Globalisasi bukan sekedar slogan ekonomi kapitalis dan bukan pula
salah satu fenomena dalam ideologi kapitalisme yang beraneka ragam. Globalisasi
adalah sebuah pemikiran ideologi Kapitalisme yang komprehensif dan meliputi
segenap aspek kehidupan, kendatipun yang menonjol adalah aspek ekonomi.
Globalisasi merupakan serangan total peradaban kapitalis yang melanda seluruh
pelosok dunia —termasuk dunia Islam— dan merupakan serangan yang sangat ganas
dan mematikan dengan senjata modal —yang memang sangat vital bagi roda
kehidupan— untuk melumpuhkan seluruh bangsa di dunia, termasuk kaum muslimin.
Hampir tak ada perlawanan apapun terhadap ide globalisasi ini dari
para penguasa kaum muslimin dan kawan-kawan dekat mereka yang oportunis, yang
telah bersekutu dengan kaum kafir dalam penjajahan gaya baru mereka. Para
penguasa dan sekutu mereka malah mempromosikan penjajahan tersebut kepada
rakyat mereka dan menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat membanggakan dan
cermin kemajuan sebuah bangsa.
Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah,
universal. Jadi globalisasi maksudnya adalah universalisasi ideologi
kapitalisme, atau menjadikan kapitalisme sebagai satu-satunya ideologi dan
peradaban dunia.….
Globalisasi adalah suatu ungkapan yang berarti penyatuan
(integrasi) dan penundukan perekonomian lokal ke dalam perekonomian dunia,
dengan cara memaksakan penerapan format ekonomi swasta ke dalam struktur
perekonomian dunia, serta menjadikan ekspor setiap negara ditujukan untuk pasar
dunia, selain untuk pasar regional.
Semua ini mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan
terhadap arus modal, barang, dan jasa. Jadi pasar dan perekonomian dunia itu
tentu bukanlah perekonomian yang tertutup atau terproteksi, melainkan
perekonomian terbuka, atau apa yang disebut dengan pasar yang terbuka terhadap
segala kekuatan ekonomi.
Istilah globalisasi pertama kali mengemuka pada bulan Nopember
1992 di majalah Criminal Politics Magazine terbitan Amerika di bawah
rubrik Globalology. Majalah tersebut mempublikasikan sebuah artikel
berjudul The Carrol Quigley-Clinton Connection (Hubungan Presiden
Clinton dengan Profesor Carrol Quigley). Profesor ini dulu adalah dosen Clinton
di Universitas Georgetown, yang mengasuh beberapa mata kuliah mengenai
ekonomi-strategis pada salah satu program pasca sarjana universitas. Tulisan
itu menyebutkan, Profesor Quigley pernah mengizinkan Clinton untuk “mengintip”
kebijakan-kebijakan yang bersifat rahasia, serta meminta Clinton untuk
mempelajarinya dan ikut serta mempersiapkan kajan-kajian yang dapat
menguntungkan pemerintah Amerika. Clinton terus melakukan kajian dan
persiapannya selama 20 tahun, dan akhirnya berhasil menelorkan ide-ide ekonomi
yang berhubungan dengan Tata Dunia Baru. Sejak awal dia telah meletakkan
asas-asas kajian dan penelitiannya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya,”Tidaklah
mudah menciptakan tata aturan dunia yang didasarkan pada dominasi perekonomian
internasional sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu, bank-bank sentral di
berbagai negara harus dimanfaatkan sesuai dengan perjanjian-perjanjian rahasia
yang ditetapkan dalam berbagai pertemuan, perundingan, dan konferensi.”
Ide-ide tersebut terkristalisasi dengan sempurna dan mulai muncul
ke permukaan pada awal dasawarsa 90-an. Ide-ide tersebut semakin matang dengan
runtuhnya Uni Soviet, berakhirnya masa komunisme, dan keluarnya sosialisme dari
medan internasional. Ini mengharuskan adanya introduksi dan perencanaan
strategi ekonomi dalam skala luas untuk melemahkan dan kemudian menghancurkan
sisa-sisa sosialisme secara total, untuk kemudian digantikan dengan
persepsi-persepsi kapitalis, termasuk ide globalisasi, ekonomi pasar, dan
perdagangan bebas, sebagai ide-ide yang diklaim paling aktual dan paling
relevan dengan abad ke-21.
Semua ini membutuhkan perwujudan ide globalisasi dan perekrutan
tokoh-tokohnya. Maka, muncullah istilah globalisasi, dan Clinton-lah yang
menjadi perintisnya mengingat istilah ini muncul berbarengan dengan awal masa
pemerintahannya.
Tapi karena kapitalisme merupakan kumpulan dari beraneka macam
madzhab dan aliran pemikiran, maka dilakukanlah seleksi untuk mencari aliran
pemikiran terunggul yang akan diadopsi Amerika. Pada masa sebelumnya, telah ada
kapitalisme Adam Smith dan David Ricardo yang memberikan otoritas besar pada
hak milik pribadi dan memperkokoh feodalisme dan monopoli raksasa, sehingga
menimbulkan berbagai kecaman dan revolusi terhadap kapitalisme, karena
masyarakat sangat marah dan jengkel menghadapi dominasi individu-individu
secara sewenang-wenang terhadap rakyat kecil yang hidup serba susah.
Kondisi ini akhirnya membidani lahirnya ide-ide sosialisme dan
komunisme serta ide tentang hak milik umum. Kapitalisme mau tak mau meluruskan
kekeliruannya tentang ide hak milik pribadi, memasukkan revisi-revisi ke dalam
ideologi kapitalisme, dan beradaptasi sesuai dengan kenyataan baru yang ada.
Ini sesungguhnya merupakan koreksi terhadap kapitalisme, sebab dia telah
mentolerir masuknya ide-ide sosialisme ke dalam kerangka ideologi kapitalisme.
Inilah awal munculnya ide sosialisme negara dan ide pemberian peran yang besar
kepada sektor publik (hak milik umum), untuk meringankan kezhaliman yang
ditimbulkan oleh hak milik pribadi (swasta).
Namun setelah sosialisme redup dan komunisme runtuh, ada semacam
keharusan untuk kembali kepada kapitalisme yang asli, serta menutupinya dengan
baju baru supaya tidak menjadi bahan cacian untuk kedua kalinya dan supaya
tidak ada revolusi-revolusi lagi untuk menentang kapitalisme. Maka kemudian
dicanangkanlah dengan seksama ide globalisasi yang mengubah kembali sektor
publik menjadi sektor swasta, sehingga negara dapat berlepas diri dari tanggung
jawabnya. Padahal kebijakan ini terkadang menimbulkan akibat-akibat yang
destruktif.
Di samping itu Amerika memang mempunyai keunggulan internasional
di bidang ekonomi dan menguasai komoditas-komoditas produk yang terpenting
—terutama peralatan militer— serta memonopoli beberapa komoditas strategis
seperti komputer dan informasi. Amerika juga jauh dari berbagai pergolakan dan
perang yang direkayasanya di Eropa untuk saling membenturkan kekuatan-kekuatan
ekonomi yang ada, yang pada gilirannya akan melemahkan dan menghilangkan
kesatuan Eropa.
Faktor-faktor tersebut membuat Amerika menjadi satu- satunya
negara yang mampu melestarikan ideologi kapitalisme yang tidak dipengaruhi oleh
ide-ide sosialisme, baik yang lama maupun yang baru. Inilah yang membuat
sebagian besar negara-negara di dunia merasa bahwa sistem ekonomi Amerika
merupakan bentuk ideal yang wajib dijadikan teladan.
Amerika kemudian mendapatkan kesempatan emas pada awal dekade
90-an, setelah adanya perubahan konstelasi politik internasional dan pelontaran
ide globalisasi yang termasuk dalam paket ide Tata Dunia Baru, untuk
menghancurkan sisa-sisa ide sosialisme, proteksi ekonomi, dan sektor publik,
yang masih diterapkan di berbagai negara di dunia, terutama di negara-negara
Eropa.
Agar globalisasi dapat terwujud sebagai realitas universal,
Amerika segera melancarkan tekanan kepada berbagai negara di dunia khususnya
negara-negara kuat Eropa untuk mengubah GATT —yang tugasnya hanya membahas
masalah tarif— menjadi lembaga internasional yang berhak memaksakan
undang-undang globalisasi atas Dunia. Maka lenyaplah kemudian
hambatan-hambatan, pajak-pajak, dan bea-bea masuk, serta hilang pula
ketentuan-ketentuan mengenai proteksi dan monopoli perekonomian negara. Semua
ini membuka peluang bagi masuknya modal dan produk Amerika yang besar ke
pasar-pasar yang sebelumnya terproteksi dan tertutup, seperti pasar
negara-negara persemakmuran (commonwealth)
Inggris, negara-negara francophone (yang
berbahasa Perancis), dan negara-negara bekas Uni Soviet, dengan cara memaksakan
penerapan undang-undang internasional tersebut.
Amerika juga melakukan upaya untuk membentuk blok-blok ekonomi
yang lemah, kemudian dia ikut serta di dalamnya dan sekaligus memaanfaatkannya
untuk berkompetisi dengan blok kesatuan Eropa. Amerika menghimpun negara-negara
Atlantik Utara dalam kelompok NAFTA dan negara-negara Asia Pasifik ke dalam
APEC. Amerika sebelumnya juga telah menghimpun negara-negara Asia Tenggara ke
dalam ASEAN. Selain itu, Amerika juga berupaya untuk memasukkan Rusia ke dalam
kelompok APEC dan mengikat China dalam suatu bentuk hubungan khusus dengan
Amerika. Dengan demikian, tak ada satu negara atau perkumpulan apapun yang
mampu menyaingi Amerika. Bahkan negara-negara Uni Eropa pun tak mampu menyaingi
Amerika setelah Amerika berhasil menghimpun sebagian besar negara di dunia di
bawah kendalinya.
Untuk mensukseskan ide globalisasi tersebut, Amerika menggunakan
elemen-elemen utama sebagai berikut:
1.
Swastanisasi. Swastanisasi adalah pengubahan sektor publik menjadi sektor
pribadi (swasta). Alasan untuk menjustifikasi swastanisasi ialah kurang
efisiennya sektor publik, produktivitasnya yang rendah, dan kinerja
pengelolanya yang payah.
2.
Korporatisme. Korporatisme adalah pandangan bahwa negara merupakan sekumpulan
lembaga (korporasi/institusi/badan) dan pemerintah tiada lain adalah satu
lembaga ekonomi kecil, kalaupun bukan yang terkecil. Pemerintah merupakan
lembaga yang tugasnya hanya melaksanakan kegiatan diplomasi, dengan angkatan
bersenjata yang kecil serta beberapa lembaga keamanan dan dewan penasihat, yang
semuanya bergerak untuk melayani kepentingan sektor swasta. Jika pemerintah
hendak menjalankan suatu usaha bisnis, maka dia wajib diperlakukan sama dengan
lembaga manapun yang lain. Jadi pemerintah diperlakukan sama dengan swasta.
Contoh tentang hal ini, adalah lembaga Forum yang dikelola oleh 40 ribu ahli
yang menyusun program dan memperhitungkan segala potensi Amerika, yang
diperkirakan akan melampaui negara manapun. Dari sinilah, maka segala
sesuatunya harus disesuaikan dengan paham korporatisme, yaitu bahwa pemerintah
adalah salah satu lembaga negara yang khusus dan tugas utamanya adalah
menjalankan kekuasaan. Pemerintah menjalankan kekuasaan tapi tidak
menguasai/memiliki. Sementara lembaga-lembaga lain menguasai tapi tidak
menjalankan kekuasaan.
3.
Perusahaan-Perusahaan. Perusahaan-perusahaan merupakan lembaga ekonomi utama
yang menguasai ekonomi secara nyata. Kini terdapat ribuan perusahaan di dunia
—di antaranya ada 200 perusahaan raksasa— yang mendominasi sebagian besar
perekonomian dunia. Dari jumlah itu ada 172 perusahaan yang dimiliki lima
negara, yaitu Amerika, Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris. Pemerintah
masing-masing membantu perusahaan-perusahaan ini untuk menembus dan menguasai
perekonomian internasional.
4.
Bank-Bank. Bank merupakan penyokong perusahaan —terutama perusahaan raksasa—
dan merupakan sekutu perusahaan untuk menguasai perekonomian negara-negara
lemah. Di samping itu, bank itu sendiri sebenarnya juga suatu perusahaan.
5.
Pasar-Pasar Modal. Pasar-pasar modal ini berupa pasar-pasar saham, surat
berharga, dan mata uang. Pasar-pasar ini menjadi alat kriminal para investor
raksasa untuk meraup keuntungan besar tanpa usaha nyata dan tanpa investasi
yang riil. Kegiatan perekonomiannya adalah sektor ekonomi non-riil, yang
bertumpu pada kompetisi tidak-seimbang yang mirip dengan perjudian, undian, dan
penipuan. Pasar-pasar modal ini sangat penting untuk mengglobalkan perekonomian
regional. Bukti-bukti untuk hal ini antara lain pernyataan Clinton pada KTT
Vancouver (Kanada) untuk negara-negara anggota APEC, “Sesungguhnya prioritas
kita adalah memperkokoh pasar-pasar modal di Asia.” Sementara itu Hashimoto, PM
Jepang, menyifati peran Amerika tersebut sebagai pengkerdilan Asia dan
sekaligus promosi globalisasi. Mahathir Mohamad, PM Malaysia, menyatakan,
“Negeri manapun yang mendapatkan bantuan IMF, dapat dipastikan akan membuka
pasar modalnya.” Untuk membantu Korea Selatan mengatasi krisis-krisisnya
belakangan ini, IMF telah mensyaratkan pembukaan pasar-pasar surat berharga
terhadap persaingan pihak asing.
6.
Perdagangan Bebas. Perdagangan bebas merupakan salah satu asas ekonomi pasar
dan salah satu landasan globalisasi. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah
memaksakan syarat bagi negara-negara di dunia yang hendak menjadi anggota WTO,
agar membuka pasar-pasarnya terhadap barang-barang asing. Sejumlah 21 negara
telah mengikuti KTT Vancouver (Kanada) mengenai perdagangan bebas terhadap 9
jenis komoditas baru. Topik ini sudah dianggap wajar dalam KTT itu, sehingga
tak ada satu negarapun yang dapat menolaknya. Inilah yang membuat Amerika dan
negara-negara industri lainnya mampu mendominasi perdagangan internasional dan
dapat melemahkan daya saing negara-negara yang kecil.
7.
Pemaksaan Ide-Ide Dan Nilai-Nilai Peradaban Kapitalisme Kepada Seluruh Dunia.
Pemaksaan ini terjadi tatkala negara-negara Barat mensyaratkan penerimaan
demokrasi terhadap negara-negara di dunia baik secara total maupun tidak.
Tetapi akhir-akhir ini Amerika telah mulai memaksakan pengambilan sekumpulan
ide-ide tertentu sebagai syarat mendasar untuk memasuki era globalisasi.
Ide-ide tersebut antara lain adalah sekularisme, rasionalisme,
kesepahaman/perdamaian antar bangsa, kebebasan, pembatasan kelahiran,
pluralisme, supremasi hukum, pengembangan masyarakat sipil (civil society),
perubahan kurikulum pendidikan, penyelesaian pengangguran dan inflasi dengan
cara tertentu, dan sebagainya. Semua ide ini tak lain adalah nilai dan gaya
hidup peradaban Barat yang dianggap sebagai budaya/kultur luhur yang baru,
serta dipandang lebih unggul daripada semua ideologi dan peradaban. Inilah
penafsiran terhadap beberapa pernyataan para penguasa di banyak negara-negara
lemah —seperti Dunia Islam— yang berfokus pada ide-ide tersebut dan
propaganda-propagandanya. Yang terakhir adalah pernyataan Presiden Iran Khatami
mengenai kehidupan harmonis antar bangsa dan persahabatan antara Iran dan
Amerika, serta mengenai pemantapan supremasi hukum dan penumbuhan masyarakat sipil
(civil society).
8.
Pemantapan Ide-Ide Separatisme Dan Pemecah-Belahan Negara. Hal ini nampak
tatkala Amerika berupaya menyelesaikan masalah-masalah separatisme dan
melakukan campur tangan untuk memecah-belah sebuah negara menjadi dua negara
atau lebih jika memungkinkan, seperti yang sudah terjadi di Bosnia, Irak,
Sudan, Afghanistan, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk membuat kekacauan
nasional, pertentangan antar suku, dan kelumpuhan kawasan, yang semuanya
merupakan alasan-alasan kuat untuk menerima globalisasi Amerika sebagai suatu
kekuatan yang tak dapat ditolak lagi. Globalisasi akhirnya dianggap sebagai
kereta api cepat untuk memasuki abad mendatang. Barangsiapa yang tidak
menaikinya, maka dia akan terisolir, terpinggirkan, atau akan menjadi hina dina
dan mengalami kehancuran. Dengan demikian, nyatalah bahwa globalisasi adalah
anak panah beracun yang telah diluncurkan kapitalisme ke arah kita. Globalisasi
adalah senjata mematikan yang telah dihunus oleh Amerika di hadapan wajah-wajah
kita. Seharusnya kita menghadapi dan menantang semua ini dengan segala kekuatan
yang miliki. Tetapi sayang, para penguasa kita —dan kawan-kawan dekatnya yang
telah cenderung kepada Amerika— serta banyak orang bodoh malah mempropagandakan
globalisasi seolah-olah globalisasi adalah vonis yang sudah mutlak atas mereka
dan tak dapat diganggu gugat lagi. Mereka berupaya untuk menyesuaikan segala
sesuatunya agar sejalan dengan wabah globalisasi ini, yang menurut mereka harus
disambut sebaik-baiknya seakan-akan wabah itu merupakan obat yang manjur untuk
mengobati luka-luka rakyat mereka. Banyak ahli ekonomi —termasuk yang di Barat
sendiri— telah memahami bahaya globalisasi atas dunia dan telah menyimpulkan
satu hal yang mereka sepakati, yaitu penerapan globalisasi akan semakin memperlebar
jurang pemisah antara yang miskin dengan yang kaya. Abid Al Jabiri —seorang
ahli ekonomi Maroko— pada salah satu konferensi tentang globalisasi menyatakan
bahwa globalisasi mempunyai tiga segi negatif:
1. Semakin
lebarnya kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin secara berlebihan,
sehingga kehidupan modern di setiap negeri akan diwarnai dengan dikotomi
miskin-kaya dan ketidaksolidan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Semakin
lebarnya jurang pemisah antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang
miskin, yang akan melahirkan generasi yang terbelah menjadi dua golongan dengan
dunianya sendiri-sendiri.
3.
Merintangi dan melenyapkan kreativitas manusia dalam kegiatan perdagangan dan
usaha, serta mengokohkan prinsip menghalalkan segala cara. Akibat-akibat ini
—dan akibat lainnya— merupakan konsekuensi logis dari ide-ide kufur yang telah
diskenariokan oleh kapitalisme. Hakikatnya, globalisasi adalah bencana masa
depan yang akan terus menerus membayangi dunia. Bila tidak ada kekuatan yang
bisa menghadapinya, maka seluruh dunia akan terjerumus ke dalam penderitaan
yang mengerikan dan kesengsaraan yang tiada taranya.
Tidak akan
ada yang mampu menghentikan globalisasi ini, kecuali dengan berdirinya Khilafah
Islamiyah sebagai satu-satunya kekuatan yang akan menyetop globalisasi yang
hanya didasarkan pada kekuasaan modal dan harta benda —tak mengenal kekuasaan
lainnya— serta tak mengenal pertimbangan akal, diskusi, dan perdebatan.
Khilafah Islamiyah-lah satu-satunya kekuatan yang akan mampu menyelamatkan umat
manusia dari bahaya-bahaya kelaparan, kebinasaan, dan kehancuran yang
dihasilkan oleh skenario-skenario kapitalisme yang kafir.