KECANTIKAN; ANTARA MITOS DAN REALITA
Syabât Hizbut Tahrir Inggris
Judul Asli : The Western Beauty Myth
Penulis : Syabât Hizbut Tahrir Inggris
Penerbit : Khilafah Publications Suite
298, 56 Gloucester Road, London SW7 4UB
Tanggal
Terbit : 21 Zhulhijjah 1423 H / 22
Februari 2003 M
Penerjemah : Abu Faiz
Editor :
Saifullah
DAFTAR ISI
·
KATA PENGANTAR
·
MEMPERCANTIK DIRI: ANTARA PILIHAN ATAU KEWAJIBAN?
·
HARAPAN-HARAPAN YANG TIDAK WAJAR
·
BAHAYA DI BALIK MITOS KECANTIKAN
·
MEMPERCANTIK DIRI: MENINGKATKAN MARTABAT PEREMPUAN
DI MASYARAKAT?
·
MUNCULNYA MITOS KECANTIKAN
·
PENGARUH MITOS KECANTIKAN TERHADAP MUSLIMAH
·
ISLAM DAN KONSEP KECANTIKAN
·
BAGAIMANA MUSLIMAH MENILAI DIRINYA?
·
BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG MUSLIM MENILAI SEORANG
MUSLIMAH?
·
KAUM MUSLIMAH ADALAH PEREMPUAN YANG BERPIKIR
KATA PENGANTAR
Pada bulan
Desember 2002 lalu, kota London menjadi tuan rumah acara tahunan kontes kecantikan
Miss World yang ke-52. Menurut jadwal, acara tersebut semestinya
diselenggarakan di Nigeria, namun akhirnya terpaksa dipindahkan karena
munculnya reaksi negatif dari kaum Muslim Nigeria yang berunjuk rasa memenuhi
jalan-jalan, menentang acara yang mempertontonkan sekelompok wanita berbusana
minim hingga sebagian besar auratnya terbuka di depan publik. Namun, ironisnya,
kontes tahun ini dimenangkan oleh satu-satunya peserta Muslimah dalam kontes
ini, yaitu ‘Miss Turki’. Setelah dinyatakan sebagai pemenang kontes, Azra Akin
–Miss Turki itu– membuat pernyataan sebagai berikut, “Saya berharap akan
dapat menjadi gambaran tentang perempuan yang baik. Saya merasa sangat
terhormat menjadi Miss World. Saya pikir, mendapatkan kedudukan sebagai Miss
World merupakan sesuatu yang amat baik, dan saya berharap akan dapat membuat
suatu perbedaan”.
Meskipun Azra
berpandangan demikian, namun banyak perempuan di seluruh dunia –baik Muslim
maupun non-Muslim– yang tidak menganggap kontes-kontes semacam itu akan
mendatangkan kehormatan bagi kaum perempuan. Bahkan sebaliknya, kontes seperti
itu justru akan menurunkan status perempuan dan hanya membuat perempuan menjadi
objek pemuas syahwat kaum laki-laki.
Namun
demikian, apabila kita telaah lebih jauh konsep mengenai citra perempuan yang
sempurna atau kepribadian yang ingin diraih oleh setiap perempuan, termasuk di
dalamnya gambaran mengenai ukuran kecantikan menurut Azra dan para kontestan
lainnya, maka kita akan mendapati betapa masih banyak perempuan di dunia ini
–baik Muslim maupun non-Muslim– yang berpandangan seperti Azra.
Kenyataan
menunjukkan bahwa pandangan yang dominan di tengah-tengah masyarakat dunia saat
ini tentang apa yang dimaksud dengan “Wanita Cantik” adalah pandangan yang
bersumber dari masyarakat kapitalis Barat. Yang dimaksud dengan “Wanita Cantik”
–menurut mereka- adalah perempuan yang tinggi, ramping, dan berkulit putih.
Selain itu, pandangan umum masyarakat dunia tentang kepribadian perempuan yang
sempurna lebih banyak diukur dari sisi penampilan dan cara berbusana ala
perempuan Barat.
Penting untuk
dipahami bahwa citra yang ingin diraih seorang perempuan sebenarnya memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang perempuan tersebut, tidak sekedar
menunjukkan bagaimana perempuan ingin menampilkan dirinya kepada dunia secara
fisik. Citra yang ingin diraih seorang perempuan itu akan dapat memberikan
gambaran mengenai pandangannya tentang kehidupan, serta bagaimana ia ingin
menjalani kehidupan ini. Naomi Wolf dalam bukunya “The Beauty Myth”
menulis, “Sifat-sifat yang dianggap sebagai ukuran kecantikan pada suatu
zaman tertentu sesungguhnya hanya merupakan simbol-simbol perilaku perempuan
yang diinginkan pada masa itu. Mitos kecantikan (yang dijadikan patokan oleh
masyarakat) sebenarnya menentukan perilaku (yang diinginkan masyarakat dari
seorang perempuan), bukan sekedar penampilannya.”
