Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 31 Mei 2017

Politisasi KPK Kental Sekali



Wartawan Media Umat Joko Prasetyo Mewawancarai Sekjen Laskar Anti Korupsi (LAKI) Pejuang 45 HM Hasbi Ibrohim. Berikut petikannya.

KPK baru akankah jadi pemberantas atau penyelamat koruptor?

Dari aspek uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR sebenarnya ada tiga calon komisioner KPK yang pernyataannya sangat disesalkan, yang akhirnya dipilih dan dilantik oleh Presiden Jokowi itu.

Terlihat bahwa pertama, mereka tidak ingin mengusut skandal BLBI dan Century. Kedua, mereka seolah-olah ingin mengampuni para obligor kelas kakap. Ketiga, memberikan indikasi setuju untuk merevisi UU KPK.

Namun, kami sebagai aktivis anti korupsi masih tetap berharap kepada mereka untuk benar-benar memberantas korupsi. Siapa tahu, pernyataan mereka di depan Komisi III DPR hanyalah strategi agar mereka dipilih oleh anggota DPR. Karena mereka tahu kalau mereka melawan arus DPR, maka tidak akan terpilih seperti Pak Johan Budi dan Pak Busyro Muqoddas. Makanya, kami akan mengawal dengan tegas KPK.

Apakah Anda tidak melihat KPK baru ini terpilih untuk mengamankan kasus yang diduga melibatkan Megawati, SBY dan para petinggi lainnya?

Sebenarnya semakin kental kita melihat. Makanya, kita akan semakin mendorong, akan melakukan aksi damai agar KPK mengusut BLBI dan Century. Tetapi kalau memang ternyata mereka tidak melakukan apa-apa, berarti memang benar mereka dipasang untuk mengamankan siapapun mantan pejabat tinggi negeri ini.

Kita tidak mungkin membiarkan itu. Yang jelas, kita harus mengawal karena sudah terpilih. Kita harus memberikan masukan-masukan kepada mereka dan harus selalu mengingatkan kepada mereka bahwa mereka bekerja untuk negeri ini bukan bekerja untuk partai politik, bukan bekerja untuk pesanan. Walaupun sebenarnya mereka terpilih itu karena pesanan.

Saya tahu betul, sebenarnya ketika Panitia Seleksi (Pansel) KPK memproses yang delapan calon komisioner itu saya yakin semua sudah dikavling-kavling.

Kavling siapa saja?

Ada kavlingnya Pak Luhut, ada kavlingnya Pak Jokowi, ada kavlingnya lbu Megawati, bahkan ada kavlingnya DPR sendiri. Itu semua terjadi karena memang ada politisasi ketika pemilihan mulai dari Pansel Srikandi (perempuan semua, red.) sembilan, putusan Pansel, kemudian uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Kita melihat ada desain besari (grand design) untuk mengamankan seseorang atau bahkan untuk mengamankan kebijakannya ke depan.

Tapi kita jangan pesimis, apapun suara publik itu bisa melawan keinginan, hasrat, animo dari politisi yang ada di Senayan dan istana. Suara publik ini tidak akan terbendung bila penyiar radio, sosial media, semua televisi juga menyiarkan suara publik maka para politisi Senayan dan istana tidak akan sanggup untuk menghadapi derasnya harapan dan perlawanan rakyat. Sekaliber Jokowi pun tidak akan sanggup.

Mengapa ada pihak-pihak yang ingin memperlemah KPK?

Para mafia, para bandar, para koruptor mana sih yang ingin tertangkap KPK? Jaringannya saja tertangkap, mereka itu tidak akan bisa tidur siang dan malam. Jadi, mereka itu berupaya dengan segala kegiatan; para mafia, para koruptor dengan segala antek aseng dan asing itu tidak akan bisa tidur, mereka mempunyai infrastruktur yang kuat, mereka punya sumber daya manusia yang solid, mereka punya uang yang begitu melimpah di negeri ini. Bahkan republik ini bisa dia rontokkan.

Maka mereka bisa berbuat apa saja. Sekaliber presiden pun yang tadinya A bisa menjadi B, bisa menjadi Z. Bisa saja mereka mengubah seperti itu. Mereka tidak ingin dipenjara seharipun, apalagi sampai dihukum mati. Mereka tidak ingin berbaju oranye KPK. Makanya, mereka membuat revisi UU KPK yang membolehkan ada Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) dan melarang penyadapan.

Coba bayangkan, bila pejabat dan anggota Dewan disadap semua dan penyidik KPK ada lima ribu orang, mungkin setiap hari KPK bisa menangkap sepuluh orang.

Coba lihat seluruh peristiwa budgeting di DPRD kabupaten, kota dan provinsi itu terendus semua, "kalau ingin memenangkan proyek, harus bayar 20 persen, kalau tidak ada 20 persen tidak akan menang proyek.” Tetapi kalau ditanya, benar ngomong begitu, mereka tidak akan mengaku. Tetapi kalau mereka sakit hati karena kalah, pasti akan buka-bukaan. Ini kan tidak bisa membuktikan apa-apa, seperti buang angin, wujudnya tidak terlihat tetapi kita mencium bau yang menyengat, tetapi tidak bisa disentuh, tidak bisa diraba karena begitu cantik mereka melakukan permainan. Walaupun sudah diatur sedemikian rupa prosedurnya, administrasinya. Tapi itu semua hanyalah kamuflase.

Mereka bisa bermain, karena mereka bermain dengan operatornya. Karena sistem komputernya juga sekarang pakai sistem mafia. Itu yang tidak banyak dipikirkan rakyat pada umumnya saat ini.

Apa yang membuat para koruptor dan jaringan mafianya semakin kuat?

Karena mereka sudah mengeluarkan triliyunan rupiah untuk biaya politik. Baik ketika pemilihan presiden, ketika pemilihan anggota legislatif. Otomatis mereka punya harapan uangnya kembali.

Misalnya, Anda sendiri berani mengeluarkan 100 milyar untuk kampanye seorang calon bupati. Bila dia sudah terpilih, saya yakin Anda akan memenangi proyek infrastruktur di kabupaten tersebut. Jadi, biaya politik yang begitu besar, akan menyandera. Bahkan leher dan kakinya itu sudah dicekik. Kalau ada bupati atau gubernur terpilih dalam pilkada, saya yakin mereka hanyalah nama. Yang mengendalikan mereka itu ya para mafia. Karena mereka dibiayai. Siapa sih di republik ini tidak menggunakan biaya dari mafia orang asing dan atau aseng? Siapa? Saya bertanya.

Siapa sekarang ini yang benar-benar terpilih tanpa uang dari mafia? Karena sekarang sistem partai politiknya korup, jadi tidak bisa.

Sistem kita sudah hancur, hukum sudah berpihak pada pemodal, pemilik korporasi, pemilik senjata, bahkan hukum sekarang berpihak kepada premanisme dan people power, bukan berpihak kepada kebenaran dan keadilan.

Dengan kata lain, sistem yang berlaku sekarang mendorong orang untuk korup?

Saya berani bilang, bukan mendahului Yang Mahakuasa. Sekalipun (manusia berhati seperti) malaikat sekarang diturunkan jadi gubernur, jadi bupati, jadi presiden, kalau sistem partai politiknya, sistem hukumnya, sistem ekonomi dan budayanya, sistem pengelolaan sumber daya alamnya itu tidak diluruskan, maka siapapun akan menjadi korup.

Sekarang, marilah seluruh media, penyiar, media cetak, elektronik, sosial media mari kita bersatu. Kita semua suarakan kebenaran. Jangan terpengaruh dengan pimpinan redaksi. Karena, mohon maaf, wartawan di lapangan meliput perkara, begitu mau dipublikasikan tiba-tiba diedit pimpinan redaksi karena kepentingan. Coba berani tidak media-media di bawah pimpinan Surya Paloh memberitakan bahwa Megawati melakukan pelanggaran serius karena telah melakukan pemutihan, melindungi dan memberi jaminan hukum untuk membebaskan sejumlah pencuri dana BLBI? []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 165, Januari 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam