Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 11 Desember 2018

Tanda Kebesaran Allah SWT Pada Malam Hari, Tidur, Dan Siang Hari - TAFSIR al-Furqan: 47



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (TQS. al-Furqan [25]: 47).

Sungguh, tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT terbentang luas. Setiap mata memandang dan telinga mendengar, di sana terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Seseorang yang menggunakan akalnya dengan benar, niscaya akan mengantarkan keimanan kepada-Nya dan sikap tunduk patuh di hadapan-Nya.

Tak hanya itu, berbagai tanda kebesaran Allah SWT itu sekaligus sebagai nikmat-Nya yang tak terkira. Maka, jiwa yang pandai bersyukur tak akan mengingkari berbagai kenikmatan tersebut.

Malam yang Menutupi

Allah SWT berfirman: Wahuwa al-ladzii ja'ala lakum al-layl libaas[an] (Dialah yang menjadikan untukmu malam [sebagai] pakaian). Dalam ayat sebelumnya manusia diarahkan pandangannya kepada al-zhill yang terlihat oleh manusia, kemudian ditegaskan bahwa keadaan itu tidak terus berlangsung demikian. Keadaan akan berubah setelah matahari terbit. Kemudian ditarik perlahan-lahan, hingga lenyap sama sekali.

Kemudian ayat ini mengarahkan pandangan manusia kepada malam. Ayat ini diawali dengan kata: Wahuwa (dan Dialah). Artinya, Allah SWT sajalah, dan bukan yang lain. Dialah yang menjadikan malam sebagai libaas (pakaian).

Telah maklum, bahwa fungsi utama pakaian adalah menutupi badan manusia. Dengan begitu, badan menjadi tersembunyi dan tidak terlihat. Sifat ini pula yang ada pada malam hari. Fakhruddin al-Razi berkata, ”Allah SWT telah menyerupakan malam dari segi sifatnya yang menyembunyikan dan menutupi segala sesuatu dengan pakaian yang menutupi badan."

Diterangkan pula oleh al-Khazin, yang dimaksud dengan malam dijadikan sebagai libaas atau pakaian adalah satr[an] (tutup), yang kalian tertutup dengannya. Artinya, kegelapan malam menutupi segala sesuatu seperti pakaian yang menutupi orang yang mengenakannya. Al-Biqa'i berkata, ”Yang menutupi berbagai benda dari pandangan mata sebagaimana pakaian yang menutupi."

Penjelasan senada juga dikemukakan oleh hampir semua mufassir seperti al-Qurthubi, al-Alusi, Ibnu Athiyyah, al-Baqai', dan lain-lain. Mengenai malam sebagai pakaian, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian” (TQS. al-Naba' [78]: 10). Menurut Ibnu Katsir, keadaan malam yang menutupi itu seperti diberitakan dalam firman Allah SWT: “Dan malam apabila menutupinya” (TQS. al-Syams [91]: 4). Juga firman-Nya: “Demi malam apabila menutupi” (TQS. al-Lail [92]: 1).

Memang begitulah faktanya. Ketika matahari terbenam, berarti malam datang menjelang. Seiring dengan terbenamnya matahari, bumi pun menjadi gelap. Mata tak bisa menembus kegelapan. Maka, seolah-olah semuanya tertutup dan tak terlihat mata.

Akibatnya, manusia tidak bisa leluasa melakukan berbagai kegiatan sebagaimana layaknya siang hari. Kehidupan pun menjadi lengang. Kondisi ini membuat manusia dapat beristirahat dengan tenang dan tidur dengan lelap.

Tidur Untuk Beristirahat

Kemudian Allah SWT berfirman: Wa al-nawm[an] subaat[an] (dan tidur untuk istirahat). Menurut al-Baghawi, pada asalnya makna al-sabt adalah al-qath' (memotong). Orang yang tidur disebut sebagai masbuut (orang yang dipotong) karena aktivitas dan gerakannya terpotong.

Di antara manfaat besar terjadinya malam bagi manusia adalah keadaan yang kondusif bagi manusia bisa tidur dengan nyenyak. Setelah lelah karena bekerja keras seharian, manusia membutuhkan istirahat. Dengan tidur, manusia bisa beristirahat dengan total. Tak hanya fisiknya namun juga pikirannya. Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah SWT menjadikan tidur untuk subaat[an].

Diterangkan Fakhruddln al-Razi, kata al-subaat bermakna al-raahah. Dan Allah menjadikan tidur sebagai istirhat karena tidur menjadi sebab bagi terjadinya istirahat. Al-Razi juga mengutip Abu Muslim yang berkata, ”al-subaat adalah al-raahah. Di antaranya ada hari Sabtu, disebabkan karena biasanya digunakan untuk beristirahat.” Al-Khazin juga berkata, ”Dijadikannya tidur sebagai subaat[an] artinya untuk mengistirahatkan badan-badan kalian dan memutus perbuatan.”

Ibnu Jarir al-Thabari berkata, ”Dia menjadikan tidur bagimu untuk beristirahat, maka badanmu dapat beristirahat dan anggota tubuhmu dapat tenang dengannya."

Bahwa tidur berguna untuk istirahat bagi manusia, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat” (TQS. al-Naba' [78]: 9). Di samping itu, tidur merupakan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan” (QS. al-Ruum [30]: 23).

Siang Untuk Bekerja

Kemudian Allah SWT berfirman: Wa ja'alnaa al-nahaar nusyuur[an] (dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha). Menurut Ibnu Athiyah dalam tafsirnya, al-Muharrar al-Wajiiz fii Tafsiir al-Kitaa al-'Aziiz, kata al-nusyuur di sini bermakna waqt intisyaar (waktu berpencaran) dan bertebaran untuk mencari penghidupan dan karunia Allah SWT.

Tak jauh berbeda, al-Qurthubi juga menafsirkannya sebagai al-intisyaar li al-ma'aasy (berpencaran untuk penghidupan). Artinya, siang hari merupakan sebab menghidupkan untuk berpencaran.

Bahwa siang dijadikan sebagai waktu untuk mencari penghidupan, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan” (TQS. al-Naba' [78]: 11).

Demikianlah. Allah SWT menggilirkan waktu siang dan malam. Pergantian waktu itu terjadi karena perputaran rotasi bumi. Setiap hari berputar dengan waktu yang kontinyu. Itu berlangsung ribuan tahun, bahkan lebih. Realitas ini jelas menunjukkan kebesaran, kekuasaan, dan keagungan Allah SWT. Siapakah yang bisa melakukan semua itu selain Dia? Tidak ada. Bahkan, sekadar menghentikan perputaran bumi beberapa saat saja tidak bisa. Maka sungguh aneh jika ada manusia yang ingkar kepada-Nya dan berani membangkang terhadap syariah-Nya.

Di samping menjadi tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, pergantian siang dan malam itu juga merupakan kenikmatan dan karunia Allah SWT kepada manusia yang tak terhingga. Tak bisa dibayangkan jika sepanjang masa hanya dilalui siang hari atau malam saja.

Di samping ayat ini, karunia ini juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya” (TQS. al-Qashash [28]: 73). Maka, tak ada alasan untuk ingkar dan tidak mensyukurinya.

Sesungguhnya, tidur itu seperti kematian kecil. Ketika terbangun dari tidur, seperti orang yang dibangkitkan dari kematian. Bagi orang yang berakal, realitas ini kian memudahkan baginya untuk mengimani hari Kebangkitan. Sebagaimana manusia dibangunkan dari tidurnya, demikian pula kelak di hari Kiamat, seluruh manusia akan dibangkitkan dari kematiannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menerima balasan atasnya. WalLaah a‘lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Malam hari dijadikan Allah SWT seperti pakaian yang menutupi, tidur untuk beristirahat, dan siang hari untuk bekerja dan mencari penghidupan.

2. Pergantian siang dan malam merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT sekaligus merupakan kenikmatan dan karunia Allah SWT kepada manusia.

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam