Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Dialah
yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan
Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (TQS. al-Furqan [25]: 47).
Sungguh,
tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT terbentang luas. Setiap mata
memandang dan telinga mendengar, di sana terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT. Seseorang yang menggunakan akalnya dengan benar, niscaya akan mengantarkan
keimanan kepada-Nya dan sikap tunduk patuh di hadapan-Nya.
Tak hanya
itu, berbagai tanda kebesaran Allah SWT itu sekaligus sebagai nikmat-Nya yang
tak terkira. Maka, jiwa yang pandai bersyukur tak akan mengingkari berbagai
kenikmatan tersebut.
Malam yang
Menutupi
Allah SWT
berfirman: Wahuwa al-ladzii ja'ala lakum
al-layl libaas[an] (Dialah yang menjadikan untukmu malam [sebagai]
pakaian). Dalam ayat sebelumnya manusia diarahkan pandangannya kepada al-zhill yang terlihat oleh manusia, kemudian
ditegaskan bahwa keadaan itu tidak terus berlangsung demikian. Keadaan akan
berubah setelah matahari terbit. Kemudian ditarik perlahan-lahan, hingga lenyap
sama sekali.
Kemudian
ayat ini mengarahkan pandangan manusia kepada malam. Ayat ini diawali dengan
kata: Wahuwa (dan Dialah). Artinya,
Allah SWT sajalah, dan bukan yang lain. Dialah yang menjadikan malam sebagai libaas (pakaian).
Telah
maklum, bahwa fungsi utama pakaian adalah menutupi badan manusia. Dengan
begitu, badan menjadi tersembunyi dan tidak terlihat. Sifat ini pula yang ada
pada malam hari. Fakhruddin al-Razi berkata, ”Allah SWT telah menyerupakan
malam dari segi sifatnya yang menyembunyikan dan menutupi segala sesuatu dengan
pakaian yang menutupi badan."
Diterangkan
pula oleh al-Khazin, yang dimaksud dengan malam dijadikan sebagai libaas atau pakaian adalah satr[an] (tutup), yang kalian tertutup
dengannya. Artinya, kegelapan malam menutupi segala sesuatu seperti pakaian
yang menutupi orang yang mengenakannya. Al-Biqa'i berkata, ”Yang menutupi
berbagai benda dari pandangan mata sebagaimana pakaian yang menutupi."
Penjelasan
senada juga dikemukakan oleh hampir semua mufassir seperti al-Qurthubi,
al-Alusi, Ibnu Athiyyah, al-Baqai', dan lain-lain. Mengenai malam sebagai
pakaian, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan
Kami jadikan malam sebagai pakaian” (TQS. al-Naba' [78]: 10). Menurut
Ibnu Katsir, keadaan malam yang menutupi itu seperti diberitakan dalam firman
Allah SWT: “Dan malam apabila menutupinya”
(TQS. al-Syams [91]: 4). Juga firman-Nya: “Demi
malam apabila menutupi” (TQS. al-Lail [92]: 1).
Memang
begitulah faktanya. Ketika matahari terbenam, berarti malam datang menjelang.
Seiring dengan terbenamnya matahari, bumi pun menjadi gelap. Mata tak bisa
menembus kegelapan. Maka, seolah-olah semuanya tertutup dan tak terlihat mata.
Akibatnya,
manusia tidak bisa leluasa melakukan berbagai kegiatan sebagaimana layaknya
siang hari. Kehidupan pun menjadi lengang. Kondisi ini membuat manusia dapat
beristirahat dengan tenang dan tidur dengan lelap.
Tidur Untuk
Beristirahat
Kemudian
Allah SWT berfirman: Wa al-nawm[an] subaat[an]
(dan tidur untuk istirahat). Menurut al-Baghawi, pada asalnya makna al-sabt adalah al-qath'
(memotong). Orang yang tidur disebut sebagai masbuut
(orang yang dipotong) karena aktivitas dan gerakannya terpotong.
Di antara
manfaat besar terjadinya malam bagi manusia adalah keadaan yang kondusif bagi
manusia bisa tidur dengan nyenyak. Setelah lelah karena bekerja keras seharian,
manusia membutuhkan istirahat. Dengan tidur, manusia bisa beristirahat dengan
total. Tak hanya fisiknya namun juga pikirannya. Dalam ayat ini disebutkan
bahwa Allah SWT menjadikan tidur untuk subaat[an].
Diterangkan
Fakhruddln al-Razi, kata al-subaat
bermakna al-raahah. Dan Allah menjadikan
tidur sebagai istirhat karena tidur menjadi sebab bagi terjadinya istirahat.
Al-Razi juga mengutip Abu Muslim yang berkata, ”al-subaat
adalah al-raahah. Di antaranya ada hari
Sabtu, disebabkan karena biasanya digunakan untuk beristirahat.” Al-Khazin juga
berkata, ”Dijadikannya tidur sebagai subaat[an]
artinya untuk mengistirahatkan badan-badan kalian dan memutus perbuatan.”
Ibnu Jarir
al-Thabari berkata, ”Dia menjadikan tidur bagimu untuk beristirahat, maka
badanmu dapat beristirahat dan anggota tubuhmu dapat tenang dengannya."
Bahwa tidur
berguna untuk istirahat bagi manusia, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”
(TQS. al-Naba' [78]: 9). Di samping itu, tidur merupakan di antara tanda-tanda
kekuasaan Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu
di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mendengarkan” (QS. al-Ruum [30]: 23).
Siang Untuk
Bekerja
Kemudian
Allah SWT berfirman: Wa ja'alnaa al-nahaar
nusyuur[an] (dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha). Menurut
Ibnu Athiyah dalam tafsirnya, al-Muharrar
al-Wajiiz fii Tafsiir al-Kitaa al-'Aziiz, kata al-nusyuur di sini bermakna waqt
intisyaar (waktu berpencaran) dan bertebaran untuk mencari penghidupan
dan karunia Allah SWT.
Tak jauh
berbeda, al-Qurthubi juga menafsirkannya sebagai al-intisyaar
li al-ma'aasy (berpencaran untuk penghidupan). Artinya, siang hari
merupakan sebab menghidupkan untuk berpencaran.
Bahwa siang
dijadikan sebagai waktu untuk mencari penghidupan, juga disebutkan dalam firman
Allah SWT: “Dan Kami jadikan siang untuk
mencari penghidupan” (TQS. al-Naba' [78]: 11).
Demikianlah.
Allah SWT menggilirkan waktu siang dan malam. Pergantian waktu itu terjadi
karena perputaran rotasi bumi. Setiap hari berputar dengan waktu yang kontinyu.
Itu berlangsung ribuan tahun, bahkan lebih. Realitas ini jelas menunjukkan
kebesaran, kekuasaan, dan keagungan Allah SWT. Siapakah yang bisa melakukan
semua itu selain Dia? Tidak ada. Bahkan, sekadar menghentikan perputaran bumi
beberapa saat saja tidak bisa. Maka sungguh aneh jika ada manusia yang ingkar
kepada-Nya dan berani membangkang terhadap syariah-Nya.
Di samping
menjadi tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, pergantian siang dan malam itu
juga merupakan kenikmatan dan karunia Allah SWT kepada manusia yang tak
terhingga. Tak bisa dibayangkan jika sepanjang masa hanya dilalui siang hari
atau malam saja.
Di samping
ayat ini, karunia ini juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan
siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya” (TQS. al-Qashash [28]: 73). Maka, tak ada alasan untuk
ingkar dan tidak mensyukurinya.
Sesungguhnya,
tidur itu seperti kematian kecil. Ketika terbangun dari tidur, seperti orang
yang dibangkitkan dari kematian. Bagi orang yang berakal, realitas ini kian
memudahkan baginya untuk mengimani hari Kebangkitan. Sebagaimana manusia
dibangunkan dari tidurnya, demikian pula kelak di hari Kiamat, seluruh manusia
akan dibangkitkan dari kematiannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
dan menerima balasan atasnya. WalLaah a‘lam bi
al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Malam
hari dijadikan Allah SWT seperti pakaian yang menutupi, tidur untuk
beristirahat, dan siang hari untuk bekerja dan mencari penghidupan.
2.
Pergantian siang dan malam merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT
sekaligus merupakan kenikmatan dan karunia Allah SWT kepada manusia.
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 154