Lantas,
seperti apa sebenarnya jati diri yang menjadi landasan citra perempuan sekuler
Barat? Jati diri perempuan sekuler Barat itu dibangun atas dasar pemikiran
bahwa kaum perempuan harus bebas menentukan segala aspek kehidupan dirinya
menurut jalan pikirannya dan keinginannya sendiri. Mulai dari penampilannya,
etika berbusananya, bentuk pergaulannya dengan laki-laki, serta peran yang
dilakukannya di dalam keluarga dan masyarakat. Singkat kata, jati diri itu
dibangun di atas pemikiran bahwa tidak boleh ada satu pihak pun yang menentukan
citra atau gaya hidupnya, atau memberikan batasan-batasan kepadanya. Tidak juga
Allah Swt., Zat yang menciptakannya.
Inilah jati
diri yang ditunjukkan masyarakat sekuler Barat kepada dunia, manakala mereka
menyebarluaskan citra perempuan Barat ke seluruh muka bumi. Inilah jati diri
yang mereka harapkan bakal dianut oleh setiap perempuan di dunia, termasuk kaum
perempuan di Dunia Islam. Media Barat memainkan peranan yang sangat penting
dalam upaya meraih tujuan ini. Mulai dari industri musik dan film yang
mengekspor produk mereka ke negeri-negeri kaum Muslim untuk mengagung-agungkan
citra perempuan Barat, hingga iklan-iklan pakaian, kosmetik, dan asesoris
kecantikan di berbagai majalah dan papan-papan iklan yang bertebaran di jalanan
Turki, dunia Arab, dan negeri-negeri Islam lainnya. Penayangan kontes
kecantikan Miss World merupakan contoh nyata upaya mereka dalam meraih tujuan
ini. Pada bulan Desember 2002 itu, lebih dari dua milyar penduduk bumi menonton
acara kontes kecantikan tersebut.
Sementara
itu, citra perempuan yang dibangun di atas landasan jati diri lainnya, seperti
Islam atau kaum Muslimah, yang menentukan bentuk penampilan dan gaya hidup
mereka berdasarkan ketentuan Sang Khaliq –bukan jalan pikirannya sendiri–
dianggap sebagai sesuatu yang buruk, terbelakang, dan menindas. Pandangan ini
terungkap melalui pernyataan beberapa tokoh Barat. Pada tahun 2001, Cherie
Blair pernah menyampaikan pandangan ini secara terbuka di sebuah konferensi
pers tentang etika pakaian Muslimah. Saat itu ia berkata, “Saya kira tidak
ada hal lain yang dapat menggambarkan penindasan terhadap kaum perempuan dengan
lebih baik daripada burka (pakaian Muslimah di Afghanistan-pen).”
Sementara itu, politisi Prancis Jean-Marie Le-Pen ketika mengutarakan
pendapatnya tentang hijab, ia berpendapat sinis, “Bahwa hal itu (hijab)
menghindarkan kita dari melihat wanita yang berparas buruk.”
Perempuan-perempuan
Barat terpukau dengan konsep-konsep mengenai kecantikan, citra, dan penampilan.
Tidak jarang mereka keliru mengaitkan kecantikan dengan kesuksesan, kepercayaan
diri, serta penghargaan dan penghormatan dari masyarakat.
Atas dasar
pemikiran-pemikiran di atas, kita akan mencoba menguji, apakah citra dan jati
diri perempuan-perempuan Barat itu memang benar-benar citra dan jati diri yang
semestinya dijadikan patokan oleh kaum perempuan, Muslim maupun non-Muslim?
Kita juga harus memahami, apakah seorang perempuan memang benar-benar bebas
untuk berpenampilan dan berbusana sesuai dengan pilihannya; atau apakah ia
perlu menyesuaikannya dengan harapan-harapan tertentu dari masyarakat? Apakah
upaya mempercantik diri itu akan membuat seorang perempuan memiliki kepercayaan
diri serta mendapatkan penghargaan dan penghormatan dari masyarakat? Apakah hal
ini merupakan mitos ataukah bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar