Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 06 April 2018

Memindahkan Zakat ke Negeri / Daerah Lain



Memindahkan Zakat

Para ulama fiqih sepakat tentang bolehnya memindahkan zakat dari satu negeri ke negeri lain, selama diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya, jika penduduk negeri yang bersangkutan sudah tidak lagi membutuhkan zakat tersebut. Namun jika penduduk negeri yang bersangkutan masih membutuhkan zakat, maka sejumlah hadits jelas-jelas menyatakan bahwa zakat dari tiap negeri diberikan kepada orang-orang fakir di negeri itu sendiri, tidak dipindahkan ke negeri lain. Karena tujuan dari zakat adalah memberikan kecukupan kepada kaum fakir di setiap negeri. Jika zakat dipindahkan ke negeri lain -padahal masih ada kaum fakir negeri yang bersangkutan-, maka akan menyebabkan orang-orang fakir di negeri tersebut tetap dalam keadaan membutuhkan. Sedangkan dalam hadits Mu’adz disebutkan:

“Kabarkanlah kepada mereka, bahwa mereka wajib mengeluarkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya di kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka.”

Diriwayatkan dari Abu Juhaifah, beliau berkata:

“Petugas zakat Nabi Saw. datang kepada kami. Lalu dia mengambil zakat dari kalangan orang kaya di antara kami, kemudian diberikan kepada orang-orang fakir di antara kami. Pada saat itu aku masih kecil dan dalam keadaan yatim, maka aku diberi seekor unta betina yang masih muda.”
(HR. At-Tirmidzi (beliau menghasankannya): Kitab az-Zakaah bab Ma Jaa-a annash Shadaqah Tu'-khadzu minal Aghniyaa' faturaddu fil Fuqaraa’ (III/31, no.649)

Diriwayatkan dari 'Imran bin Hushain ra. bahwa ia ditugaskan mengambil zakat. Ketika kembali, ia ditanya, “Mana harta zakat?” Dia pun menjawab, “Apakah engkau mengutusku untuk mendapatkan harta?! Kami mengambil zakat tersebut seperti kami mengambilnya pada zaman Rasulullah Saw. dan kami meletakkannya di tempat yang dulu kami letakkan.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Fiz Zakaah Hal Tuhmalu min Baladin ilaa Baladin? (II/276 no.1625)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Ma Jaa-a fi 'Ummaalish Shadaqah (I/579, no.1811)

Hadits-hadits ini dijadikan dalil oleh para ulama fiqih tentang disyari’atkannya membagi-bagikan zakat kepada penduduk negeri yang bersangkutan.

Mereka berbeda pendapat tentang memindahkan zakat ke negeri lain jika dalam negeri yang bersangkutan masih terdapat orang-orang yang membutuhkan zakat, setelah mereka sepakat tentang bolehnya memindahkan zakat ke negeri lain yang membutuhkan, jika penduduk negeri yang bersangkutan sudah tidak lagi membutuhkan zakat, seperti yang sudah dijelaskan.

Asy-Syafi'iyyah berkata, “Tidak boleh memindahkan zakat. Wajib hukumnya membagikan zakat di negeri yang bersangkutan. Kecuali tidak didapatkan lagi orang yang berhak menerimanya di sana.”

Diriwayatkan dari 'Amr bin Syu’aib bahwa Mu'adz bin Jabal tetap berada di daerah al-Janad (daerah di Yaman, -ed.), mulai dari ketika Rasulullah Saw. mengutusnya sampai beliau wafat. Kemudian Mu’adz datang menghadap ‘Umar, namun ‘Umar tetap memposisikannya seperti sebelumnya. Lalu Mu’adz mengirimkan sepertiga dari zakat penduduknya, tetapi ‘Umar mengingkari hal ini, seraya berkata, “Aku mengutusmu bukan hanya sekedar untuk memungut zakat dan mengambil jizyah. Tetapi aku mengutusmu untuk mengambil zakat dari kalangan orang-orang kaya dan mengembalikannya kepada orang-orang fakir di kalangan mereka.”
Mu'adz menjawab, “Aku tidak akan mengirimkan sedikitpun kepadamu, sekiranya aku masih mendapati orang yang berhak mengambilnya dariku.”
Pada tahun kedua, Mu’adz mengirimkan setengah dari zakat, maka terjadi lagi perdebatan seperti sebelumnya.
Pada tahun ketiga, Mu'adz mengirimkan seluruh zakat. ‘Umar pun mempertanyakan hal ini seperti yang sudah-sudah. Mu’adz mene jawab, “Aku tidak menemukan seorangpun yang berhak mengambilnya dariku.” (Al-Amwaal karya Abu 'Ubaid hal.784 (no.1911). Riwayat hadits ini munqathi'. Sebab, 'Amr bin Syu'aib tidak pernah bertemu dengan Mu’adz)

Malik berkata, “Tidak dibolehkan memindahkan zakat, kecuali ada kebutuhan yang mendesak pada penduduk suatu negeri, maka seorang imam boleh memindahkan zakat tersebut kepada mereka dengan ijtihad dan berbagai pertimbangan.”

Hanabilah berpendapat, “Tidak dibolehkan memindahkan zakat dari negeri yang bersangkutan menuju tempat sejauh perjalanan yang membolehkan mengqashar shalat. Wajib hukumnya membagikan zakat pada tempat yang bersangkutan atau tempat yang dekat dengannya, sampai pada tempat yang jaraknya kurang dari jarak perjalanan yang membolehkan mengqashar shalat.”

Abu Dawud berkata, “Aku pernah mendengar Ahmad ditanya, “Apakah boleh memindahkan zakat dari satu negeri ke negeri lain?” Beliau menjawab, “Tidak.” Lalu ditanya lagi, “Bagaimana jika kepada karib kerabatnya?” Beliau menjawab, “Tidak, kecuali jika penduduk negeri yang bersangkutan sudah tidak lagi membutuhkan zakat, maka ketika itu boleh dipindahkan.”

Mereka berhujjah dengan hadits Abu ‘Ubaid di atas.

Ibnu Qudamah berkata, “Jika ada seseorang yang menyalahi hal ini, di mana ia memindahkan zakat tersebut, maka zakatnya tetap sah menurut pendapat mayoritas ulama.”

Jika seseorang berada di suatu negeri, sementara hartanya berada di negeri yang lain, maka yang menjadi patokan adalah tempat keberadaan harta, karena hartalah yang menyebabkan adanya kewajiban zakat. Di samping itu, harta tadi terlihat oleh orang-orang yang berhak menerima zakatnya.

Jika sebagian harta berada di tempat pemilik harta, sedangkan sebagian lagi berada di negeri lain, maka zakat tersebut ditunaikan di tempat si pemilik harta berada.

Ini kaitannya dengan zakat harta. Adapun zakat fithrah, maka dibagikan di negeri tempat seseorang terkena kewajiban ini, baik hartanya ada di sana ataupun di tempat lain. Sebab, zakat fithrah terkait dengan orang yang mengeluarkannya, bukan pada hartanya.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam