Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 23 Oktober 2018

Syahidnya Sang Penjaga Panji Islam



Dari kejauhan, di dalam barisan pasukan koalisi Kafir Quraisy, seorang Kafir bernama Ibnu Qami’ah tengah mengamati sesosok berjubah yang sedang asyik mengayunkan pedangnya menghantam tubuh-tubuh Kafir yang dilaknati Allah di tengah pertempuran, sosok tersebut memegang pedang di tangan yang satu, sementara di tangan yang satunya lagi memegang panji hitam yang di dalamnya bertuliskan kalimat tauhid "Laa ilaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah’’, dengan itulah Ia bertarung gagah.


Sosok berjubah yang sedang bertempur dengan gagah berani itu tidak lepas dalam bidikan mata Ibnu Qami’ah, sosok itu tidak asing bagi Ibnu Qami’ah yang pernah ikut dalam pertempuran di Badar setahun sebelumnya. Ia melihat lekat sosok paling dominan di tengah kaum muslimin tersebut. Bagi Ibnu Qaimi’ah sosok itulah yang telah merendahkan dan menghina sembahan-sembahan mereka seperti Latta dan ‘Uzza yang telah disembah secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dialah yang telah menyebabkan perpecahan di Mekah, dialah yang telah memutuskan hubungan sanak saudara menjadikan mereka bermusuhan satu dengan lainnya.


Ibnu Qami’ah mengenal sosok tersebut sebagai Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib pembawa agama pemecah-belah. Ibnu Qami’ah tidak mengetahui bahwa sosok berjubah pemegang panji hitam tersebut sebenarnya adalah Mush’ab bin Umair, bukan Rasulullah Saw. Ia mengenal sosok tersebut sebagai Nabi Muhammad karena jubah perang yang dikenakan oleh sosok tersebut juga digunakan oleh Rasul Saw. pada saat perang Badar setahun sebelumnya.


Dengan mata yang telah difokuskan hanya untuk satu target, Ibnu Qami’ah menghunus pedangnya lalu berlari kencang dengan kudanya ke arah sosok berjubah itu. Dari arah belakang, Ibnu Qami’ah mengayunkan pedangnya menghantam tubuh Mush’ab bin Umair, dengan sekali tebasan, tangan kanan Mush’ab yang sedang memegang panji terlepas dari tubuhnya. Panji hitam ar-rayah hampir saja jatuh ke tanah, dengan sigap Mush’ab menangkapnya sehingga panji Tauhid itu kembali berkibar dengan gagahnya di bawah langit Uhud, Mush’ab masih memberikan perlawanannya meski dengan satu tangan yang tertinggal, Ia masih berdiri dangan tegak melawan musuh-musuh Islam.
Ibnu Qami’ah semoga Allah melaknatnya, belum juga merasa puas atas keberhasilannya melepas tangan Mush’ab dari tubuhnya, terlebih panji yang dipegang Mush’ab belum juga berhasil Ia jatuhkan.
Ibnu Qami’ah lalu kembali maju dan mengayunkan pedangnya ke arah Mush’ab, kali ini pedangnya menyasar tangan kiri Mush’ab. Dengan sekali tebasan, tangan kiri Mush’ab yang memegang panji kembali lepas dari tubuhnya, hampir saja panji itu jatuh ke tanah bersamaan dengan lepasnya tangan Mush’ab, namun Mush’ab sama sekali tak sudi melihat nama Allah, Tuhan yang menciptakannya dan nama Rasulnya yang mulia yang telah memberinya jalan cahaya Islam itu sampai jatuh ke tanah, dengan segera Mush’ab melabuhkan badan dan merangkul tiang panji tauhid dengan lengannya yang masih tersisa, Ia lalu kembali menegakkan rayah tersebut di tengah-tengah pertempuran.


Mush’ab tak lagi memperhatikan apa yang menimpa dirinya, saat itu yang Ia lakukan adalah bagaimana agar panji Islam ar-Rayah yang diamanahkan oleh Rasul Saw. kepadanya tetap berkibar di tengah pertempuran meski Ia sendiri harus kehilangan kedua tangan bahkan nyawanya. Bagi Mush’ab, amanah yang diberikan kepadanya untuk memegang panji perang umat Islam adalah sebuah kehormatan yang tak ternilai oleh apapun. Dengan sisa kekuatan yang Ia miliki, Mush’ab meneguhkan hati, lalu membenamkan kedua lututnya ke dalam tanah untuk memperkuat posisinya agar tidak jatuh, Ia lantas berteriak ‘’Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sesungguhnya telah berlalu beberapa orang rasul yang diutus sebelumnya’’. Itulah kata terakhir dari Mush’ab bin Umair, sebuah kata cinta yang melambangkan bukti bahwa hingga detik terakhir dari hidupnya Ia persembahkan untuk menjalankan amanah yang diembankan kepadanya dari seorang Nabi agung nan mulia, Muhammad Rasulullah Saw.


Melihat keteguhan dan kuatnya Mush’ab untuk tetap bertahan, membuat Ibnu Qami’ah merasa dongkol dan geram, sebab meski dua tebasan pedangnya telah mengakibatkan lepasnya tangan Mush’ab bin Umair, namun itu tidak juga mampu menjatuhkannya ke tanah, begitu juga dengan panji yang dipegang Mush’ab. Akhirnya Ibnu Qami’ah sekali lagi kembali mengarahkan kudanya ke arah Mush’ab, kali ini Ia tidak lagi menggunakan pedangnya untuk membunuh Mush’ab, Ia mengambil sebuah tombak dengan besi runcing tajam yang mengkilap diujungnya, dengan itulah Mush’ab akan syahid. Dengan tombak itu Ia akan mengakhiri perjalanan dakwahnya, mengorbankan jiwa dan raganya atas nama Allah dan Rasulnya demi kemuliaan Islam.


Ibnu Qami’ah lalu datang dan menusukkan tombak tersebut dari arah belakang, ujung tombak itu hampir menembus hingga ke dada Mush’ab. Darah segar mengalir deras dari tubuh Mush’ab kemudian jatuh berkucuran membasahi pasir Uhud, tubuh seorang bangsawan berwajah tampan itu mulai melemah dirangkul ajal, matanya yang indah perlahan meredup dan kini tertutup untuk selamanya, lelaki yang membuka dakwah Islam di Madinah itu pun perlahan merebah jatuh di pelukan bumi. Sang pembawa misi rahasia dari Rasul itu kini telah selesai menjalankan tugasnya. Panji yang dipeluk Mush’ab masih melekat di tubuhnya, seakan tak ingin membiarkan panji itu membujur hina di atas tanah meski dirinya sendiri sudah tak bernyawa. Ali bin Abi Thalib yang melihat Mush’ab telah terbaring diatas tanah, Ia bergegas berlari dan bermaksud menolong Mush’ab, namun Ia dapati Mush’ab sudah tak bernyawa. Mush’ab telah wafat sebagai Syuhada Uhud. Ali lalu mengambil panji rayah tersebut kemudian kembali mengibarkannya di tengah pertempuran....


(Dikutip dari buku MISI RAHASIA MUSH'AB BIN UMAIR, Al Azhar Press 2018)


#BukanSembarangBendera
#BelaKalimatTauhid
#BelaBenderaTauhid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam