Seakan untuk membenarkan tuduhan
Wapres Ma'ruf Amin bahwa PAUD terpapar radikalisme, Densus 88 pun menangkap
suami Kepala TPA Qurrota A'yun 2 Sleman, DIY, dengan narasi pemberitaan yang
lebih menyeramkan lagi yakni ”terduga teroris.”
Ponirin (57 tahun) ditangkap Densus
88 saat mengendarai motor dari Puskesmas ke masjid untuk shalat Jumat
(20/12/2019). Beberapa jam kemudian, aparat melalui unit penjinak bom (Jibom)
juga menyita cairan kimia yang disimpan dalam sejumlah botol dan jerigen.
Lalu ramailah pemberitaan yang
mengutip Ketua RW 13, Dusun Kutu Ngemplak, Nur Hidayat (39) yang ikut melihat
penggeledahan itu. Salah satunya seperti yang diberitakan media lokal jogja.
suara .com dengan judul Kelola PAUD, Terduga Teroris Sleman Simpan Zat Kimia
hingga Buku Khilafah.
"Saya dijadikan saksi untuk
menggeledah rumah orang itu oleh dua petugas Polda. Ada beberapa yang diamankan
petugas saat penggeledahan. Seperti handphone, charger HP, handy talkie, stik
dari besi, dan ada beberapa Cairan, tapi apakah itu berbahaya atau tidak saya
tidak terlalu paham," kata Hidayat ditemui wartawan di lokasi setempat.
“Ada sekitar 5-10 botol cairan yang
diamankan. Selain itu beberapa buku seperti buku jihad dan Syiah juga
diamankan. Saya juga melihat ada paspor yang juga dibawa petugas,"
imbuhnya.
Cairan Kimia Itu Ternyata...
”Dari beberapa barang tersebut, sebenarnya
tidak ada temuan yang mengarah kepada apa yang dituduhkan (terorisme dan
radikalisme),' tulis Nurida, S.Ag., Kepala TPA Qurrota A'yun 2, dalam rilis
tertanggal 23 Desember 2019 yang diterima Mediaumat.
Pasalnya, cairan yang disita adalah
cairan Bayclean pembersih/pemutih pakaian, yang disimpan di lemari di dalam
kamar; botol cairan rubber yang digunakan untuk mesin DTG (sebagai dasaran
sablon kaos, untuk mencerahkan warna), ”Milik Ikhsan, anak saya," beber
Nurida.
Adapun buku dimaksud adalah buku
"Dialog Sunnah Syiah” dan buku berjudul ”Kyai-Kyai Sesat” yang dimilikinya
sejak berkuliah di IAIN/ UIN Sunan Kalijaga. Serta buletin HTI pemberian
seorang teman...
Selain itu, yang disita juga ponsel
jadul suaminya yang banyak plesteran di sana sini (tutup batrai terbuka), BP
(baking powder) di dalam plastik, ”yang akan saya pergunakan untuk membuat
kue,” ujar Nurida.
Juga, tongkat besi lipat milik
Fery, keponakan Nurida, yang digunakan untuk perlindungan diri dari hewan,
ketika beberapa kali Fery pergi naik gunung bersama Ikhsan.
Terakhir adalah paspor. ”Paspor 4
buah milik Bapak Ponirin, Nurida dan anak-anak saya, kami pernah menggunakan
paspor tersebut pada bulan Februari tahun 2019 untuk berlibur ke Malaysia
selama 3 hari,” ungkapnya. Nurida pun merasa terpukul atas peristiwa tersebut.
”Kejadian ini sangat memukul diri kami,” curhat Nurida.
Fobia Islam
Pengamat sosial dan politik Iwan
Januar menilai penggerebekan tersebut sudah melewati akal sehat, menurutnya
kejadian itu adalah bentuk fobia Islam akut di negeri ini.
”Bagaimana bisa PAUD dicurigai
bahkan sampai digerebeg? Saya kira ini adalah gambaran fobia Islam akut di
negeri ini sampai tempat pendidikan anak usia dini saja diintimidasi. Dan itu
diinisiasi oleh pemerintah, karena pemerintah lewat Wapres yang menyebutkan
banyak PAUD terpapar radikalisme. Ini menggelikan,” ungkap Iwan kepada Media
Umat.
Iwan juga mengkritik operasi kontra
terorisme yang menjadi narasi tunggal, selalu yang menjadi sumber berita utama
hanya kepolisian, menurut Iwan juga insting para jurnalis tiba-tiba tumpul
dalam masalah terorisme.
Sejak pemerintahan Jokowi jilid
dua, isu radikalisme memang sering dihembuskan, menurut Iwan hal ini adalah
perintah dari pihak lain, selain itu ada usaha juga untuk menutupi masalah
negara yang semakin rumit
”Sejak era kedua pemerintahan
Jokowi, isu radikalisme terus diproduksi.
Padahal semula tidak sekencang ini.
Kuat dugaan ini adalah orderan pihak lain. Kedua, adalah untuk menutupi
borok-borok rezim seperti ekonomi yang terpuruk, pelemahan KPK dan
sebagainya," pungkasnya. []fs/joy
Sumber: Tabloid Media Umat edisi
257