Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 04 Juli 2018

Khilafah Satu-Satunya Sistem Pemerintahan Islam



Karena tak bisa lagi menyangkal kewajiban mengangkat seorang khalifah, akhirnya orang-orang liberal menyatakan bahwa Presiden Jokowi adalah khalifah bangsa Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan Presiden Donald Trump merupakan khalifah untuk level internasional. Apakah bisa kata khalifah itu disematkan kepada kepala negara selain khilafah?

Khilafah dan khalifah adalah sama-sama merupakan istilah syariah. Khilafah ini bukan istilah buatan manusia, karena istilah ini pertama kali digunakan dalam nash syariah dengan konotasi yang khas, berbeda dengan makna yang dikenal oleh orang Arab sebelumnya.

Karena merupakan istilah syara', khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Bahkan, Nabi Muhammad SAW tidak hanya menggunakan istilah ini dengan konotasi syariahnya, tetapi juga menambahkan dengan predikat, khilafah 'ala minhaj nubuwwah [khilafah yang mengikuti metode kenabian], yang berarti khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam yang dijalankan oleh para sahabat itu merupakan copy paste dari Nabi SAW. Mereka tinggal melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Nabi SAW.

Bahkan, Nabi SAW memerintahkan agar umatnya tidak hanya memegang teguh sunahnya, tetapi juga sunah para Khulafa' Rasyidin.
Nabi SAW bersabda, ”Kalian wajib berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para khalifah rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah sunah itu dengan gigi geraham." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Perintah untuk terikat dengan sunah [tuntunan] mereka adalah perintah untuk mempertahankan khilafah, sebagaimana yang diwariskan oleh Nabi SAW dan menegakkannya kembali, jika ia tidak ada.

Karena itu, bisa dipahami, jika perintahnya demikian, berarti inilah satu-satunya sistem pemerintahan yang ada dalam Islam. Unik, dan berbeda dengan sistem monarki, republik, otoriter, demokrasi, teokrasi, federasi, persemakmuran dan sebagainya.

Apakah sebutan khalifah juga bisa disematkan kepada presiden, raja atau kepala negara selain khilafah? Tidak bisa. Karena merupakan istilah syariah, dengan konotasi yang khas, sebagaimana yang digunakan oleh syariah. Sebagaimana kata shalat, secara harfiah mempunyai makna doa, tetapi tidak setiap berdoa disebut shalat. Begitu juga shiyam [puasa], arti harfiahnya menahan diri, maka tidak setiap tindakan menahan diri disebut puasa. Khalifah juga begitu. Tidak semua kepala negara bisa disebut khalifah, karena istilah ini hanya digunakan oleh Nabi untuk menyebut kepala negara yang memerintah dalam sistem khilafah. Bukan yang lain.

Inilah yang dinyatakan dalam hadits Nabi SAW, "Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para khalifah sehingga jumlah mereka banyak." (HR. Muslim).

Apa hukum menegakkan khilafah dan membaiat khalifah? Semua ulama kaum Muslim sepanjang zaman sepakat adanya khilafah ini adalah wajib. Jika khilafah tidak ada, hukum menegakkannya bagi seluruh kaum Muslim adalah wajib. Dasar kewajibannya menurut wahyu, bukan akal, yaitu Al-Qur’an dan sunah, dan apa yang ditunjukkan oleh keduanya, baik berupa ijmak sahabat maupun qiyas.

Misalnya, Allah SWT berfirman, dalam QS. al-Baqarah: 30, yang artinya, ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah...” Imam al-Qurthubi [w. 671 H], ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan, ”Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat khalifah.” Bahkan, beliau kemudian menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-'Asham (yang tuli tentang syariah) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.”

Bisa dilihat juga QS. an-Nisa' (4) ayat 59; QS. al-Maidah (5) ayat' 48, dan lain-Iain.

Adapun hadits Nabi SAW, antara lain, "Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/ khalifah), maka ia mati jahiliah.” (HR. Muslim).
Berdasarkan hadits ini, Syaikh ad-Dumaiji mengatakan, bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib [Lihat: Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-'Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ'ah, hal. 49].

Kedudukan ijmak sahabat sebagai dalil syariah -setelah Al-Qur’an dan sunah-sangatlah kuat, bahkan merupakan dalil yang qath'i. Para ulama ushul menyatakan, bahwa menolak ijmak sahabat bisa menyebabkan seseorang murtad dari Islam. Dalam hal ini, Imam as-Sarkhashi [w. 483 H] menegaskan, ”Siapa saja yang mengingkari kedudukan ijmak sebagai hujjah yang secara pasti menghasilkan ilmu berarti benar-benar telah membatalkan fondasi agama ini. Karena itu orang yang mengingkari ijmak sama saja dengan berupaya menghancurkan pondasi agama ini.”

Karena itu, ijmak sahabat yang menetapkan kewajiban menegakkan khilafah tidak boleh diabaikan, atau dicampakkan seakan tidak berharga, karena bukan Al-Qur’an atau sunnah. Padahal, ijmak sahabat hakikatnya mengungkap dalil yang tak terungkap.

Berkaitan dengan itu, Imam al-Haitami menegaskan, ”Sungguh para sahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/ khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.”

Khilafah sekarang belum tegak kembali. Khilafah dimulai sejak Abu Bakar as-Shiddiq menjadi khalifah yang pertama. Meski, perlu dicatat, Abu Bakar hanya melanjutkan Negara Islam yang dibangun oleh Nabi SAW.

Khilafah ada sejak Abu Bakar dibaiat sebagai khalifah pada tahun 632 M dan runtuh pada 1924 M. Adapun wilayahnya meliputi dua pertiga dunia, meliputi tiga benua, Asia, Afrika dan sebagian Eropa.

Mulai dari Khilafah Rasyidah, Khilafah Umayyah, Khilafah Abbasiyah dan Khilafah 'Utsmaniyyah. Sedangkan jumlah para khalifahnya sebanyak 104 khalifah.

Mengapa bisa runtuh? Khilafah Islam runtuh karena dua faktor.
  • Faktor internal, yaitu lemahnya pemahaman umat terhadap Islam, kesalahan penerapan Islam dan kemunduran taraf berpikir umat.
  • Faktor eksternal, karena adanya serangan dari luar, baik melalui serangan pemikiran, budaya, ekonomi, politik, hingga militer.

Kaum Muslimin wajib menegakkan kembali khilafah. Karena inilah satu-satunya metode untuk menerapkan Islam. Tanpa khilafah, Islam tidak bisa diterapkan di muka bumi dengan benar. Tanpa khilafah, tidak ada yang bisa mewakili Islam. Khilafah juga merupakan satu-satunya negara bagi kaum Muslim di seluruh dunia, yang akan menyatukan seluruh umat Islam dalam satu bendera dan kepemimpinan. Khilafah juga yang akan membangkitkan umat dari keterpurukan, penjajahan, penindasan, kemiskinan dan kebodohan.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam