Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 01 Oktober 2017

Dalil Cara Wudhu



Sifat Wudhu

Mandi itu ada yang cukup (mujzi) dan ada pula yang lebih sempurna (akmal). Begitu pula dengan wudhu; ada yang cukup dan ada pula yang lebih sempurna. Wudhu dan mandi yang cukup adalah dengan melakukan fardhu-fardhunya saja, sehingga ketika salah satu fardhu tersebut terlewatkan maka batal-lah mandi dan wudhunya.
Sedangkan yang lebih sempurna adalah dengan melakukan berbagai macam perbuatan sunah, sebagai tambahan atas fardhu-fardhu wudhu/mandi tersebut.

Wudhu yang cukup (mujzi) adalah dengan berniat menghilangkan hadats kecil, membasuh wajah dengan air, membasuh kedua tangan hingga dua siku, mengusap kepala, membasuh dua kaki hingga dua mata kaki, berturut-turut (muwalat) dan berurutan (tartib). Siapa saja yang melakukan fardhu-fardhu wudhu tersebut maka dia telah melakukan wudhu yang cukup. Dengan wudhu seperti itu, pelakunya bisa dipandang sah melakukan thawaf, memegang mushaf dan shalat, dan thaharahnya (bersucinya) dipandang sempurna.
Dalil-dalil atas hal itu adalah:

1. Dari Umar bin Khaththab ra., dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung pada niat, dan bagi setiap orang adalah apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu karena dunia yang ingin didapatkannya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu adalah kepada apa yang diniatkannya.” (HR. Muslim, Ahmad dan Bukhari)

Ketika wudhu itu merupakan salah satu aktivitas ibadah, dan itu merupakan “amal”, maka wudhu termasuk dalam perkara yang dituju oleh hadits ini, di mana hadits ini menjadi dalil wajibnya niat.

2. Firman Allah Swt.:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengenakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (TQS. al-Maidah [5]: 6)

Ayat ini menjelaskan empat fardhu wudhu, yakni membasuh muka, membasuh kedua tangan hingga dua siku, mengusap kepala, dan membasuh dua kaki hingga dua mata kaki. Saya katakan membasuh muka dengan air. Saya menyebutkan air dalam rangka mengeliminir benda-benda cair lainnya, sehingga wudhu itu tidah sah dengan selain air. Sama dengan mandi yang tidak sah dilakukan dengan selain air. Dalil atas hal itu adalah firman Allah Swt.

3. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.” (TQS. an-Nisa [4]: 43)

Ayat ini memerintahkan tayamum ketika tidak ada air. Mafhumnya adalah airlah yang digunakan ketika mandi dan wudhu, sehingga tidak bisa diganti dengan tanah, kecuali ketika tidak ada air.

Dalam pembahasan wudhu yang cukup (mujzi) saya mengatakan berturut-turut (muwalat), untuk menjelaskan bahwa muwalat itu menjadi satu kefardhuan, sehingga ketika tidak ada muwalat, wudhunya menjadi tidak sah. Dalilnya adalah:

4. Dari Khalid bin Ma’dan dari sebagian sahabat Nabi Saw.:

“Bahwasanya Rasulullah Saw. melihat seorang laki-laki sedang shalat, dan pada punggung kakinya terdapat satu bagian kulit sebesar dirham yang belum terkena air. Maka Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk mengulang wudhunya.” (HR. Ahmad)

Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dan menambahkan frase dan (mengulang) shalatnya. Atsram bertanya: Aku bertanya kepada Ahmad: Apakah status sanad hadits ini bagus? Ahmad menjawab: Iya.

Demikian jelas hadits ini, menunjukkan wajibnya muwalat (berturut-turut). Ketika Rasulullah Saw. melihat bahwa seukuran dirham dari punggung kaki laki-laki tersebut belum terbasuh air, beliau Saw. memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulang wudhunya. Beliau Saw. tidak memerintahkan laki-laki tersebut membasuh bagian kaki yang belum terbasuh saja, sehingga ini menunjukkan bahwa wudhu lelaki tersebut batil. Yang bisa diperbaiki orang tersebut bukan hanya dengan membasuh kakinya saja, karena membasuh kaki setelah agak lama menjadikan wudhu tersebut tanpa muwalat. Ketika hal itu terjadi maka bisa kita pahami muwalat itu merupakan satu kewajiban.

Saya tutup topik kefardhuan wudhu dengan tartib (berurutan), dalilnya adalah ayat al-Qur’an yang menjadikan mengusap kepala menjadi perantara antara membasuh dua tangan hingga dua siku dengan membasuh dua kaki hingga dua mata kaki. Adanya perantara dan adanya pemisahan sesuatu dengan pembandingnya tidak mungkin terjadi kecuali demi suatu makna. Dan tidak ada makna apapun di sini melainkan keharusan berurutan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa wudhu yang cukup (mujzi) di dalamnya harus terpenuhi hal berikut ini:
1. Niat.
2. Menggunakan air.
3. Membasuh wajah.
4. Membasuh dua tangan.
5. Mengusap kepala.
6. Membasuh dua kaki.
7. Muwalat (berturut-turut).
8. Tartib (berurutan).

Jika salah satu dari delapan perkara ini tidak ada, maka batal-lah wudhunya dan wajib diulang.

Wudhu yang lebih sempurna (akmal) adalah dengan melakukan beberapa kefardhuan tersebut, ditambah dengan beberapa perkara sunah. Sunah-sunah wudhu adalah perkara yang bisa ditemukan dalam beberapa nash tentang wudhu yang ditambahkan pada beberapa fardhu wudhu.
Telah diketahui bahwa dalam suatu rangkaian aktivitas ibadah itu ada yang termasuk perkara fardhu, ada juga yang termasuk perkara sunah. Ketika nash-nash tersebut menyebutkan beberapa aktivitas yang dilakukan dalam wudhu yang bukan perkara-perkara fardhu, maka tidak ragu lagi bahwa aktivitas tersebut merupakan perkara sunah dan mandub.
Ulasan ini cukup menyebutkan setiap aktivitas berikutnya sebagai perkara-perkara sunah, dan saya berusaha membuktikannya.

Wudhu yang lebih sempurna adalah sebagai berikut: berniat menghilangkan hadats kecil, menyebut nama Allah (membaca basmalah), membasuh dua telapak tangannya tiga kali, berkumur-kumur dengan tangan kanan tiga kali, bersiwak walaupun dengan jari tangannya, beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan tangan kanan dan beristinsyar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, menyela-nyela janggutnya, menyeka dua ujung mata, kemudian membasuh tangan kanan hingga mencapai lengan atas sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangan kirinya hingga mencapai lengan atas sebanyak tiga kali, kemudian mengusap kepala dimulai dari bagian depan kepala dengan kedua tangannya hingga bagian belakang kepala lalu mengembalikan kedua tangan hingga bagian depan kepala, kemudian mengusap kedua telinga dengan kedua tangan -baik telinga bagian luar maupun bagian dalam-, kemudian membasuh kaki kanan hingga mencapai betis dan menyela-nyela jari-jari kaki kanan dengan kelingking tangan kiri, kemudian membasuh kaki kiri seperti yang dilakukan pada kaki kanan, melakukan semua yang disebutkan tadi secara berurutan (tartib), memulai yang kanan baru kemudian yang kiri, berturut-turut (muwalat) dalam membasuh dan mengusap anggota wudhu, kemudian mengucapkan:

“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan yang satu, bagi-Nya tidak ada sekutu. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersih suci. Maha Suci Engkau wahai Allah dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Inilah beberapa aktivitas wudhu yang sempurna (al-wudhu al-akmal) dan tidak ada tambahan lagi atasnya. Wudhu tersebut mencakup beberapa perkara berikut:
1) Niat.
2) Membaca basmalah.
3) Membasuh kedua telapak tangan.
4) Berkumur-kumur.
5) Bersiwak.
6) Memasukkan air ke hidung (istinsyaq) dengan bagian kanan dan mengeluarkan air dari hidung (istintsar) dengan bagian kiri.
7) Membasuh muka dan satu bagian dari rambut kepala bagian depan, menyeka dua sudut mata dan menyela-nyela janggut.
8) Membasuh kedua tangan hingga dua siku, dalam membasuh harus sampai pada dua lengan atas, dan menyela-nyela jari-jari tangan.
9) Mengusap kepala, dimulai dari depan ke belakang dan kembali lagi ke depan.
10) Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam.
11) Membasuh kedua kaki hingga dua mata kaki, menyela-nyela jari-jari kaki dengan kelingking jari kiri.
12) Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali kecuali kepala dan dua telinga.
13) Tartib (berurutan).
14) Mendahulukan yang kanan.
15) Muwalat (berturut-turut).

Siapa saja yang berwudhu seperti ini maka dia telah melakukan seluruh fardhu dan sunah wudhu sekaligus, dan akan memperoleh pahala paling besar yang bisa diperoleh seseorang dalam wudhu dengan ijin Allah. Sebagian besar perkara-perkara di atas dijelaskan dalam dua hadits berikut:

1. Humran pelayan Utsman mengabarkan:

“Bahwasanya Utsman bin Affan ra. meminta air wudhu, lalu dia berwudhu. Beliau membasuh dua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan beristintsar (memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya kembali), kemudian membasuh wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya hingga ke siku tiga kali, kemudian membasuh tangan kirinya seperti itu pula, kemudian menyapu kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali, kemudian membasuh kaki kirinya seperti itu. Setelah itu beliau berkata: Aku melihat Rasulullah Saw. berwudhu seperti wudhu yang aku lakukan ini, kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia berdiri dan shalat dua rakaat, di mana dia tidak berbicara dalam melakukan keduanya, niscaya dosa yang telah dilakukannya diampuni.” Ibnu Syihab berkata: Ulama kami menyatakan wudhu seperti ini adalah wudhu yang paling sempurna yang dilakukan seseorang untuk shalat. (HR. Muslim, Bukhari dan Ahmad)

2. Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim al-Anshari (seorang sahabat), dia berkata:

“Dia pernah ditanya: Tunjukkan kepada kami cara Rasulullah Saw. berwudhu. Abdullah lalu meminta satu wadah berisi air. Dia lalu menuangkan air ke atas kedua tapak tangan dan membasuhnya sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangan ke dalam wadah untuk menciduk air (dengan tangannya) dan berkumur-kumur serta memasukkan air ke dalam hidung dengan air yang sama dari satu telapak tangan. Kemudian dia menciduk air sekali lagi, lalu membasuh muka sebanyak tiga kali. Selepas itu, dia menciduk lagi dengan tangannya dan membasuh tangan hingga ke siku dua kali-dua kali. Kemudian dia menciduk lagi lalu mengusap kepala dengan cara menyapukan tangannya dari arah depan kepala ke arah belakang, kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga mata kaki. Selepas itu dia berkata: Beginilah cara Rasulullah Saw. berwudhu.” (HR. Muslim, Bukhari, Malik dan Ahmad)

Sebagian besar topik pembahasan wudhu berkisar pada dua hadits ini, kecuali dalam beberapa hal saja. Kita akan membahas secara rinci semua rangkaian aktivitas wudhu, sejumlah dalil lainnya, serta berbagai perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para imam satu per satu.





5. Bersiwak

Disunahkan untuk bersiwak ketika berwudhu. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya aku memerintahkan mereka untuk bersiwak bersama dengan wudhu.” (HR. Ahmad, Malik, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Bersiwak itu cukup dengan menggosokkan jari jemari ke atas gigi. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:

“Jari jemari itu sudah cukup untuk bersiwak.” (HR. al-Baihaqi dari beberapa jalur riwayat)

Ibnu Hajar berkata mengomentari hadits ini: Aku tidak melihat ada masalah dalam sanadnya.

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ahmad dari Abu Mathar yang menceritakan wudhu Ali ra., di dalamnya disebutkan:

“Dan dia berkumur-kumur tiga kali, lalu memasukkan sebagian jarinya ke dalam mulutnya, dan dia beristinsyaq tiga kali… lalu dia berkata: Seperti inilah wudhu Nabi Saw.”

Hadits ini telah kami sebutkan di atas.

6. Istinsyaq dan Istintsar

Istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung, sedangkan istintsar adalah mengeluarkan air dari hidung.
Ketika disebutkan kata istintsar, kadangkala mencakup istinsyaq juga, sehingga istintsar itu bisa berarti memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkan air dari hidung. Istintsar lebih umum dari istinsyaq. Beberapa hadits menuturkan keduanya.
Dalil-dalil istintsar adalah dalil-dalil yang telah kami sebutkan dalam pembahasan berkumur-kumur dan juga beberapa hadits berikut:

a. Dari Ali ra.:

“Bahwasanya dia meminta air wudhu, lalu dia berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidungnya dan mengeluarkannya dengan tangan kirinya. Dia melakukan hal itu tiga kali, kemudian berkata: Inilah cara bersuci Nabi Saw.” (HR. an-Nasai dan Ahmad)

Para perawi hadits ini terkategorikan perawi yang tsiqah.

b. Dari Abu Hurairah, dia mendengar Nabi Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian berwudhu maka masukkanlah air ke dalam hidungnya, kemudian keluarkanlah.” (HR. Muslim, Ahmad, Bukhari dan Abu Dawud)

c. Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Beristintsarlah dua kali dengan sempurna atau tiga kali.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan al-Hakim)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu al-Qaththan.

Dengan adanya pembedaan antara istinsyaq dan istintsar, kami katakan: sesungguhnya sunah yang berlaku adalah istinsyaq itu menggunakan tangan kanan, sedangkan istintsar menggunakan tangan kiri. Hal ini berdasarkan hadits Ali di atas, yang di dalamnya disebutkan:

“Lalu dia berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidungnya dan mengeluarkannya dengan tangan kirinya.”

Lafadz hadits ini menunjukkan bahwa beliau Saw. berkumur-kumur itu menggunakan tangan kanan, dan beliau ber-istintsar menggunakan tangan kiri.
Sunah yang berlaku dalam beristinsyaq adalah benar-benar sempurna beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung sedalam mungkin) kecuali jika sedang berpuasa, sehingga tidak disunahkan untuk memasukkan air ke dalam hidung terlalu dalam.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Laqith bin Shabrah bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:

“Dan sempurnakanlah istinsyaq (hiruplah air sedalam mungkin) kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hajar.










Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam