Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 09 Januari 2018

Upaya Penguasa Anti Ideologi Islam Menangkap Umat yang Hijrah ke Habasyi



Orang Quraisy Meminta Mereka yang Hijrah (ke Habasyah) Agar Diserahkan

Setelah orang-orang musyrik Quraisy yang turut dalam konspirasi itu mengetahui bahwa para sahabat Muhammad mendapatkan keamanan dan kedamaian di negara Habasyi, mereka di sana mendapatkan tempat tinggal dan perlindungan. Maka orang-orang memutuskan untuk mengirim dua orang di antara mereka kepada an-Najasyi, supaya an-Najasyi mengusir kaum muslimin dari negaranya yang telah memberikan keamanan kepada kaum muslimin, dan menyerahkan kaum muslimin kepada mereka, sehingga mereka dapat mengeluarkan kaum muslimin dari agamanya.
Dua orang yang mereka kirim adalah Abdullah bin Abi Rabi’ah dan Amru bin al-'Ash bin Wail. Melalui keduanya mereka menitipkan banyak hadiah untuk an-Najasyi dan para panglima perangnya.

Kami mengundang Ummu Salamah binti Abi Umayyah bin al-Mughirah istri Rasulullah Saw. agar bercerita kepada kami secara rinci apa yang terjadi.
Ummu Salamah berkata, “Setelah kami sampai di negara Habasyi, an-Najasyi memperlakukan kami dengan baik, sebagaimana tetangga baik. Kami merasa aman dengan agama kami dan aman ketika kami menyembah Allah. Kami tidak disakiti dan kami tidak pernah mendengar sesuatu yang menyakiti hati kami. Ketika berita bahwa kami diperlakukan baik di negara Habasyi ini sampai kepada orang-orang Quraisy, maka mereka berkonspirasi dengan mengirim dua orang kepada an-Najasyi guna menyebarkan isu miring (buruk) tentang kami. Mereka memberi an-Najasyi hadiah berupa barang-barang yang jarang di Makkah, dan di antara barang antik yang mereka berikan adalah kulit. Mereka mengumpulkan kulit yang banyak, mereka tidak membiarkan satu panglima perang pun, kecuali mereka juga memberinya hadiah. Untuk kepentingan itu mereka mengirim Abdullah bin Abi Rabi’ah dan Amru bin al-Ash. Mereka menyuruh keduanya agar menyelesaikan urusan mereka dengan baik. Mereka berkata kepada keduanya, “Berilah hadiah kepada setiap panglima perang sebelum kalian berdua berbicara dengan an-Najasyi, baru setelah itu kamu menemui an-Najasyi dan berikan hadiah kepadanya, kemudian mintalah kepadanya agar menyerahkan kaum muslimin sebelum ia berbicara dengan mereka.” Keduanya pun pergi hingga akhirnya mereka sampai kepada an-Najasyi, sedang kami diposisikan dan diperlakukan baik di sisi an-Najasyi. Sebagaimana yang dipesankan, tidak seorang panglima perang pun, kecuali keduanya memberi mereka hadiah, sebelum keduanya menghadap an-Najasyi. Kepada tiap-tiap panglima perang keduanya berkata: “Sungguh, di antara kami ada orang-orang bodoh yang mendapat suaka di negara kekuasaan an-Najasyi ini. Mereka memisahkan diri dari agama kaumnya, dan juga mereka tidak memasuki agama kalian. Mereka datang dengan menganut agama baru yang tidak dikenal oleh kami dan tentu juga kalian. Kami diutus oleh para pembesar kaum mereka untuk menemui raja an-Najasyi, agar an-Najasyi mengembalikan orang-orang bodoh itu kepada mereka. Ketika kami berbicara tentang mereka dan meminta raja menyerahkan mereka kepada kami, maka raja tidak perlu berbicara dengan mereka, sebab kaum mereka yang lebih tahu tentang keburukan mereka.” Para panglima perang berkata kepada keduanya, “Ya.”
Kemudian, keduanya menyerahkan hadiah kepada an-Najasyi. Setelah an-Najasyi menerima hadiah dari keduanya, keduanya berkata kepada an-Najasyi, “Wahai Tuan Raja, orang-orang bodoh di antara kami telah berlindung di negara tuan. Mereka memisahkan diri dari agama kaum mereka dan mereka juga tidak masuk agama yang tuan anut. Mereka datang dengan menganut agama baru yang kami dan juga tuan tidak mengenalnya. Kami datang sebagai utusan para pembesar kaum mereka yang terdiri dari para orangtua mereka, paman-paman mereka dan keluarga mereka. Mereka meminta agar orang-orang bodoh itu tuan kembalikan kepada mereka, sebab mereka yang lebih tahu tentang keburukannya.” Tidak ada sesuatu yang paling dibenci oleh an-Najasyi selain mendengarkan perkataan Abdullah bin Abi Rabi’ah dan ‘Amru bin al-‘Ash. Para panglima perang yang berada di sekitar an-Najasyi berkata, “Benar Tuan, kaum mereka tentulah yang lebih tahu tentang keburukannya, serahkan saja mereka kepada keduanya, agar keduanya mengembalikan mereka ke negerinya dan kepada kaumnya.”

Mendengar itu, an-Najasyi marah, lalu berkata: “Tidak, demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kedua orang ini. Sebab, tidak satu kaum pun yang berada di sisiku dan tinggal di negaraku, karena mereka lebih memilih aku, kecuali aku mengundang mereka dan menanyakan langsung kepada mereka tentang apa yang dikatakan dua orang ini mengenai mereka. Jika mereka seperti yang dikatakan kedua orang ini, maka aku serahkan mereka kepada keduanya, agar mereka dikembalikan kepada kaumnya. Namun, jika tidak, maka aku tidak akan menyerahkan mereka, sebaliknya aku akan lebih bersikap baik kepada mereka.” Selanjutnya, an-Najasyi mengutus seseorang untuk memanggil para sahabat Rasulullah Saw. Ketika utusan an-Najasyi mendatangi mereka, maka satu sama lain berkata, “Apa yang akan kalian katakan kepada an-Najasyi, jika kalian diminta menemuinya?” Mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak tahu apa yang akan kami katakan. Kami tidak tahu apa-apa selain yang telah diperintahkan oleh Nabi Saw.” Di samping mengundang para sahabat, an-Najasyi juga mengundang para uskup. Para uskup itu membuka kitabnya di sekitar an-Najasyi. Setelah para sahabat hadir di tengah-tengah mereka, an-Najasyi berkata kepada para sahabat Rasulullah Saw. “Agama apakah ini yang ajarannya telah memisahkan kalian dari kaummu, dan dengan agama baru ini kalian tidak masuk agama yang aku anut, serta tidak masuk agama-agama dan keyakinan-keyakinan yang ada?”

Ja’far bin Abi Thalib yang menjadi juru bicaranya berkata kepada an-Najasyi, “Wahai Tuan, dahulu kami adalah kaum jahiliyah, di mana kebiasaan kami menyembah patung, makan bangkai, melakukan perbuatan keji, memutus tali persaudaraan, kurang baik dengan tetangga, dan orang-orang yang status sosialnya lebih tinggi biasa menzhalimi orang-orang yang status sosialnya rendah. Keadaan itu, terus-menerus kami rasakan hingga akhirnya Allah mengutus untuk kami seorang rasul dari golongan kami sendiri, sehingga kami mengenal betul nasabnya, kejujurannya, sikap amanahnya, dan terjaganya dari sifat-sifat tercela. Rasul itu menyeru kami kepada Allah, agar kami hanya beribadah kepada-Nya, membuang jauh-jauh sesembahan selain Allah yang sebelumnya kami dan nenek moyang kami menyembahnya, seperti batu-batu dan berhala-berhala. Dia menyuruh kami agar selalu berkata jujur, menunaikan amanat, mempererat tali persaudaraan, bersikap baik terhadap tetangga, mencegah kami dari hal-hal yang terlarang dan dari terjadinya pertumpahan darah, melarang kami berbuat keji, berkata bohong, makan harta anak yatim, dan menuduh orang lain berbuat serong. Dia memerintah kami agar menyembah Allah semata, kami dilarang menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dia menyuruh kami menegakkan shalat, membayar zakat, dan melakukan puasa -banyak lagi perkara Islam yang dikatakannya-, kami membenarkannya dan mengimaninya, kami mengikuti apa saja yang dia bawa dari Allah. Untuk itu, kami hanya menyembah Allah saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kami mengharamkan apa saja yang diharamkan atas kami, dan menghalalkan apa saja yang dihalalkan atas kami. Lalu kaum kami memusuhi kami, menyiksa kami dan memfitnah kami agar kami kembali menyembah berhala dan tidak lagi menyembah Allah. Namun hal itu tidak mungkin bagi kami, sebagaimana tidak mungkin kami makan kotoran. Ketika mereka menekan kami, menzhalimi kami dan mempersulit hidup kami, mereka menghalang-halangi kami dari agama kami. Untuk itu, kami pergi ke negara Tuan, kami lebih memilih tuan dibanding yang lain, kami berharap perlakuan baik dari Tuan, dan kami ingin Tuan tidak menzhalimi kami.”

An-Najasyi berkata kepada Ja’far, “Apakah kamu membawa sesuatu yang datangnya dari Allah?” Ja'far berkata, “Ya.” An-Najasyi berkata, “Bacakan itu kepadaku.” Lalu Ja’far membacakannya dengan dimulai dari “Kaf Haa Yaa ‘Ain Shad (TQS. Maryam [19]: 1)”
Ummu Salamah berkata, “Demi Allah, mendengar itu an-Najasyi menangis hingga membasahi jenggotnya. Begitu juga para uskup, mereka menangis hingga membasahi kitab-kitab mereka, ketika mereka mendengar ayat yang dibacakan kepada mereka. An-Najasyi berkata kepada mereka, “Sungguh, (ayat) ini dan apa yang dibawa oleh Isa benar-benar berasal dari satu misykah (lentera)! Kalian berdua pergilah. Sebab, demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian.” Keduanya pun segera pergi.

Ketika keduanya telah meninggalkan an-Najasyi, maka ‘Amr bin al-’Ash berkata, “Demi Allah, besok aku akan mendatangi an-Najasyi dengan sesuatu yang membuat mereka semua terusir.” Abdullah bin Rabi’ah -orang yang lebih berpikiran dewasa di antara keduanya, menurut kami- berkata kepada ‘Amr, “Jangan kamu lakukan! Ingat, meski mereka menentang kami, mereka masih memiliki hubungan keluarga dengan kami.” Abdullah berkata lagi, “Demi Allah, kami akan menyampaikan kepada an-Najasyi bahwa mereka mengklaim sesungguhnya Isa bin Maryam itu seorang hamba.”

Maka besoknya -sebagaimana yang direncanakan- keduanya berkata kepada an-Najasyi, “Wahai Tuan Raja, sesungguhnya mereka berkata tentang Isa bin Maryam dengan perkataan yang menggemparkan. Untuk itu, kirim orang kepada mereka, lalu tanyakan apa komentar mereka tentang Isa bin Maryam?”
Ummi Salamah berkata, “Kami belum pernah mendapat masalah seperti ini. Kemudian kami pun berkumpul. Kami, satu rama lain saling bertanya, “Apa yang akan kalian katakan tentang Isa bin Maryam, jika kita ditanya tentangnya?” Mereka berkata, “Demi Allah, kami akan mengatakan seperti apa yang difirmankan Allah dan disabdakan Nabi kita, sebagaimana adanya!” Setelah mereka berada di hadapan an-Najasyi, dia berkata, “Apa pendapat kalian tentang Isa bin Maryam?” Ja'far bin Abi Thalib berkata, “Tentang Isa bin Maryam, kami katakan sebagaimana yang disabdakan Nabi Saw., beliau bersabda, “Isa adalah hamba Allah, utusan Allah, ruh Allah dan kalimat Allah yang dikaruniakan kepada Maryam gadis suci yang belum tersentuh laki-laki sama sekali.” Lalu an-Najasyi memukulkan tangannya ke tanah, dan dari tanah dia mengambil sebatang kayu. Selanjutnya dia berkata, “Demi Allah, selain Isa bin Maryam, aku tidak pernah menilai dengan kayu ini.” Mendengar perkataan an-Najasyi, para panglima perang yang berada di sekitarnya mendengus. An-Najasyi berkata, “Kalian tidak perlu mendengus. Sekarang, pergilah kalian kaum muslimin, kalian bebas dan aman tinggal di wilayahku ini. Siapa saja yang menghina kalian celaka, siapa yang menghina kalian celaka! Aku tidak akan merasa senang meski aku memiliki gunung emas, jika aku menyakiti seseorang saja di antara kalian.” Kembalikan hadiah itu kepada keduanya, aku tidak butuh dengan hadiahnya.”

Kesungguhan Mereka yang Hijrah Ke Habasyi Dalam Mendakwahkan Islam

Karena mereka yang hijrah ke Habasyi itu lari dengan membawa agamanya kepada Allah serta wujud pelaksanaan perintah Rasulullah Saw., maka mereka di sana tidak menyia-nyiakan sedikitpun keamanan yang diberikan kepada mereka kecuali digunakan untuk menjelaskan tentang ideologi Islam. Dan inilah yang membuat penduduk Habasyi mengirim delegasi kepada Rasulullah Saw. guna memperkuat kejelasan apa yang mereka dengar dari kaum muslimin yang hijrah ke Habasyi.

Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Rasulullah Saw. berada di Makkah datang kurang lebih dua puluh orang di antara orang-orang Nasrani menemui Rasulullah Saw. Mereka mendengar berita tentang Muhammad dari kaum muslimin yang hijrah ke Habasyi. Mereka menemukan Rasulullah Saw. di masjid. Setelah mereka berada di dekat Rasulullah Saw., mereka berbicara dan bertanya kepada Rasulullah Saw. Sedang orang-orang Quraisy berada di tempat-tempat berkumpulnya mereka di sekitar Ka'bah. Setelah mereka selesai menanyakan apa saja yang mereka inginkan kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. menyeru mereka dan membacakan al-Qur'an kepada mereka. Ketika mereka mendengar bacaan al-Qur'an, mereka menangis hingga air matanya mengalir. Kemudian, merekapun memenuhi seruan Rasulullah Saw., mengimaninya dan membenarkannya. Dari Rasulullah Saw., mereka mengetahui perkara yang juga mereka ketahui dalam kitab mereka. Ketika mereka telah meninggalkan Rasulullah Saw., maka Abu Jahal bin Hisyam yang berada di tengah-tengah rombongan kaum Quraisy mendekati mereka. Lalu dia berkata, “Kalian rombongan yang dirugikan Allah. Kalian diutus oleh orang-orang yang ahli agama di antara kalian, agar kalian pulang dengan membawa kabar tentang orang ini. Namun, setelah kalian puas dengan pertemuan kalian dengannya, akhirnya kalian memisahkan diri dari agama kalian dan kalian membenarkan apa yang dia katakan. Kami belum pernah melihat rombongan yang lebih tolol dan idiot dari kalian.” Mereka berkata, “Semoga keselamatan atas kalian, kami tidak bodoh sebagaimana kalian. Kami memiliki apa yang dimilikinya, sedang kalian tidak. Oleh karena itu, darinya kami mendapatkan kebaikan untuk diri kami.”

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam