Kerjasama
Portugis-Spanyol-Sa'di Melawan Utsmani
Setelah Fas kembali berada di tangan
orang-orang Sa'di, maka muncullah Muhammad Syaikh sebagai musuh yang begitu
membenci pemerintahan Utsmani dan menjadi orang yang paling gencar melawan
usaha-usaha perluasan kekuasaan Utsmani di negeri Maghrib. Bahkan lebih jauh
dari itu, setelah dia berkuasa di Fas, dia mengumumkan bahwa dia bertekad pergi
ke Aljazair untuk menggempur pasukan Utsmani. Perseteruan antara Sa'di dan
Utsmani di wilayah Afrika Utara ini, bahkan terhadap Khilafah Islamiyah, sangat
menguntungkan Spanyol. Maka tidak aneh jika setelah itu kita melihat, kaum As
Sa'di melakukan persekutuan dengan Spanyol untuk melawan pemerintahan Utsmani.
(Tarikh fil-Daulah AI-Sa'diyyah, Abdul Karim Karim, hlm. 83.)
Raja jean III mengirim surat pada penguasa
Mazakan Calvolo sebagai balasan atas permintaan yang diajukan oleh Muhammad
Syaikh, baik ke Madrid ataupun ke Lisabon yang meminta bantuan tentara untuk
melawan pasukan Utsmani. Dalam surat ini dengan tegas disebutkan beberapa
syarat yang dianggap penting oleh Portugis sebelum memberikan bantuan kepada
Bani Sa'di. Untuk bisa mendapatkan bantuan militer Portugis, maka sebagian
markas di laut Maghrib seperti Badis, Binyun, dan Araisy harus diserahkan
kepada Portugis. Ditambah dengan kewajiban pemerintahan Sa'di untuk memberikan
bantuan logistik kepada pasukan Nasrani untuk membantu keperluan mereka. Pada
akhir surat itu, jean III menyebutkan pentingnya informasi yang harus diberikan
pada Kaisar Spanyol tentang masalah itu agar terjadi koordinasi dalam melakukan
aksi bersama melawan pasukan Utsmani. Sebagai hasilnya diadakanlah perjanjian
antara orang-orang Portugis dan Bani Sa'di dengan perantara penguasa Mazakan.
Perjanjian itu akan berlangsung selama 6 bulan. la terjadi pada awal tahun 962
H/ 1555 M. Kesepakatan ini berlaku efektif selama beberapa lama.
Jika penguasa Mazakan adalah orang yang
berperan menjadi penghubung Portugis dengan Bani Sa'di, maka Mizwar bin Ghanam
adalah orang yang ditugaskan oleh Muhammad Syaikh untuk menjadi penghubung
antara dirinya dengan penguasa Spanyol. Surat pertama yang dia kirim adalah
surat yang dikirimkan kepada penguasa Wahran, Comte De Couden, pada bulan
Rabiul Awal 963 H/ januari 1555 M. Mizwar memberitahukan pada penguasa Wahran
itu, bahwa surat-surat yang dia kirimkan telah sampai dan telah diberitahukan
kepada Muhammad Syaikh dan anaknya Abdullah. Keduanya menyatakan rasa
gembiranya atas datangnya delegasi Spanyol untuk mengadakan perundingan
dengannya. Penguasa Wahran sendiri telah mengirimkan tiga orang utusan untuk
menjalin kesepakatan dengan Muhammad Syaikh berkaitan dengan rencana pengiriman
pasukan gabungan antara Spanyol dan Maghrib, melawan pemerintahan Utsmani. (Tarikh
fil-Daulah AI-Sa'diyyah, Abdul Karim Karim, hlm. 83-8.)
Dalam laporan kepada penguasa Wahran, Comte,
yang disampaikan ketua delegasi yang bertugas mengatur pertemuan itu
disebutkan: "Setelah kami berikan surat-surat itu, Raja Sa'di meminta kami
agar mengatakan kepadanya secara lisan tentang sebab utama kedatangan dan
tujuan mereka ke Fas. Kami datang demi memenuhi permintaan Maula Abdullah dan
komandan Manshur bin Ghanam, di mana dia meminta pada penguasa Wahran untuk
mengirimkan beberapa utusan untuk mengadakan perundingan tentang masalah
Aljazair.
Syarif memberi jawaban pada kami bahwa dia
masih dalam pemikiran lamanya, dan berencana mengusir orang-orang Utsmani dari
Wilayah-wilayah Afrika yang kini berada di bawah kendalinya. Oleh sebab itulah
dia meminta pada yang mulia Kaisar, untuk memberi bantuan 10.000 pasukan
bersenjata dengan menggunakan senjata api. Dia (Syarif) melihat bahwa semua
urusan logistik bagi para pasukan itu sepantasnya ditanggung oleh pihak Kaisar;
karena pengusiran orang-orang Utsmani akan sangat banyak menguntungkan
Kekaisaran Spanyol dan orang-orang Nasrani secara keseluruhan... Perbincangan
kami berlangsung lama, dan akhirnya komandan Barshamidah memberitahu kami bahwa
Syarif telah menyimpan banyak harta yang dia persiapkan untuk menggempur
pasukan Utsmani. Dia akan sangat senang jika Kaisar membantunya dalam hal ini.
Dan yang paling penting dalam masalah ini adalah sesuatu yang sangat
mendesak...!
Tatkala disebutkan Aljazair, lalu apa yang
bisa kami lakukan setelah pendudukannya? Maka pendapat Raja Sa'di adalah
menghancurkan kota itu berkeping-keping. Sedangkan harta penduduknya akan
diambil secara keseluruhan. jika mereka menolak, mereka akan dibunuh. Raja
Sa'di menolak menjadikan penduduk Aljazair sebagai budak orang-orang Nasrani.
Delegasi itu menyebutkan bahwa orang-orang Turki adalah orang-orang asing di
negeri mereka. Mereka adalah musuh-musuh, maka sudah sepantasnya jika
diperlakukan sebagai musuh. Sedangkan orang-orang Arab sangat mungkin diberi
kebebasan, jika mereka menyerah tanpa perlawanan. (Harb Al-Tsalatsah Mi'ah,
hlm. 61-62.)
Dari uraian di atas menjadi jelas bagi kita,
bagaimana kebencian Sa'di terhadap orang-orang Utsmani sehingga membuat mereka
tanpa segan-segan meminta bantuan kekuatan orang-orang Nasrani Spanyol dan
Portugis, demi memenuhi ambisi pribadinya, walaupun hal itu mengorbankan akidah
Islam dan kepentingan kaum muslimin secara keseluruhan.
Sebagai hasil dari laporan itu, maka Comte De
Couden, penguasa Wahran, mengirimkan satu surat kepada Philip, putra Kaisar
Charles yang berbunyi demikian: "Merupakan kewajiban bagi kita semua untuk
merasa sangat bahagia, tatkala Perancis musuh kita dengan segala daya-upayanya
berusaha menjalin hubungan dengan pemerintahan Utsmani, hingga dengannya dia
mampu menggempur kebesaran Kaisar. Kita wajib merasa gembira karena seorang
Raja Arab menawarkan pada kita untuk menggempur orang-orang Utsmani di
Aljazair; memerangi dan mengusir mereka dari bumi yang kini menjadi jajahan
mereka di Afrika. Ini bisa dilakukan jika kita mengirimkan padanya 12.000
pasukan Spanyol yang akan menjadi tanggung jawabnya. Syarif Sa'di juga
berjanji, jika kesepakatan telah disetujui, dia meminta kepada saya untuk
mengirimkan salah seorang anak saya untuk menjadi jaminan dan meminta agar
segera menyiapkan harta yang dibutuhkan untuk melakukan serangan ini. Karena
hal ini akan membawa kita pada kebaikan yang besar, maka sudah seharusnya yang
mulia dan orang-orang Nasrani secara keseluruhan menerima permintaan itu. Dan
saya sendiri tidak ragu-ragu untuk menerima permintaan Syarif itu dan akan saya
kirimkan anak saya sebagai jaminan, sekalipun saya sangat yakin bahwa dia akan
membunuh anak saya itu. Bahkan saya sendiri dan orang-orang yang berada bersama
saya sudah sangat siap untuk menjadikan diri kami semua sebagai jaminan, bahkan
sekalipun jika Syarif menginginkan kami untuk dijual...” (Harb Al-Tsalatsah
Mi'ah, hlm. 364-365.)
Mata-mata
Utsmani Menyingkap Konspirasi
Gubernur Saleh Rayis menangkap konspirasi
yang dirajut Raja Maghrib dan Spanyol untuk melawan pemerintahan Khilafah
Utsmani, yang tujuannya adalah untuk mengusir orang-orang Utsmani dari
Aljazair. Sebab sepanjang pemerintahan Utsmani masih berada di Aljazair, maka
itu berarti sebagai ancaman terhadap Spanyol. Menindaklanjuti hal ini, Saleh
Rayis mengirimkan utusan kepada Sutan Sulaiman dan mengabarkan tentang adanya
konspirasi tersebut. Sultan Sulaiman menanggapi dengan sangat cepat dan
bermaksud segera menggempur Wahran, sebelum kesepakatan antara kedua belah
pihak diaplikasikan di lapangan. Untuk itu, Sultan Sulaiman segera mengirimkan
40 kapal yang akan mendukung serangan dan menguasai Wahran dan Marsi Besar.
Sejak itulah terjadi eksodus besar-besaran dan gerakan militer sukarela dari
seluruh negeri Turki. Mereka tidak lain adalah pasukan Wajaq (sebutan untuk pasukan
Turki). Pasukan ini terus datang secara bersambung, demi menerjuni jihad Fi
Sabilillah. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, hlm. 81.)
Wafatnya
Saleh Rayis
Saleh Rayis bersiap-siap untuk menaklukkan
Wahran dan dia menggabungkan armadanya dengan armada Sultan Utsmani. Pasukan
gabungan ini berjumlah 70 kapal dengan jumlah pasukan kurang lebih 40.000
personil. Dia berencana, setelah serangannya itu, dia akan melanjutkan
perjalanan ke Marakisy untuk membasmi semua gejolak dan gonjang-gonjang di
sana, dan menjadikan wilayah itu berada di bawah kekuasaan Sultan. Namun takdir
berbicara lain. Saleh Rayis wafat karena dilanda penyakit tha'un (penyakit
menular) pada bulan Rajab 963 H /1556 M. Saat itu umurnya menjelang 70 tahun. (Tarikh
Al-jazair Al-'Aam, Al-jallali, hlm. 3 / 88-89.)
Sesungguhnya pemerintahan Utsmani selalu
berusaha menjadikan wilayah Maghrib menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya
dan berdiri bersama-sama dalam satu barisan, dalam rangka menghadapi orang-orang
Nasrani. Sebab kestabilannya di pesisir pantai yang membentang di ujung Maghrib
di Lautan Atlantik, pada hakikatnya juga akan merupakan keberhasilan dan sarana
ampuh armada Utsmani untuk menghambat jalur darat pasukan Portugis dan Spanyol
ke Dunia Timur. Dari sini kita melihat bahwa, keberhasilan pemikiran ini akan
sangat bergantung pada sampainya pasukan Utsmani ke pesisir itu untuk bergabung
dengan kaum mujahidin yang telah sekian lama berjuang di bawah beberapa
pangeran di Laut Besar, seperti Khairuddin dan 'Uruj Barbarosa, serta Saleh
Rayis. (Shira 'Al-Muslimin Ma'a AIa BurtoghaIiyin fil Bahr Al-Ahmar, hlm. 345.)
Komandan pasukan Yahya menyempurnakan semua
rencana besar Saleh Rayis. Dia segera berlayar menuju Wahran. Di tengah
perjalanan, sampailah perintah dari pihak khilafah tentang pengangkatan Hasan
Qurshu sebagai penguasa Aljazair. Pasukan laut dan darat sampai di Wahran dan
segera melakukan pengepungan sangat sengit. Hanya saja, Wahran tidak bisa
ditaklukkan, walaupun pasukan Utsmani telah mempersiapkan pasukan besar.
Kegagalan penaklukan Wahran ini disebabkan adanya bantuan yang datang
terus-menerus dari pemerintah Spanyol ke kota yang sedang terkepung tersebut. (Harb
AI-Tsalatsah Mi’ah Sanah, hlm. 366-367.)
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----