Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 03 Juli 2018

Menolak Khilafah, Menentang Aturan Dari Allah



Yang Menolak Khilafah, yang Memberontak!

Ternyata dalam sidang gugatan HTI atas pencabutan SK Badan Hukum Perkumpulan ormas Islam secara semena-mena, keterangan saksi fakta dan ahli dari pemerintah banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan. Di antaranya seperti keterangan dari mantan Ketua BNPT Ansyaad Mbai dan Rektor UIN Jogja Yudian Wahyudi. Untuk menyanggah fitnah tersebut, wartawan tabloid Media Umat Joko Prasetyo mewawancarai cendikiawan Muslim Ustadz Rokhmat S. Labib. Berikut petikannya.

Ansyaad Mbai menyebut semua pelaku bom yang bertujuan ingin menegakkan khilafah ada kaitannya dengan HTI. Tanggapan Anda?

Itu jelas fitnah. Masak hanya ada kesamaan ngomong tentang khilafah kemudian dituduh ikut, terlibat, atau bahkan pelakunya.

Coba, begini saja. Ketua Umum Golkar sekarang diadili karena kasus korupsi. Di mana-mana dia berkata, ”Saya Indonesia, saya Pancasila.” Pertanyaannya: Apakah semua orang atau organisasi yang mengucapkan kalimat yang sama itu bisa dituduh ikut terlibat, atau bahkan pelakunya? Saya yakin, dia akan mengatakan tidak. Orang, organisasi, dan partai pasti juga menolak.

Lalu mengapa yang lain tidak boleh dikaitkan dan tidak mau dikatakan, namun mengaitkan dan menuduh HTI hanya karena kesamaan omongan?

Tapi dia menyebutkan 25 tersangka teroris yang sudah dihukum pernah menjadi anggota HTI...

Tidak ada. Jika terlibat, sudah pasti pengurus HTI sudah dipanggil oleh polisi atau dimintai kesaksian di pengadilan. Namun nyatanya tidak ada. Maka itu jelas fitnah.

Mbai juga bilang "Jangankan HTI, semua yang terlibat teror yang ditangkap tidak akan mau mengaku...”

Kan polisi atau hakim tidak hanya mendasarkan kepada pengakuan. Mestinya ada bukti-bukti lain. Nyatanya, itu tidak ada.

Ingat, ya. Tidak ada satu pun alasan pencabutan badan hukum HTI karena teroris.

HTI selalu menegaskan bahwa dakwahnya tanpa kekerasan. Sekian aksinya dilakukan dengan damai. Semua polisi tahu tentang itu.

Di samping itu, HTI juga selalu mengeluarkan pernyataan pers yang berisi kecaman terhadap tindak kekerasan dan teror di tengah wilayah damai seperti Indonesia.

Selain menggolongkan HTI sebagai kelompok radikal, Mbai juga bilang terorisme sebagai anak kandung radikalisme, dan radikalisme lebih berbahaya dari terorisme. Bagaimana itu?

Ini juga jelas framing menyesatkan. Istilah radikal itu sebenarnya istilah umum. Namun di tangan Mbai, istilah itu memiliki pengertian negatif.

Menurut Mbai, radikalisme itu memiliki dua ciri. Pertama, takfiri. Mengafirkan kelompok lain yang berbeda. Kedua, memaknai jihad dengan makna ekstrim. Yakni, perang. Tujuannya untuk menegakkan khilafah. Ini kan jelas sumir dan Fitnah, terhadap HTI, bahkan Islam.

Tentang takfiri, jika itu pengertiannya, HTI jelas tidak melakukannya. HTI tidak pernah mengafirkan kelompok Islam lainnya. Ingat, batasannya sesama Muslim. Namun jika terhadap orang kafir, ya jelas kita harus menyebut mereka kafir. Ini istilah Al-Qur’an untuk menyebut semua orang non-Muslim. Ini bukan takfiri. Tetapi hanya menyebut mereka sebagaimana faktanya.

Juga dicatat, sekalipun kita menyebut mereka kafir bukan berarti boleh menumpahkan darah mereka tanpa alasan yang dibenarkan syara'. Tidak boleh juga memaksa dan memerangi mereka agar masuk Islam.

Ini yang dipegang oleh HTI. Mana terornya?

Sedangkan tentang jihad, baca semua kitab fikih mu'tabar, semuanya ada bab jihad. Bahas tentang apa? Perang di jalan Allah SWT. Ini juga bukan sesuatu yang negatif. Kalau jihad dianggap teror dan kejahatan, Indonesia tidak akan pernah merdeka.

Apa tidak melihat, Perang Diponegoro, Sultan Babullah, Teuku Umar, Imam Bonjol dan lain-lain semuanya berperang melawan penjajah dengan seruan jihad. Demikian juga pasca kemerdekaan. Ketika Belanda dan sekutu datang, seruannya adalah jihad. Kok sekarang malah menuduh jihad sebagai terorisme.

Tentang jihad, HTI tidak menggunakan jihad sebagai metode menegakkan khilafah. HTI menempuh jalan dakwah. Dengan kata-kata. Pertanyaannya: di mana terornya? Dakwah kok disebut bahaya, di mana bahayanya?

Menurut keterangan Yudian Wahyudi, pendirian negara khilafah seperti yang didengungkan HTI berarti pemberontakan terhadap negara Pancasila. Pemberontakan terhadap Pancasila berarti pemberontakan terhadap Allah SWT. Tanggapan Anda?

Ini juga pernyataan aneh. Mendirikan khilafah adalah perintah Allah SWT. Semua ulama mu'tabar sepakat bahwa hukumnya wajib. Bagaimana bisa melaksanakan kewajiban dari Allah SWT disebut memberontak kepada Allah SWT? Mestinya, mereka yang menolak dan menghalanginya lebih layak disebut memberontak.

Pilihan kata memberontak juga fitnah. Kata memberontak itu mengandung makna fisik dan senjata. Sementara HTI berdakwah, hanya mengajak. Tidak menggunakan kekerasan dan senjata. Di mana memberontaknya? Sungguh ini fitnah yang nyata.

Dalam sidang juga mengatakan yang dia tidak setuju itu khilafah ala HTI. Memang berbeda khilafah yang didakwahkan HTI dengan para ulama mu'tabar?

Khilafah yang didakwahkan HTI tidak beda dengan yang dijelaskan para ulama. Mungkin ada sedikit perbedaan redaksional, tetapi maknanya sama. Bahwa khilafah adalah riasah 'ammah, kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh dunia. Silakan, cek. Itu inti khilafah yang diterangkan para ulama mu'tabar.

Yudian juga mengatakan dalam Al-Qur’an hanya ada dua syarat khalifah yaitu profesional dan menang tanding, tidak ada syarat agama. Sehingga Donald Trump lebih layak jadi khalifah...

Ini justru yang aneh. Silakan dicek dalam referensi para ulama mu'tabar manapun. Tidak ada konsep khalifah sebagaimana disebutkan Pak Yudian. Kalau ini, bisa dikatakan khalifah ala Yudian.

Dalam banyak kitab fikih diterangkan bahwa kata khalifah, imam, amir al-mukminin merupakan mutaradif, istilah yang sinonim. Memiliki arti yang sama.

Dalam hadits-hadits Nabi SAW, digunakan kata khalifah dan imam untuk menunjuk objek yang sama. Yakni para pemimpin sepeninggal Nabi SAW untuk menegakkan Islam.

Imam al-Mawardi mengatakan bahwa al-imamah maudhzu'ah li khilafah al-nubuwah fi hirasah al-din wa al-dunya, kepemimpinan itu diadakan untuk mengganti tugas kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia.

Maka, para ulama pun merumuskan apa tugasnya, syarat-syaratnya, bagaimana cara pengangkatannya, siapa yang yang berhak mengangkatnya, bagaimana pemberhentiannya, dan seterusnya. Semuanya didasarkan pada dalil. Bukan hanya dari QS. Al-Baqarah 30 seperti yang disampaikan Yudian itu. Bahkan, hanya sedikit ulama yang menggunakan ayat itu menjelaskan tentang khilafah dan khalifah. Sebagai contoh, bahwa khalifah harus Muslim, dalilnya kata minkum (dari kalian) dalam QS. an-Nisa 59. Juga an-Nisa 125.

Walhasil, tidak ada satu pun para ulama menyebut pemimpin negara kafir seperti Amerika itu sebagai khalifah. Ini benar-benar aneh dan asing.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam