Berbekal wahyu, Beliau Saw. dan para Sahabat menyinggahi
pasar-pasar, Baitullah dan tempat-tempat yang sering dituju oleh masyarakat,
untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan; mereka turun ke jalan dalam
dua barisan yang dikepalai oleh Umar ra. dan Hamzah ra., berjalan mengelilingi
Ka’bah menyuarakan Islam.
Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa
bin Mihran al-Ashbahani (w. 430 H) meriwayatkan di dalam kitabnya “Hilyatu al-Awliyâ’ wa Thabaqâtu al-Ashfiyâ’
dari Ibn Abbas, ia berkata:
“Aku
bertanya kepada Umar ra.: “Karena apa engkau dipanggil al-Faruq?” Umar
menjawab: “Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku. Kemudian Allah melapangkan
dadaku untuk Islam … Aku katakan: “Di mana Rasulullah Saw?” Saudariku berkata:
“Beliau di Dar al-Arqam di bukit Shafa” lalu aku mendatangi rumah itu… Lalu aku
katakan: “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah semata tidak ada
sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.”
Umar berkata: “Maka penghuni rumah itu bertakbir dengan takbir yang bisa
didengar oleh orang yang ada di masjid.” Umar berkata: “Lalu aku katakan: “Ya
Rasulullah bukankah kita di atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup?”
Beliau menjawab: “Benar dan demi Dzat yang
jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian di atas kebenaran, jika
kalian mati dan jika kalian hidup.” Umar berkata: “Maka aku katakan:
“Lalu mengapa kita bersembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa
kebenaran, sungguh engkau keluar.” Maka kami keluar dalam dua barisan, Hamzah
di salah satunya dan aku di barisan satunya lagi. … Sampai kami masuk ke
masjid.” Umar berkata: “Maka Quraisy melihat kepadaku dan kepada Hamzah, dan
mereka ditimpa kesedihan yang belum pernah menimpa mereka. Maka Rasul
menyebutkan pada hari itu al-Faruq dan memisahkan antara kebenaran dan
kebatilan.”
Di dalam al-Mustadrak ‘alâ
ash-Shahîhayn karya al-Hakim dinyatakan:
…عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الْأَرْقَمِ، عَنْ جَدِّهِ الْأَرْقَمِ، وَكَانَ بَدْرِيًّا، وَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم آوَى فِي دَارِهِ عِنْدَ الصَّفَا حَتَّى تَكَامَلُوا
أَرْبَعِينَ رَجُلًا مُسْلِمَيْنِ، وَكَانَ آخِرَهُمْ إِسْلَامًا عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، فَلَمَّا كَانُوا
أَرْبَعِينَ خَرَجُوا إِلَى الْمُشْرِكِينَ…
“Dari
Utsman bin Abdullah bin al-Arqam dari kakeknya al-Arqam, dan ia Badriyan, dan
Rasulullah Saw. berlindung di rumahnya di bukit Shafa sampai genap empat puluh
orang muslim, dan yang terakhir keislamannya adalah Umar bin al-Khaththab radhiyallâh ‘anhum. Ketika mereka empat puluh
orang mereka keluar kepada orang-orang musyrik…”
Al-Hakim
berkata: “ini adalah hadits shahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak
men-takhrij-nya” dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
Dalam Thabaqât al-Kubrâ
karya Ibn Sa’ad: ia berkata …. dari Yahya bin Imran bin Utsman bin al-Arqam, ia
berkata; “aku mendengar kakekku Utsman bin al-Arqam mengatakan:
أَنَا اِبْنُ سَبْعَةِ فِي الْإِسْلاَمِ، أَسْلَمَ أَبِيْ
سَابِعُ سَبْعَةِ، وَكَانَتْ دَارُهُ بِمَكَّةَ عَلَى الصَّفَا، وَهِيَ الدَّارُ
الَّتِيْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُوْنُ فِيْهَا
أَوَّلَ الْإِسْلاَمِ، وَفِيْهَا دَعَا النَّاسَ إِلَى الْإِسْلاَمِ وَأَسْلَمَ
فِيْهَا قَوْمٌ كَثِيْرٌ، وَقَالَ لَيْلَةَ الْاِثْنَيْنِ فِيْهَا: “اَللَّهُمَّ
أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ: عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ
أَوْ عَمْرُو بْنِ هِشَامٍ” فَجَاءَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ مِنَ الْغَدِّ بُكْرَةً فَأَسْلَمَ فِي دَارِ
الْأَرْقَمِ، وَخَرَجُوْا مِنْهَا فَكَبَّرُوْا وَطَافُوْا الْبَيْتَ ظَاهِرِيْنَ وَدُعِيَتْ دَارُ الْأَرْقَمِ دَارَ الْإِسْلاَمِ…
“Aku anak
orang ketujuh di dalam Islam, bapakku masuk Islam sebagai orang ketujuh,
rumahnya di Mekah di bukit shafa, dan itu adalah rumah yang Nabi Saw. ada di
situ pada awal Islam, di situ beliau mengajak orang kepada Islam dan di situ
banyak orang telah masuk Islam. Beliau pada satu malam Senin berdoa: “Ya Allah
muliakan Islam dengan salah satu laki-laki yang lebih Engkau sukai: Umar bin
al-Khathab atau Amru bin Hisyam (Abu Jahal).” Lalu Umar bin al-Khathab datang
besoknya pagi-pagi lalu dia masuk Islam di rumah al-Arqam dan mereka keluar
dari situ, mereka meneriakkan takbir dan berthawaf mengelilingi Baitullah
terang-terangan dan rumah al-Arqam disebut Dar al-Islam…”
Ibn Ishaq berkata di as-Sîrah
an-Nabawiyyah:
“Umar
berkata pada saat demikian: “Demi Allah, sungguh kita dengan Islam lebih berhak
untuk menyeru… dan sungguh agama Allah akan nampak di Mekah, jika kaum kita
ingin zalim terhadap kita maka kita lawan mereka dan jika kaum kita berlaku fair kepada kita maka kita terima dari
mereka.” Lalu Umar dan sahabat-sahabatnya keluar dan mereka duduk di Masjid.
Ketika Quraisy melihat Islamnya Umar maka jatuhlah (apa yang ada) di tangan
mereka.”
Juga dinyatakan topik dua shaf barisan itu di karya
Taqiyuddin al-Maqrizi dalam Imtâ’ al-Asmâ’;
Husain bin Muhammad ad-Diyar Bakri dalam Tarîkh
al-Khamîs fî Ahwâl Anfusi an-Nafîs; Muhammad Abu Syuhbah dalam as-Sîrah an-Nabawiyyah ‘alâ Dhaw’ al-Qur’ân wa
as-Sunnah; Shafiyur-Rahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahîq al-Makhtûm… dan selain mereka.
Mereka terus mengungkap kebusukan akidah dan pranata
Jahiliah. Akibatnya, Nabi Saw. dan para Sahabat harus menghadapi berbagai macam
penolakan, bantahan, intimidasi dan penindasan dari kaum kafir Quraisy. Namun,
Beliau dan Sahabat terus bersabar hari demi hari hingga tiba pertolongan Allah
Swt. yang telah dijanjikan.
Beliau berupaya
menumbuhkan kesadaran umum (al-wa’yu al-âm)
masyarakat tentang kerusakan tatanan Jahiliyah saat itu sekaligus menumbuhkan
harapan dan keyakinan masyarakat terhadap ajaran Islam yang Beliau dakwahkan.
Untuk menumbuhkan kesadaran tersebut Rasulullah Saw. menempuh beberapa hal
secara bersamaan.
….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar