai," kata Presiden Jokowi saat itu.

Jokowi menegaskan, kelima tapol mendapatkan grasi setelah melewati kajian menyeluruh. "Bukan dipilih. Ini melalui proses panjang (sejak) bulan Januari,” ujarnya. Selain grasi, pemerintah menjanjikan amnesti kepada para tahanan politik.

Nasionalis Tiarap

Anehnya, ketika gerakan separatis Papua bermanuver, justru kelompok yang selama ini selalu mengaku nasionalis sejati diam seribu bahasa. Tidak ada pernyataan yang menyerang OPM atau pihak-pihak yang ada di belakangnya.

Jargon mereka yang selama ini disuarakan dengan sangat keras 'NKRI Harga Mati' tak ada wujud nyatanya. Papua yang ada dalam bahaya karena ada sebagian orang yang berusaha melepaskannya dari NKRI dibiarkan saja. Mereka tidak protes terhadap tindakan pemerintah yang lembek. Mereka tak mengecam orang-orang Papua yang ingin merdeka.

Sikap ini sangat bertolak belakang dengan sikap mereka terhadap umat Islam yang ingin menerapkan syariah Islam di Indonesia secara kaffah. Mereka mengecam habis-habisan dengan mengatakan 'orang Islam tidak nasional', 'orang Islam memecah belah persatuan' dan sebagainya. Padahal, apa yang disuarakan kaum Muslimin tak ada kaitannya dengan pecah-belah bangsa.

Walhasil, seperti yang pernah dikatakan oleh Mahendradatta kepada Media Umat, jangan-jangan orang-orang yang mengaku nasionalis ini berteriak-teriak lantang hanya untuk menghalangi bangkitnya Islam di negeri ini. Mereka diam jika orang-orang asing yang memiiiki kepentingan mencaplok Indonesia dan mengeruk kekayaannya. []

Jokowi Rekomendasikan Referendum Papua?

Sabtu, 27 September 2014, sebuah twip menggegerkan dunia maya. Twip dari TM2000 itu mengungkapkan bahwa Jokowi telah menerbitkan rekomendasi referendum Papua Merdeka. Informasi yang katanya dari intelijen itu mengutip pernyataan Prof Damien Kingsbury yang menjadi pembicara dalam seminar bertema 'Timor Crisis’ di Melbourne, Australia 18-19 September 2014.

Profesor itu mengatakan dirinya memiliki “Proposal Joko Widodo” tentang Referendum Kemerdekaan Papua. Ia mengatakan, “Jika Indonesia mengalami krisis di Papua sebagaimana di Timor Timur dulu, maka Interfet harus masuk Papua." Namun demikian, belum bisa dikonfirmasi kebenaran proposal tersebut.

Yang jelas kebijakan Jokowi menimbulkan blunder. Filep Karma, tahanan politik terkemuka Papua yang dibebaskan Desember lalu setelah lebih dari satu dekade mendekam di balik jeruji besi, bersumpah untuk memerdekakan Papua dari Indonesia. Dia tidak percaya dengan Jokowi untuk memutuskan masa depan Papua karena tak punya pengaruh terhadap militer Indonesia.

“Saya percaya Jokowi sebagai (sosok) pribadi, tapi saya tidak percaya dia sebagai presiden,” kata Karma, mengacu kepada jabatan presiden dan pengaruhnya. Alasannya, Jokowi tidak memiliki pengaruh terhadap militer dan polisi.

Ia janji menghidupkan kembali gerakan kemerdekaan Papua dan siap dijebloskan lagi ke penjara jika perlu. Filep Karma sejatinya mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang ingin membuka wilayah Papua yang miskin setelah beberapa dasawarsa dilanda konflik. Tapi dia merasa itu belum cukup.

"Kami berada dalam semangat tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan kami karena perjuangan kami dapat didengar secara global, terlebih Papua telah dibuka untuk wartawan asing,” kata Filep Karma, seperti dikutip Reuters, Selasa (1/12/2015).

Ia menyatakan dulu kemerdekaan hanya mimpi. “Tapi sekarang, orang mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang pasti,” katanya. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Senin, 29 Mei 2017

Cegah Papua Merdeka Dengan Islam


HTI untuk mewujudkan negara kuat

Papua memiliki kekayaan yang luar biasa. Di sana ada tambang emas terbesar di dunia, Freeport. Ironisnya, Papua pula yang menjadi propinsi termiskin di Indonesia versi Badan Pusat Statistik tahun 2015.

Berdasarkan propinsi, propinsi dengan penduduk miskin terbesar adalah Papua yakni 28,17 persen, disusul kemudian Papua Barat 25,82 persen dan NTT 22,61 persen. Bandingkan dengan Jakarta yang penduduk miskinnya hanya 3,93 persen.

Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu disintegrasi. Sebagian masyarakat merasa tidak puas dengan pembagian 'kue' selama ini meski Papua telah berstatus sebagai daerah Otonomi Khusus. Trilyunan dana yang dialirkan ke Papua -yang membuat daerah lain ngiler- dianggap belum cukup oleh sebagian kalangan. Sebagian menganggap, yang dibutuhkan Papua bukan sekadar uang tapi memanusiakan warga Papua sama seperti bangsa Indonesia yang lain.

Mereka berpikir akan mendapatkan lebih dari itu jika merdeka.

"Harus diakui, pemerintah belum berhasil menyejahterakan rakyat Papua," kata juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia M ismail Yusanto.

Namun demikian, menurut Ismail, faktor ekonomi bukan satu-satunya pemicu. Menurutnya, ada faktor lain yang cukup dominan yakni dukungan dari pihak lain baik lokal maupun internasional yang menginginkan kemerdekaan bagi Papua.

Ia menjelaskan, gerakan separatis ini tidak berdiri sendiri tapi mempunyai link up ke pihak internasional. Ini bukan saja terjadi di Indonesia , tapi juga di seluruh dunia. “Kalau ada gerakan separatis pasti dia punya link up ke internasional negara tertentu. Biasanya tokoh-tokoh penggeraknya itu di negara tertentu dari sana mendapatkan bantuan dana dan bantuan politik,” tuturnya seraya menambahkan Papua bisa lepas seperti cara Timor Timur merdeka.

Dukungan Gereja

Gerakan separatis ini kian berani dengan adanya dukungan dari gereja. Apa yang terjadi di Papua sama persis dengan yang terjadi di Timor Timur sebelum kemerdekaan.

Dukungan bagi kemerdekaan Papua ini diwujudkan oleh sejumlah pimpinan gereja-gereja di Papua dalam bentuk surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden SBY pada 16 Desember 2011. Surat itu berisi antara lain penolakan terhadap Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) serta merekomendasikan hak rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri (the right for self determination).

Surat itu ditandatangani oleh Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Jemima M. Krey, S.Th, Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pdt Dr Benny Giay, dan Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua Pdt. Socratez Sofyan Yoman, MA. Rekomendasi pimpinan gereja-gereja Papua ini sekaligus menguak kecurigaan sementara pihak atas keterlibatan otoritas gereja di Papua dalam perjuangan separatisme.

Dukungan serupa muncul dari Dewan Gereja se-Dunia. Dalam pernyataannya, DGD menyiratkan rakyat Papua berhak memutuskan ikut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau merdeka. Menurut Dewan Gereja itu, rakyat Papua harus diberikan hak untuk menentukan nasib mereka.

“Bukan rahasia lagi jaringan gereja internasional mendukung Papua merdeka," kata tokoh Papua, Fadzlan Garamatan.

Campur Tangan Asing

Internasionalisasi Papua tak akan berhasil tanpa dukungan pihak asing. Sejak Federal Republic of West Papua diproklamasikan 2012, mereka terus membangun jejaring politik luar negeri. Puncaknya ketika Perdana Menteri Vanuatu Moana Carcasses Katokai Kalosil berpidato pada Sidang Tingkat Tinggi ke-25 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, Maret 2014.

Dalam pidatonya, PM Vanuatu mendorong komunitas internasional untuk mendukung kemerdekaan Papua Barat. PM Vanuatu menilai bahwa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 cacat hukum dan penuh rekayasa.

Republik Federal Papua Barat pun masuk dalam Melanesian Sparhead Group (MSG) di Port Vila, Vanuatu. Sebelumnya, Republik Federal Papua Barat pernah mendaftarkan keanggotaan dalam MSG Summit di Noumea pada tahun 2013, namun lantaran tidak ada unifikasi kelompok-kelompok perlawanan di Papua Barat, pendaftaran keanggotaan MSG tersebut ditolak.

Belakangan, dengan dukungan pemerintah Vanuatu dan Dewan Gereja Pasifik, tiga faksi OPM berhasil melakukan unifikasi di Port Wla dan membentuk United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) pada 6 Desember2014.

Secara resmi belum ada negara yang mendukung kemerderkaan Papua. Amerika misalnya, suara dukungan terhadap kemerdekaan Papua datang dari beberapa anggota Kongres. Demikian pula di Australia, hanya beberapa senator yang mendukung lepasnya Papua dari Indonesia. Negaranya sendiri mendukung Otonomi Khusus bagi Papua.

Inggris yang menjadi pusatnya ULMWP pun tegas sikapnya. "Kami akui Papua sebagai bagian dari Indonesia, dan kami mendukung penuh teritorial NKRI, juga kami mendukung upaya-upaya yang dilakukan pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan dalam menanggulangi masalah-masalah di Papua,” tegas Dubes Inggris Moazzam Malik di Jayapura, Rabu (20/1/2016).

Namun tidak ada yang tahu sikap sebenarnya dari negara-negara tersebut di balik layar.

Solusi Islam

Masalah Papua tak akan beres dengan penyelesaian ala sekuler kapitalistik saat ini. Menurut Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman, masalah Papua akan tuntas dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh.

Ia menjelaskan, Islam akan mengintegrasikan atau melebur masyarakat menjadi satu kesatuan dengan integrasi ideologis berdasarkan ideologi Islam, suatu hal yang gagal diwujudkan saat ini. Apalagi fakta sejarah menunjukkan, Papua adalah bagian dari Kesultanan Tidore yang Muslim. Islam masuk ke Papua lebih dulu dibandingkan misionaris. Saat kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, sebenarnya Papua itu adalah bagian dari Propinsi Maluku.

Maka, upaya melepaskan Papua dari wilayah lndonesia harus dicegah. Terkait upaya pencegahannya, Yahya menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, terus menerus membongkar makar dan tipudaya negara-negara kafir imperialis untuk memisahkan Papua. Termasuk membongkar niat busuk di baliknya untuk lebih mengeksploitasi Papua.

Kedua, menjelaskan kepada semua pihak khususnya rakyat Papua, bahwa memisahkan diri bukan solusi dan tidak akan menyelesaikan masalah rakyat Papua. Justru memisahkan diri itu akan menjadi bunuh diri politik. Ketika lepas, itu akan makin melemahkan Papua. Imperialis akan lebih mudah dan leluasa untuk mengeruk kekayaan Papua. Rakyat akan tetap dan terus menderita.

Ketiga, melakukan muhasabah al-hukkam, mengoreksi penguasa atas segala tindakan dan kebijakan yang buruk bagi rakyat Papua dan juga rakyat daerah lain. Berbagai kebijakan buruk itu berpangkal pada penerapan ideologi sekulerisme demokrasi kapitalisme diperparah lagi dengan ketundukan dan kelemahan terhadap intervensi asing kafir imperialis.

Keempat, terus-menerus dengan berbagai cara dan sarana menjelaskan tentang ideologi Islam, menjelaskan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh, satu-satunya yang bisa menjadi solusi tuntas bagi berbagai masalah yang ada. Memberikan penjelasan semua itu untuk membangun opini publik dan kesadaran masyarakat bagi penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh, di bawah sistem khilafah rasyidah. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Keadilan Islam Mengintegrasikan Papua



Organisasi Papua Merdeka terus meningkatkan eksistensinya. Jika dulu mereka bergerak di luar negeri, kini mereka berani terang-terangan membuka kantor di dalam negeri. Sayangnya, reaksi pemerintah tak memadai. Seberapa seriuskah OPM? Mengapa mereka begitu berani? Untuk mengungkapkannya, wartawan tabloid Media Umat mewawancarai Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman. Berikut Petikannya.

OPM telah membuka Kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Papua. Bagaimana Anda melihatnya?

Itu setidaknya mengindikasikan empat hal. Pertama, itu menunjukkan bahwa aksi separatisme Papua masih terus berlanjut dan makin nyata.

Kedua, tampaknya intelijen TNI dan pihak keamanan lagi-lagi kecolongan. Mestinya, upaya peresmian itu bisa diendus sebelum terjadi dan bisa dicegah. Lolosnya kejadian itu adalah buktinya.

Ketiga, dalam kejadian kembali terlihat sikap pemerintah yang lunak. Kegiatan itu jelas merupakan makar, tetapi pelakunya tidak ditindak tegas. Tindakan makar itu bahkan sudah nyata, tidak hanya terduga. Ini berbeda dengan kasus teroris, baru terduga saja, belum nyata, sudah dibunuh. Atau mungkin karena pelakunya bukan Muslim dan mendapat dukungan pihak luar?

Keempat, kejadian itu mengungkap masih lemah atau belum berhasilnya integrasi Papua.

Apakah Anda melihat mereka ini serius ingin merdeka?

Kejadian itu hanya bagian dari strategi umum pemisahan Papua. Secara umum strategi pemisahan Papua itu ada tiga: Pertama, terus melakukan perlawanan di dalam negeri melalui sayap militer OPM. Dalam hal ini sudah banyak terjadi serangan dan penembakan. Korbannya juga sudah banyak, baik warga sipil maupun aparat TNI dan Polri.

Kedua, melalui jalur politik dengan jalan internasionalisasi isu Papua. Di antaranya dilakukan dengan membuka kantor organisasi separatis Papua di luar negeri. Dan peresmian kantor ULMWP di Wamena itu juga dimaksudkan sebagai bagian dari internasionalisasi isu Papua.

Apa 'amunisi' mereka untuk merdeka?

Pelanggaran HAM, penindasan dan ketidakadilan yang diderita rakyat Papua. Mereka juga terus menyuarakan bahwa integrasi Papua ke Indonesia tidak sah.

Makanya, mereka punya strategi ketiga yakni, terus mendesakkan referendum penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Internasionalisasi isu Papua adalah upaya untuk mendesakkan referendum ini. Strategi referendum Papua melalui Dewan PBB itu sama seperti strategi pemisahan Timor Timur dari Indonesia.

Apakah Anda melihat ada campur tangan gereja di balik upaya melepaskan Papua dari Indonesia?

Campur tangan gereja sangat kentara.

Indikasinya?

Hasil sidang sinode GKI (Gereja Kristen Indonesia) Oktober 2011 mengeluarkan pesan mendorong "Hak Menentukan Nasib Sendiri” orang Papua. Pesan ini sejalan dengan rekomendasi Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (World Alliance of Reformed Churches) tahun 2004. Juga ada beberapa tokoh gereja yang secara terang-terangan mendukung disintegrasi Papua dari indonesia.

Tentu hal itu tidak bisa diaggap enteng, sebab dari pengalaman disintegrasi Timor Timur, gereja bekerja sama dengan kekuatan imperialis asing dan LSM komprador untuk memuluskan disintegrasi.

Campur tangan asing?

Jelas. Paling tidak ada dua kelompok. Elemen diplomatik jaringan Inggris dan elemen diplomatik jaringan AS. Yang melibatkan elemen diplomatik jaringan inggris misainya, dibentuk ILWP (International Lawyer for West Papua) dan IPWP (International Parliament for West Papua). Keduanya bermarkas di Inggris dan diinisiasi serta dimotori oleh organisasi yang dipimpin oleh Beny Wenda, yaitu FWPC (Free West Papua Campaign).

Sedangkan elemen diplomatik jaringan AS, di antaranya adanya dukungan terhadap distintegrasi Papua oleh beberapa politisi AS bahkan senator atau mantan senator.

Benarkah asing ingin Papua lepas dari Indonesia?

Pada 1998 muncul rekomendasi dari Rand Corporation, lembaga kajian strategis yang sering memberikan rekomendasi kepada Dephan AS Pentagon, bahwa Indonesia harus dibagi dalam 8 wilayah. Salah satu prioritas adalah memerdekakan Papua. Hal itu diungkap oleh Hendrajit dkk dalam buku Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010. Rekomendasi skenario ”Balkanisasi" Indonesia yang dikeluarkan saat Bill Clinton berkuasa itu tampaknya dijalankan meski dengan detil proses yang dimodifikasi.

Apa yang diinginkan inggris dan Amerika dari Papua?

Bagi Inggris atau AS yang penting kepentingan imperialisme mereka terjamin. Jika itu lebih terjamin dengan Papua tetap jadi bagian Indonesia, maka mereka belum akan melepaskan Papua. Tapi Jika kepentingan mereka tidak lagi terjamin, maka mereka akan memicu disintegrasi Papua.

Kepentingan AS di antaranya tampak dengan eksistensi Freeport yang menyedot emas dan mineral berharga lainnya, sementara Inggris tampak dengan eksistensi British Petroleum yang menyedot minyak.

Mengapa gereja ada di belakang pemisahan diri ini?

Ada dua faktor. Pertama, gereja tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Barat. Kedua, tentu gereja ingin Papua sepenuhnya didominasi Kristen. Dan keinginan itu berulang kali tampak. Misalnya, dengan usulan adanya perda Injil, dan lainnya. Gereja beranggapan jika Papua lepas akan lebih mudah bagi gereja mendominasi dan mengkristenkan seluruh Papua. Berbeda jika Papua masih tetapi jadi bagian Indonesia. Dominasi kristen dan kristenisasi Papua mereka anggap akan lebih lambat.

Apakah sikap dan tindakan pemerintah selama ini sudah memadai dalam menangani masalah ini?

Tidak memadai sama sekali. Bahkan ketika ULMWP buka kantor di Wamena, pemerintah malah berusaha menutupinya dengan mengatakan tidak ada pembukaan kantor OPM. Pemerintah juga tidak bersikap tegas kepada negara Vanuatu dan Solomon. Malah seperti yang dikemukakan Menko Polhukam, ke depan pemerintah akan membuka hubungan dengan negara-negara Melanesia dan meningkatkan hubungan yang sudah ada. Para pelaku aksi makar itu juga tidak ditindak secara tegas.

Lantas bagaimana Islam memberikan solusi terkait masalah disintegrasi Papua ini?

Penyelesaian tuntas masalah Papua hanya bisa dilakukan melalui penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh.

Terkait perbedaan suku, ras, agama dan antar golongan di tengah masyarakat?

Islam akan mengintegrasikan atau melebur masyarakat menjadi satu kesatuan dengan integrasi ideologis berdasarkan ideologi Islam.

Sejarah penerapan Islam di bawah khilafah telah membuktikan bisa melebur dan mengintegrasikan semua warganya, dari warna kulit, suku, asal keturunan, ras, budaya, asal daerah, tempat kelahiran dan latar belakang yang berbeda. Semua dilebur dan diintegrasikan menjadi satu yakni masyarakat Islam.

Khilafah juga akan menyejahterakan seluruh rakyat dan menjunjung tinggi keadilan. Kesenjangan dan ketimpangan antar individu dan antar daerah akan segera bisa diatasi dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh itu.

Jadi intinya, penyelesaian masalah Papua, juga daerah lain sebab masalah itu secara relatif juga dialami daerah lain, adalah melalui penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh. Hanya dengan begitu, masalah masalah itu bisa diselesaikan dengan tuntas. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Menerangi Kawasan Hitam Surabaya Utara



KH Hasyim Yahya, Ketua Yayasan Masjid Mujahidin Surabaya

Nashrullah Datang saat Kegelisahan Umat Memuncak

KH Hasyim Yahya merupakan sosok yang suka berlama-lama dengan para pemuda aktivis Islam manapun. Ambok Hasyim adalah panggilan akrabnya, sebuah panggilan suku Bugis (Sulawesi) yang bermakna buya, ayahanda atau semacamnya. Salah seorang perintis Radio Suara Mujahidin dan generasi kedua Pengurus Masjid Mujahidin, pernah berkenan hadir dan menyampaikan orasinya saat Tabligh Akbar di Taman Bungkul yang diselenggarakan HTI DPD Surabaya pada awal tahun 2000-an.

“Dalam memenangkan perjuangan Islam, faktor utamanya bukan faktor kemampuan kita para pejuang Islam, tapi lebih pada pertolongan Allah SWT. Kita tidak bisa menyelesaikan sendiri segala problematika umat yang membelit umat saat ini. Ketika umat berada di puncak kegelisahannya terhadap serangan musuh-musuh Islam, justru saat itu pertolongan Allah SWT akan datang. Seperti saat menjelang pecahnya G 30 S /PKI, umat Islam saat itu sangat gelisah dan bahkan tidak tahu makar yang dilakukan PKI begitu sistematis dan nyaris sempurna. Tapi dengan nashrullah umat Islam di Indonesia selamat dari komunisme.“ penjelasan Ambok Hasyim penuh semangat terkait dengan harapan kepada generasi muda dan semua aktivis dakwah di manapun berada.

Ambok Hasyim menerima Media Umat beberapa waktu lalu di ruang utama masjid Mujahidin seusai shalat dzuhur. ditemani kursi rodanya yang setia menemani. Selain tinggal di sebrang masjid Mujahidin di jalan Perak Timur, sebagian waktunya digunakan bermukim di rumahnya di Mekkah Al Mukarramah, Saudi Arabia. []

Menerangi Kawasan Hitam Surabaya Utara

Masjid Mujahidin Surabaya

Pelabuhan Tanjung Perak menjadi kawasan hitam karena subur dengan berbagai kemaksiatan seperti perjudian prostitusi dan premanisme. Untuk menerangi atau paling tidak mengurangi kepekatannya, para aktivis Islam pun mencoba mendakwahi mereka dengan membangun masjid, Masjid Muhajahidin sebagai pusatnya.

”Meski di awal pendirian masjid mendapatkan penolakan yang cukup kuat namun semakin lama semakin mendapatkan tempat,” ujar Ketua Takmir Masjid Mujahidin Ustadz Soegiharjo kepada Media Umat saat beranjangsana beberapa waktu lalu.

Dan untuk semakin lebih mengembangkan dakwahnya, secara legal formal dibentuk Yayasan Masjid Mujahidin Surabaya (05/03/1961) bertepatan dengan 17 Ramadhan 1380 H di depan notaris Gusti Djohan dengan nomor 92/1961.

Lokasi Masjid Mujahidin di kawasan pelabuhan Tanjung Perak Surabaya utara, tepatnya di Jl. Raya Perak Timur 275. Sisi lain masjid juga menghadap ke Jl. Teluk Nibung dan Jl. Teluk Aru. Suasana pelabuhan yang sibuk dengan bongkar muat penumpang kapal laut, bongkar muat kargo peti kemas di pergudangan dan pelabuhan yang panas, membuat Masjid Mujahidin seperti sebuah oase di padang gurun. Masjid ini menaungi dan menyatukan berbagai suku yang hidup di daerah pelabuhan seperti Banjar, Padang, Bugis selain Madura dan Jawa.

Nama 'mujahidin' merupakan pemberian dari KH Abdul Ghaffar Ismail (ulama asal Pekalongan, Jawa Tengah, ayahanda penyair Taufik Ismail) ketika pengajian pendirian masjid (13/08/1954) di Gedung Al Irsyad jl. Danakarya kawasan Ampel Surabaya. Dari pengajian tersebut terkumpullah infak jamaah dalam bentangan surban ulama Jatim KH Bey Arifin sebesar Rp72.000 sebagai dana awal pembangunan masjid.

Peletakan batu pertama (17/08/1954) pendirian masjid dilakukan oleh Kolonel M Nazir dan Kolonel Soedirman, dengan disaksikan Gubernur Jatim saat itu, Samadikun, dan Walikota Surabaya saat itu, R Mustadjab. Arah kiblat masjid dilakukan secara hati-hati dan diklaim paling presisi saat itu. Dua tahun kemudian tahun 1956, masjid mulai dapat digunakan untuk shalat berjamaah.

Hingga kini Masjid Mujahidin menjadi salah satu masjid besar di Surabaya, selain Masjid Ampel di Surabaya utara, Masjid Kemayoran di Surabaya pusat, Masjid Al Falah dan Masjid Nasional Al Akbar di Surabaya selatan.

Kegiatan Mujahidin

Program Yayasan Masjid Mujahidin dibagi dalam beberapa bidang kegiatan, antara lain bidang pendidikan; bidang dakwah dan pembinaan umat; bidang sarana dan usaha serta bidang sosial dan layanan umat.

Bidang pendidikan menaungi playgroup, Taman Kanak-Kanak, SD, SMP dan SMA Mujahidin. Semua sekolah tersebut di kompleks Masjid Mujahidin. Bidang dakwah dan pembinaan umat menyelenggarakan pengajian rutin bakda maghrib maupun kuliah shubuh, pengajian ibu-ibu, remaja dan lain-lain. Da’i kondang mantan rocker Kang Hari Moekti dan inspirator Islam Felix Siauw pernah menyampaikan pengajiannya di Masjid Mujahidin.

Bidang sarana dan usaha berkaitan dengan pemeliharaan dan pengadaan sarana fisik masjid, sekolah, poliklinik, koperasi dan lain-lain. Selain di Perak Barat, Masjid Mujahidin dan TK-SD Mujahidin juga dibangun di Klakah Rejo V/1, Griya Citra Asri, Benowo, Surabaya Barat. Bidang Sosial dan layanan umat menangani pelayanan jenazah dan mobil jenazah, poliklinik, LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang bernama Lembaga Amal Mujahidin, Selain itu, Masjid Mujahidin pun menjadikan radio sebagai sarana dakwahnya. Maka Radio Suara Perak Jaya pun menjadi satu bagian yang integral dengan keberadaan Masjid Mujahidin. Radio dakwah terkemuka pada dekade 1970-1990-an berada pada frekuensi AM 1188 Khz dengan slogan 'Bersiar untuk Bersyi'ar'. Radio yang bernama awal Radio Suara Mujahidin dan pernah menjadi kebanggaan keluarga Muslim Surabaya mengudara pertama kali (23/03/1968) pukul 14.00, hanya bermodalkan pemancar radio mini, sebuah travo, menara radio dan beberapa kabel semrawut. Sinyal pertama mengudara di frekuensi short wave (SW).

Dengan kreativitas teknisi radio Ustadz Baabdullah, jangkauan siaran Radio Suara Mujahidin sampai Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, bahkan pernah sampai Malaysia dan Irian Jaya. Untuk menunjang keabsahannya, dibuatlah badan hukum dengan nama Perkumpulan Radio Suara Mujahidin pada Mei 1971. Tahun 1973 terbit peraturan pemerintah yang melarang yayasan atau masjid memiliki radio. Untuk menyesuaikannya, diubahlah badan hukumnya menjadi Radio Perkumpulan Mahasiswa PTDI (Pendidikan Tinggi Dakwah Islam) yang menginduk ke PTDI Jakarta. Perubahan nama menjadi radio SPJ (Suara Perak Jaya) dilakukan (25/04/1998) karena adanya regulasi pelarangan penggunaan istilah asing 'mujahidin'.

Beberapa penyiar pionir militan pada awal radio Suara Mujahidin di antaranya Hasyim Yahya dan Saleh Yahya bersaudara, Muhammadong, Yoenoes Mustafa, Slamet Agus Sahisnu dan Zainal Abidin Tamin. Semua penyiar tersebut saat ini sudah sepuh dan menjadi tokoh-tokoh yang disegani di kancah dakwah di Surabaya. Beberapa narasumber yang pernah menyampaikan materi-materi dakwah melalui radio Suara Mujahidin/PTDI/SPJ antara lain KH Abdul Ghaffar Ismail, KH Bey Arifin, KH Khalid Abri, KH Khasun, KH Hanif Adzhar dan lain-lain.

Meskipun saat ini media massa sudah diramaikan dengan radio FM, televisi, internet dengan penggunaan berbagai aplikasi media sosial, Radio Mujahidin tetap mengendap dalam kenangan pendengarnya pada era kelayaannya. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam