Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 17 November 2017

Pasca Negara Islam Perang Di Hunain Dan Thaif



Putaran Keempat: di Ji’irranah

a. Mengakhiri Pengepungan

Setelah mengakhiri pengepungan terhadap orang-orang Thaif, Rasulullah Saw. bersama para sahabat pergi menuju Ji’irranah. Beliau memerintahkan semua hasil rampasan perang dibawa ke sana agar tetap terkontrol oleh tentaranya. Sungguh Allah telah memberi mereka nikmat yang banyak ini, Allah mewariskan kepada mereka tanah, harta benda, dan jiwa raga musuh-musuhnya. Pertolongan Allah kepada mereka dalam mengalahkan orang-orang Thaif tidak dapat dicegah kecuali karena hikmah yang diajarkan oleh Allah Swt.
Rasulullah Saw. tiba di Ji’irranah. Di Ji’irranah terdapat banyak tawanan kabilah Hawazin. Enam ribu di antaranya berupa anak-anak dan para wanita, empat belas ribu ekor unta, dan lebih dari empat puluh ribu ekor kambing, sedang yang berupa perak sebanyak empat ribu uqiyah.
Setelah beliau sampai di Ji’irranah, delegasi kabilah Hawazin datang kepada beliau untuk meminta amnesti kepada beliau. Mereka berkata kepada Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, kami masih memiliki hubungan nasab dan keluarga (dengan engkau). Sekarang, kami sedang mendapatkan petaka seperti yang engkau ketahui. Oleh karena itu, berilah kami karunia semoga Allah memberi karunia kepadamu.”

b. Membebaskan Para Tawanan

Salah seorang dari kabilah Hawazin yang bernama Zuhair sedang nama panggilannya adalah Abu Shurad dari Bani Sa’ad bin Bakr berdiri, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, di tempat penampungan para tawanan ini terdapat para bibimu dari jalur ayah, para bibimu dari jalur ibu, dan para wanita yang dulu pernah mengasuh dan memeliharamu. Kalau saja kami dulu pernah memelihara dan mengasuh Harits bin Abu Syamr atau Nu'man bin Mundzir, kemudian kami mendapatkan musibah seperti yang engkau timpakan kepada kami, niscaya kami mengharapkan belas kasih dan bantuannya terhadap kami. Sedang engkau adalah sebaik-baik orang yang pernah kami pelihara dan kami asuh.” Rasulullah Saw. bersabda, “Manakah yang lebih kalian cintai, anak-anak dan wanita-wanita kalian, atau harta benda kalian?” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, engkau menyuruh kami memilih antara harta benda kami dengan anak keturunan kami. Namun, kami hanya ingin engkau mengembalikan anak-anak dan wanita-wanita kami, sebab mereka lebih kami cintai daripada yang lain.” Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, “Adapun tawanan yang menjadi hakku dan hak Bani Muththalib, maka tawanan itu aku kembalikan kepada kalian.” Ketika aku telah selesai mengerjakan shalat Dhuhur bersama kaum muslimin, maka berdirilah kalian, kemudian katakanlah, “Kami meminta pembelaan kepada Rasulullah Saw. dalam menghadapi kaum muslimin, dan meminta pembelaan kaum muslimin dalam menghadapi Rasulullah Saw., untuk mendapatkan kembali anak-anak dan wanita-wanita kami, maka pada saat itu aku akan memberi kalian, dan aku akan meminta untuk kalian.”

Maksud Rasulullah Saw. melakukan itu semua tidak lain, kecuali agar tidak terjadi kegoncangan kepercayaan antara rakyat dan penguasa yang sedang berkuasa. Tindakan seperti itu menjadi dasar dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara penguasa (hakim) dan rakyat (mahkum).

Setelah Rasulullah Saw. selesai mengerjakan shalat Dhuhur bersama kaum muslimin, delegasi kabilah Hawazin berdiri dan berkata seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Adapun tawanan yang menjadi hakku dan hak Bani Muththalib, maka tawanan itu aku kembalikan kepada kalian.”
Kaum Muhajirin berkata, “Tawanan yang menjadi hak kami, kami serahkan kepada Rasulullah Saw.”
Kaum Anshar berkata, “Tawanan yang menjadi hak kami, kami serahkan kepada Rasulullah Saw.”
Al-Aqra’ bin Habits berkata, “Tawanan yang menjadi hakku dan hak Bani Tamin, kami tidak memberikannya kepada Rasulullah Saw.”
‘Uyainah bin Hihsn berkata, “Tawanan yang menjadi hakku dan hak Bani Fazarah, kami tidak memberikannya kepada Rasulullah Saw.”
Abbas bin Mirdas berkata, “Tawanan yang menjadi hakku dan hak Bani Sulaim, kami tidak memberikannya kepada Rasulullah Saw.”
Bani Sulaim berkata, “Tidak begitu, tawanan yang menjadi hak kami, kami serahkan kepada Rasuullah Saw.” Abbas bin Mirdas berkata kepada Bani Sulaim, “Kalian membuat aku malu.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang ingin tetap mempertahankan haknya atas tawanan ini, maka ia berhak atas enam bagian untuk setiap tawanan, mulai dari tawanan yang pertama kali aku dapatkan.” Orang-orang pun mengembalikan kepada delegasi kabilah Hawazin anak-anak mereka dan wanita-wanita mereka.

c. Kepuasan dan Masuk Islamnya Panglima Perang Hunain

Rasulullah Saw. berpikir kalau saja beliau dapat menarik panglima perang (pihak kabilah) Hunain, Malik bin Auf ke dalam barisan beliau dengan cara apapun, tentu itu merupakan suatu prestasi yang besar.
Untuk itu, beliau bertanya kepada delegasi kabilah Hawazin tentang keberadaan Malik bin Auf an-Nashri, “Apa yang sedang ia kerjakan?” Mereka menjawab, “Ia sedang berada di Thaif” bemama orang-orang Tsaqif.” Rasulullah Saw. bersabda, “Katakan kepada Malik bahwa jika ia datang kepadaku dalam keadaan Islam, aku akan mengembalikan kepadanya keluarga dan harta bendanya, dan aku memberinya seratus unta.”
Informasi tersebut disampaikan kepada Malik bin Auf. Kemudian, ia pergi dari Thaif dengan sembunyi-sembunyi bermaksud menemui Rasulullah Saw., sebab Malik bin Auf an-Nashri khawatir kalau orang-orang Tsaqif mengetahui apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., karena jika mereka mengetahuinya, maka mereka pasti terus mengawasinya dengan ketat dan melarangnya pergi menemui Rasulullah Saw. Oleh karena itu, ia memerintahkan seseorang untuk menyiapkan untanya, dan ia juga memerintahkan agar menyiapkan kuda yang akan membawanya ke Thaif.
Ia pergi dari Thaif pada malam hari, lalu ia duduk di atas kudanya, dan memacunya hingga ia tiba di tempat di mana untanya telah disiapkan. Kemudian, ia menaiki unta tersebut, lalu menyusul Rasulullah Saw. Ia bertemu beliau di Ji’irranah atau Makkah.
Rasulullah Saw. mengembalikan kepadanya keluarga dan harta bendanya, dan memberinya seratus unta. Akhirnya, ia masuk Islam dan bahkan ia menjadi seorang Islam yang baik. Rasulullah Saw. mengangkat Malik bin Auf an-Nashri sebagai pemimpin yang membawahi orang-orang dari kaumnya yang telah masuk Islam.
Kabilah-kabilah dari kaumnya yang telah masuk Islam adalah Tsumamah, Silmah, dan Fahm. Bersama mereka itu, Malik bin Auf memerangi orang-orang Tsaqif. Setiap kali hewan ternak orang-orang Tsaqif terlihat olehnya, ia segera menyerangnya, hingga akhirnya ia berhasil mempersempit ruang gerak orang-orang Tsaqif.






Kembali ke Makkah al-Mukarramah

Setelah Rasulullah Saw. selesai membagi-bagikan harta hasil rampasan perang yang sebelumnya beliau perintahkan agar dibawa ke Ji’irranah, sebab di dalamnya terdapat kemaslahatan bagi Negara Islam, beliau memerintahkan agar bagian Negara Islam dari harta hasil rampasan perang tersebut -yaitu seperlimanya- dipindahkan ke Mijannah, dan disimpan di sana.
Kemudian, beliau menuju Makkah al-Mukarramah untuk menenangkan situasi dan kondisi di Makkah sebelum beliau meninggalkan daerah tersebut, dan untuk menyaksikan sendiri reaksi setelah pembagian harta hasil rampasan perang -dengan penuh kedermawanan kepada para pemimpin kabilah dan kepada orang-orang yang memiliki pengaruh di Makkah. Khususnya para pemimpin kaum Quraisy yang telah mendapatkan bagian yang sangat banyak dari pembagian ini sampai mereka tidak mampu membawanya.
Selama beliau berada di Makkah, beliau harus memasuki tanah haram, dan menunaikan hak Allah di Makkah dengan melakukan umrah. Sehingga sebagai konsekuensinya beliau juga bermaksud menunaikan umrah.
Setelah beliau tiba di Makkah, menunaikan umrah, dan tinggal sebentar di Makkah, beliau mendengar orang-orang membicarakan beliau dan selalu memuji kebaikannya, serta melupakan ejekan-ejekan sebelumnya ketika bermusuhan dengan beliau.
Setelah Rasulullah merasa tenang dan puas bahwa situasi dan kondisi di Makkah sudah tidak keruh lagi, dan urusan Makkah sudah lebih baik, maka beliau mengangkat Atab bin Usaid sebagai wali di Makkah, serta menentukan gajinya yaitu satu dirham setiap harinya. Kemudian beliau memerintahkan agar harta hasil rampasan perang yang dititipkan di Mijannah dipindahkan ke Madinah untuk membantu dalam pengaturan urusan-urusan Negara Islam. Kemudian beliau berangkat kembali ke Madinah al-Munawwarah.

Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam