Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 29 Mei 2017

Cegah Papua Merdeka Dengan Islam


HTI untuk mewujudkan negara kuat

Papua memiliki kekayaan yang luar biasa. Di sana ada tambang emas terbesar di dunia, Freeport. Ironisnya, Papua pula yang menjadi propinsi termiskin di Indonesia versi Badan Pusat Statistik tahun 2015.

Berdasarkan propinsi, propinsi dengan penduduk miskin terbesar adalah Papua yakni 28,17 persen, disusul kemudian Papua Barat 25,82 persen dan NTT 22,61 persen. Bandingkan dengan Jakarta yang penduduk miskinnya hanya 3,93 persen.

Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu disintegrasi. Sebagian masyarakat merasa tidak puas dengan pembagian 'kue' selama ini meski Papua telah berstatus sebagai daerah Otonomi Khusus. Trilyunan dana yang dialirkan ke Papua -yang membuat daerah lain ngiler- dianggap belum cukup oleh sebagian kalangan. Sebagian menganggap, yang dibutuhkan Papua bukan sekadar uang tapi memanusiakan warga Papua sama seperti bangsa Indonesia yang lain.

Mereka berpikir akan mendapatkan lebih dari itu jika merdeka.

"Harus diakui, pemerintah belum berhasil menyejahterakan rakyat Papua," kata juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia M ismail Yusanto.

Namun demikian, menurut Ismail, faktor ekonomi bukan satu-satunya pemicu. Menurutnya, ada faktor lain yang cukup dominan yakni dukungan dari pihak lain baik lokal maupun internasional yang menginginkan kemerdekaan bagi Papua.

Ia menjelaskan, gerakan separatis ini tidak berdiri sendiri tapi mempunyai link up ke pihak internasional. Ini bukan saja terjadi di Indonesia , tapi juga di seluruh dunia. “Kalau ada gerakan separatis pasti dia punya link up ke internasional negara tertentu. Biasanya tokoh-tokoh penggeraknya itu di negara tertentu dari sana mendapatkan bantuan dana dan bantuan politik,” tuturnya seraya menambahkan Papua bisa lepas seperti cara Timor Timur merdeka.

Dukungan Gereja

Gerakan separatis ini kian berani dengan adanya dukungan dari gereja. Apa yang terjadi di Papua sama persis dengan yang terjadi di Timor Timur sebelum kemerdekaan.

Dukungan bagi kemerdekaan Papua ini diwujudkan oleh sejumlah pimpinan gereja-gereja di Papua dalam bentuk surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden SBY pada 16 Desember 2011. Surat itu berisi antara lain penolakan terhadap Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) serta merekomendasikan hak rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri (the right for self determination).

Surat itu ditandatangani oleh Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Jemima M. Krey, S.Th, Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pdt Dr Benny Giay, dan Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua Pdt. Socratez Sofyan Yoman, MA. Rekomendasi pimpinan gereja-gereja Papua ini sekaligus menguak kecurigaan sementara pihak atas keterlibatan otoritas gereja di Papua dalam perjuangan separatisme.

Dukungan serupa muncul dari Dewan Gereja se-Dunia. Dalam pernyataannya, DGD menyiratkan rakyat Papua berhak memutuskan ikut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau merdeka. Menurut Dewan Gereja itu, rakyat Papua harus diberikan hak untuk menentukan nasib mereka.

“Bukan rahasia lagi jaringan gereja internasional mendukung Papua merdeka," kata tokoh Papua, Fadzlan Garamatan.

Campur Tangan Asing

Internasionalisasi Papua tak akan berhasil tanpa dukungan pihak asing. Sejak Federal Republic of West Papua diproklamasikan 2012, mereka terus membangun jejaring politik luar negeri. Puncaknya ketika Perdana Menteri Vanuatu Moana Carcasses Katokai Kalosil berpidato pada Sidang Tingkat Tinggi ke-25 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, Maret 2014.

Dalam pidatonya, PM Vanuatu mendorong komunitas internasional untuk mendukung kemerdekaan Papua Barat. PM Vanuatu menilai bahwa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 cacat hukum dan penuh rekayasa.

Republik Federal Papua Barat pun masuk dalam Melanesian Sparhead Group (MSG) di Port Vila, Vanuatu. Sebelumnya, Republik Federal Papua Barat pernah mendaftarkan keanggotaan dalam MSG Summit di Noumea pada tahun 2013, namun lantaran tidak ada unifikasi kelompok-kelompok perlawanan di Papua Barat, pendaftaran keanggotaan MSG tersebut ditolak.

Belakangan, dengan dukungan pemerintah Vanuatu dan Dewan Gereja Pasifik, tiga faksi OPM berhasil melakukan unifikasi di Port Wla dan membentuk United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) pada 6 Desember2014.

Secara resmi belum ada negara yang mendukung kemerderkaan Papua. Amerika misalnya, suara dukungan terhadap kemerdekaan Papua datang dari beberapa anggota Kongres. Demikian pula di Australia, hanya beberapa senator yang mendukung lepasnya Papua dari Indonesia. Negaranya sendiri mendukung Otonomi Khusus bagi Papua.

Inggris yang menjadi pusatnya ULMWP pun tegas sikapnya. "Kami akui Papua sebagai bagian dari Indonesia, dan kami mendukung penuh teritorial NKRI, juga kami mendukung upaya-upaya yang dilakukan pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan dalam menanggulangi masalah-masalah di Papua,” tegas Dubes Inggris Moazzam Malik di Jayapura, Rabu (20/1/2016).

Namun tidak ada yang tahu sikap sebenarnya dari negara-negara tersebut di balik layar.

Solusi Islam

Masalah Papua tak akan beres dengan penyelesaian ala sekuler kapitalistik saat ini. Menurut Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman, masalah Papua akan tuntas dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh.

Ia menjelaskan, Islam akan mengintegrasikan atau melebur masyarakat menjadi satu kesatuan dengan integrasi ideologis berdasarkan ideologi Islam, suatu hal yang gagal diwujudkan saat ini. Apalagi fakta sejarah menunjukkan, Papua adalah bagian dari Kesultanan Tidore yang Muslim. Islam masuk ke Papua lebih dulu dibandingkan misionaris. Saat kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, sebenarnya Papua itu adalah bagian dari Propinsi Maluku.

Maka, upaya melepaskan Papua dari wilayah lndonesia harus dicegah. Terkait upaya pencegahannya, Yahya menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, terus menerus membongkar makar dan tipudaya negara-negara kafir imperialis untuk memisahkan Papua. Termasuk membongkar niat busuk di baliknya untuk lebih mengeksploitasi Papua.

Kedua, menjelaskan kepada semua pihak khususnya rakyat Papua, bahwa memisahkan diri bukan solusi dan tidak akan menyelesaikan masalah rakyat Papua. Justru memisahkan diri itu akan menjadi bunuh diri politik. Ketika lepas, itu akan makin melemahkan Papua. Imperialis akan lebih mudah dan leluasa untuk mengeruk kekayaan Papua. Rakyat akan tetap dan terus menderita.

Ketiga, melakukan muhasabah al-hukkam, mengoreksi penguasa atas segala tindakan dan kebijakan yang buruk bagi rakyat Papua dan juga rakyat daerah lain. Berbagai kebijakan buruk itu berpangkal pada penerapan ideologi sekulerisme demokrasi kapitalisme diperparah lagi dengan ketundukan dan kelemahan terhadap intervensi asing kafir imperialis.

Keempat, terus-menerus dengan berbagai cara dan sarana menjelaskan tentang ideologi Islam, menjelaskan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh, satu-satunya yang bisa menjadi solusi tuntas bagi berbagai masalah yang ada. Memberikan penjelasan semua itu untuk membangun opini publik dan kesadaran masyarakat bagi penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh, di bawah sistem khilafah rasyidah. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam