Para Sahabat menjadi
kelompok dakwah atau partai politik (hizb)
ideologis yang secara solid dan berjamaah bergerak, supaya pemikirannya mewujud
dalam realitas kehidupan masyarakat. Dakwah politik ini adalah amar ma’ruf nahi munkar kepada kekuasaan.
Sebuah Hizb ar-Rasul, yang dibangun
dengan serius, cermat dan rapi. Mereka diikat oleh ikatan akidah, dengan fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) yang sama. Semuanya tunduk dan taat pada
kepemimpinan Nabi Saw. Mereka dipersiapkan sebagai pilar-pilar yang akan
menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam terbentuk. Dengan demikian
bukan hanya Rasulullah Saw. seorang diri yang melakukan dakwah pembinaan
tersebut, para Sahabat lain pun mencari dan membina orang yang baru masuk
Islam. Sebagai contoh, Beliau pernah mengutus Khabbab bin al-Arat untuk
mengajarkan al-Qur’an kepada Fathimah binti al-Khaththab dan suaminya, Said bin
Zaid, di rumahnya.
Rasul Saw. pernah bersabda:
“Hendaklah kamu melakukan amar makruf nahi munkar. Jika tidak
maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara
kalian, kemudian orang-orang yang baik di antara kalian berdo’a dan tidak
dikabulkan.”(HR. al-Bazzar)
Kurang lebih tiga tahun jumlah pengikut Beliau sebelum
memasuki tahap interaksi dengan masyarakat secara terbuka ada sekitar 40 orang.
Jika dirata-rata dalam sebulan hanya ada satu hingga dua orang yang masuk
Islam. Orang yang terakhir masuk Islam di fase ini adalah Umar bin Khattab.
Kemudian merekapun keluar mengumumkan dakwah terang-terangan kepada orang-orang
musyrik. (lihat: Imam al-Hakim, al-Mustadrak
‘alâ ash-Shahîhayn)
Berkembang
Tanpa kesadaran
wajibnya berhukum dan menerapkan hukum Allah Swt. di segala bidang, Islam yang
komprehensif tidak akan pernah bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat.
Kesadaran inipun tidak akan mewujudkan peradaban Islam jika hanya dimiliki oleh
individu atau sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai
“kesadaran umum” melalui dakwah yang bersifat terus-menerus. Dari sini maka
perjuangan menegakkan syariah dan Daulah Islam harus berwujud amal jama’i, mewujudkan Islam sebagai sistem hidup
yang akan digunakan untuk mengatur berbagai urusan dan kemaslahatan umat.
Dengan kata lain, harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk
membina dan memimpin umat dalam perjuangan agung ini. Oleh karenanya, dalam
aktivitas penyadaran ini, mutlak dibutuhkan kehadiran sebuah partai politik
ideologi Islam.
Firman Allah Swt.:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Hendaklah
ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan dan melakukan
amar makruf nahi mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran
[3]: 104)
Maksud ayat ini adalah, hendaknya ada kelompok dari umat
Islam yang siap sedia menjalankan tugas tersebut: mendakwahkan Islam dan
melakukan amar makruf nahi munkar. (lihat: Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ali Imran [3]: 104.
Lihat juga: Imam Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, QS.
Ali Imran [3]: 104; Imam Suyuthi, Tafsir
Jalâlayn, dan kitab-kitab tafsir lainnya) Setidaknya harus ada
sekelompok dari umat Islam yang terus memenuhi seruan ayat ini.
Imam Ali ash-Shabuni juga menyatakan, “Maksudnya, hendaknya
dirikanlah kelompok dari kalian (umat Islam) untuk berdakwah menuju Allah;
untuk mengajak pada setiap kebajikan dan mencegah setiap kemungkaran.” (Imam
Ali ash-Shabuni, Shafwat at-Tafâsir, 1/221)
Kewajiban berdakwah secara jamâ’i
juga didasarkan pada fakta sejarah perjuangan Rasulullah Saw. dan para Sahabat
ra. Nabi Saw. dan para Sahabat merupakan gambaran faktual perjuangan kolektif.
Rasulullah Saw. berkedudukan sebagai pemimpin bagi kutlah (kelompok) Sahabat di periode Makkah. Beliau memimpin
para Sahabat untuk mengganti kekuasaan sistem kufur saat itu. (lihat: Ibn
Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyyah.
Bandingkan pula dengan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Ad-Dawlah al-Islâmiyyah, hlm. 13-14)
Berdasarkan kaidah
ushul fiqh, mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ bihi
fahuwa wâjib (Kewajiban yang tidak bisa sempurna tanpa sesuatu maka
sesuatu itu hukumnya wajib), mendirikan dan bergabung dengan gerakan Islam
hukumnya wajib, yaitu bahwa tanpa gerakan dakwah yang sistematis maka sistem
Islam takkan bisa ditegakkan.
Hadits dari Hudzaifah bin al-Yaman:
“Demi Dzat
yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian melakukan amar ma'ruf dan nahi
munkar, atau Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa
kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka (doa itu) tidak dikabulkan.”
(HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
“Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan
cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak
dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar ma'ruf
tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para rabi yahudi dan rahib nasrani ketika
mereka meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar dilaknat oleh Allah melalui
ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan malapetaka. ” (HR.
Ath-Thabrani)
Gerakan Islam yang
harus dijalankan oleh kaum Muslim adalah gerakan Islam yang berlandaskan akidah
Islam; bukan partai sekularisme, sosialisme, freemasonry, maupun berpaham
kebangsaan/ ashobiyah. Gerakan/partai Islam itu juga harus bertujuan mengajak manusia menuju Islam serta syariah
Islam, melakukan amar makruf nahi mungkar.
Di dalam Tafsir ath-Thabari
disebutkan: “Abu Ja’far menyatakan, “…yakni adanya jamaah (kelompok) yang
menyeru manusia menuju kebaikan (al-khair),
yakni Islam dan syariah Islam yang telah disyariatkan Allah atas hamba-Nya
serta melakukan amar makruf nahi munkar, yakni memerintahkan manusia untuk
mengikuti Nabi Muhammad Saw. dan agamanya yang berasal dari sisi Allah Swt. dan
mencegah kemungkaran; yakni mereka mencegah dari ingkar kepada Allah serta
(mencegah) mendustakan Nabi Muhammad Saw. dan ajaran yang dibawanya dari sisi
Allah…” (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, QS.
Ali Imran [3]: 104)
….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar