Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 26 Februari 2017

Sosok Mujahid Khilafah Utsmani HASAN KHAIRUDDIN BARBAROSA



MUJAHID HASAN KHAIRUDDIN BARBAROSA

SEJAK kedatangannya ke Aljazair, Hasan bin Khairuddin langsung melakukan persiapan jihad untuk menghadapi pasukan Nasrani. Dia segera membangun benteng yang memagari Kota Aljazair. Pembangunan benteng dilakukan pada wilayah-wilayah yang sering lemah ketika mendapat serangan dari Charles V. Pada saat yang sama, dia menertibkan administrasi pemerintahan dan melakukan konsolidasi pasukan. Setelah itu dia memusatkan perhatian untuk menyelesaikan masalah Tilmisan. Dia memandang, keberadaan Zayyaniyah dan orang-orang Spanyol di Wahran bisa menjadi penghambat dalam menyelesaikan masalah Tilmisan. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, Muhammad Iqbal Paris, hlm. 38, 39.)

Abu Zayyan Ahmad II penguasa Tilmisan, menjadi penguasa atas dukungan pemerintahan Utsmani. Namun tidak berselang lama setelah berkuasa, dia tunduk kepada konspirasi eksternal dan ikut hanyut menjadi pendukung musuh ketika dia berusaha menjalin koalisi dengan Spanyol. Tak ayal, pengkhianatan itu membuat Abu Zayyan dibenci seluruh keluarga dan kerabatnya. Mereka sepakat untuk mencopot Abu Zayyan dari tampuk kekuasaan. Setelah itu, mereka membaiat seorang saudara Ahmad II yang bernama Al-Hasan.

Mendapatkan perilaku tak mengenakkan, Abu Zayyan pergi ke Wahran untuk meminta bantuan Spanyol. Dia mengucapkan janji, menyatakan kesiapan, dan memberikan loyalitas kepada Spanyol. Penguasa Spanyol di Wahran menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Mereka segera mempersiapkan pasukan. Di dalamnya tergabung pasukan yang tunduk kepada Spanyol seperti Bani 'Amir, Fulaitah, dan Banu Rasyid. Mereka dipimpin seorang komandan yang bernama Al-Manshur bin Bughanam. Mereka bergerak menuju Tilmisan untuk menyingkirkan Al-Hasan dan mengembalikan Abu Zayyan ke kursi kekuasaan. Setelah Hasan bin Khairuddin mengetahui geliat kekuatan Spanyol, dia bertindak cepat. Dia segera bergerak memimpin pasukan ke Tilmisan untuk mencegah datangnya orang-orang itu ke sasaran mereka. Hasan Khairuddin mampu melakukan tugas itu dengan baik. Dia memberikan bantuan kepada Raja Al-Hasan di Tilmisan. (AI-Jazair Wal HamIaat AI-Shalibiyyah, hlm. 21-22.)

Raja Hasan adalah Raja Tilmisan yang mengakui kekuasaan pemerintahan Utsmani. Sedangkan Hasan bin Khairuddin Pasya meninggalkan pasukan Utsmani di bawah pimpinan Muhammad di benteng Misywar di Tilmisan. Hanya saja pengaruh pemerintahan Utsmani selalu digoyang dari luar Tilmisan, karena adanya tekanan dari beberapa kabilah yang berbatasan dengan Tilmisan yang dipimpin oleh Al-Mizwar bin Ghanam yang ingin memberikan bantuan kepada suami anaknya, pangeran Ahmad Il, sekutu Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 329.)

Pemerintahan Utsmani membantu Sultan Syarif Al-Sa'di dengan mengirimkan 20.000 tentara. Pasukan itu dipersiapkan untuk membantunya dan sekaligus mendorong untuk membuat kapal-kapal perang dalam usaha mengalahkan Spanyol. Al Sa'di setuju atas usulan itu dan dia menjamin semua ongkos dan kebutuhan mereka. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 330.)

Sa'di berhasil mengakhiri pemerintahan Waththasi. Ini membuat Spanyol ketar-ketir akan adanya serangan dari pasukan gabungan Utsmani dan Al Sa'di. Maka mereka pun melakukan penertiban di Malilah, dan melakukan pengecekan keamanan di Jabal Thariq (Gibraltar) dan Qadisy dan tempat-tempat lain sebagai tindakan usaha untuk jaga-jaga.

Awalnya orang-orang Sa'di tampak sebagai manusia-manusia yang berhasil membebaskan Maghrib dari cengkraman kekuatan Nasrani. Oleh sebab itulah, pemerintahannya mendapatkan dukungan dari kaum muslimin. Dalam pandangan masyarakat, apa yang dilakukan Sa'di dianggap sebagai jihad. Pemerintahan Utsmani juga memberikan bantuan tidak kecil untuk merealisasikan tujuan mereka. Setelah itu ditawarkan pada mereka untuk merebut kembali Andalusia. Namun sayang, setelah negeri Maghrib berada di dalam kekuasaanya dan pemerintahan Waththasi berakhir, Sa'di memalingkan pandangan ke Tilmisan dan mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk mengakhiri pemerintahan Utsmani di sana. Tatkala pemerintahan Utsmani merasakan gelagat tak sehat, keserakahan dan pengkhianatan Sa'di terhadap cita-cita Islam, maka mereka segera mengirimkan pasukan untuk mengusir pasukan Sa'di ke negeri asalnya. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy,hlm.334.)

Kaum mujahidin di Afrika Utara terus berpatroli di semua wilayah Barat Laut Tengah. Mereka terus melakukan operasi laut yang membuat para pedagang dan kapal-kapal yang berlayar antar Spanyol-Italia amat terancam. Pasukan mujahidin mampu menguasai sebagian wilayah Laut Tengah dari para pemiliknya yang membentang antara Sardiniya sampai tepian pantai Afrika. Tidak ada kesempatan bagi Charles V untuk mempertahankan jalur-jalur laut dalam melawan Istanbul yang sejak lama melakukan pengepungan, sebagaimana ia juga tidak mampu memberikan maslahat langsung terhadap Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.356)

Akhir Kehidupan Hasan Khairuddin Barbarosa

Khairuddin terus melakukan tugasnya dalam memimpin armada pasukan Utsmani dan berhasil menorehkan kemenangan-kemenangan spektakuler, yang mampu menggoncangkan benua Eropa secara keseluruhan. Khairuddin menjadikan kota Marseille sebagai pos komando dan basis armadanya. Di Marseille ini, Khairuddin dan pasukannya menjual hasil rampasan perang yang mereka bawa dari Spanyol, sebagaimana ia juga menjual para budak laki-laki dan perempuan di tempat itu. Orang-orang Perancis membeli mereka dan mendapatkan keuntungan banyak. Setelah itu, mereka juga menjualnya kepada orang-orang Yahudi Livorno di italia. Dan sesuai peranannya, selanjutnya mereka mengembalikan para budak tawanan itu ke Charles V dan mendapatkan keuntungan yang terbayangkan.

Khairuddin membawa pasukannya untuk menggempur Nice dan mengusir pimpinannya Duke Savo, serta mengembalikan wilayah itu kepada pemerintahan Perancis. Setelah itu Khairuddin dan armadanya tinggal di kota Touloun, yang ia jadikan sebagai basis kekuatan armada laut gabungan setelah ditinggalkan oleh sebagian besar penduduknya atas perintah Raja Perancis dan membiarkan kota itu berada di tangan kaum muslimin. Maka mulailah provokasi menggema di seantero benua Eropa untuk melawan kaum muslimin. Seruan untuk melawan kaum muslimin ini dikomandani Spanyol dan orang-orang Nasrani ekstrem. Mereka melakukan semua propaganda tersebut di luar batas kewajaran. Khairuddin tinggal di kota Touloun hingga tahun 1544 M.

Charles V saat itu sedang melakukan serbuan ke wilayah Timur Laut Perancis dan dia mengalami kekalahan di dekat tembok Syatutery. (Khairuddin Barbarosa, Al-'Asali, hlm. 166.) Dia pun terpaksa harus melarikan diri ke Jerman, di mana di sana sedang terjadi pemberontakan antara orang-orang Protestan melawan Katholik secara umum, dan melawan dirinya secara khusus. Pemberontakan ini berpengaruh luas. Melihat pamornya melorot tajam akibat kekalahan di depan pasukan Aljazair, Charles terpaksa melakukan kesepakatan kembali dengan Raja Perancis pada bulan September tahun 1544 M di kota Crasbe de Palo.

Dampak kesepakatan ini, Hasan Khairuddin dan pasukannya segera meninggalkan kota Touloun dan kembali ke ibukota Istanbul. Karena peperangan antara orang-orang Spanyol dengan kaum muslimin terus berkobar, maka dalam perjalanan pulang pun Khairuddin terus memimpin pasukan di medan perang. Dia berhenti di depan Kota Genoa. Kedatangannya membuat pembesar-pembesar di kota itu gentar. Hingga mereka segera mengirimkan beberapa utusan dengan membawa sejumlah hadiah yang sangat bernilai, sebagai bentuk timbal balik sekaligus permohonan, agar pasukan Khairuddin tidak menyerang kota itu. Khairuddin melanjutkan perjalanan hingga sampai ke Pulau Elbe yang saat itu berada di bawah kekuasaan Spanyol -yang di kemudian hari menjadi tempat pembuangan Napoleon Bonaparte. Khairuddin menduduki kota Elbe dan berhasil mengambil rampasan perang. Selain itu Khairuddin juga berhasil menduduki beberapa kota pesisir, di antaranya adalah Kota Lebrija. Setelah itu dia kembali ke ibukota dengan kapal yang dipenuhi dengan rampasan perang. Dia diterima di ibukota laksana penerimaan seorang ibu terhadap anaknya yang baik dan berbakti.

Hasan Khairuddin tak lama hidup setelah itu. Dia segera kembali ke haribaan Rabb-nya. Sebelumnya sang teman dalam berjihad, Hasan Pasya Ath-Thusi telah lebih dahulu menghadap Rabb-nya pada tahun 1544 M. Dengan meninggalnya Khairuddin, tenggelamlah sang bintang di langit kaum muslimin yang sebelumnya bersinar begitu terang di daratan maupun lautan. Sejarah gemilang kemudian tak dihiasi lagi dengan lembaran-lembaran jihad di jalan Allah. Kini ia menunggu satu hentakan baru.

Khairuddin telah memimpin perang keimanan dan telah berhasil menorehkan berbagai kemenangan besar. Dia dikenal sebagai sosok yang ikhlas dan tidak pernah membanggakan diri. Dirinya selalu siap berkorban, jujur, dan sangat pemberani dalam berbagai bidang. Sejarah mencatat bagi kita bagaimana dia menjawab surat yang ditulis oleh Charles Quint yang berbunyi: "Hendaknya kamu jangan lupa bahwa orang-orang Spanyol tidak akan pernah melakukan pengkhianatan dalam perang, dan mereka telah membunuh dua saudaranya, 'Uruj dan Ilyas. Maka jika dia memaksakan diri datang dengan membawa kepalanya, maka ketahuilah bahwa nasibnya akan sama dengan nasib kedua saudaranya."

Khairuddin menjawab: "Kau akan lihat besok, dan ketahuilah esok hari itu tidaklah lama. Kau akan lihat mayat-mayat tentara-tentaramu beterbangan dan kapal-kapalmu akan tenggelam. Sedangkan komandan-komandan perangmu akan kembali padamu dengan muka pucat pasi setelah menerima getirnya kekalahan." Tatkala Charles V mengepung Aljazair setelah kematian saudaranya 'Uruj Barbarosa, maka Khairuddin dengan penuh semangat dan tekad keluar menemui pasukannya sambil membacakan firman Allah,

]يا أيُّها الّذينَ آمَنوا إنْ تَنْصُروا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أقْدامَكُمْ[

"Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. ” (Muhammad: 7)

Dia pun berangkat ke medan laga bersama pasukannya sambil terus mengobarkan semangat jihad. Ungkapannya yang terkenal: "Sesungguhnya kaum muslimin di Barat maupun di Timur semuanya mendoakan, semoga kalian mendapatkan taufik. Sebab kemenangan kalian dan penghancuran kalian atas pasukan Salibis akan mengangkat nama kaum muslimin dan nama Islam.” (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 170-1.) Semua yang mendengar apa yang diucapkan oleh Khairuddin segera meneriakkan takbir, Allahu Akbar. Secepat kilat mereka menyerbu pasukan Spanyol dan berhasil menghancurkan mereka. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 171.)

Sesungguhnya gambaran ini tidak jauh berbeda, dalam bentuk maupun substansinya, di setiap perjuangan para pemimpin mujahidin di jalan Allah dan orang-orang yang keluar dari negeri mereka dengan membawa risalah Islam ke seluruh pelosok negeri. Namun kondisi umum saat itu tidak sama dengan kondisi yang terjadi pada saat terjadinya penaklukkan. Saat itu kelemahan telah mulai menjalar di dalam hati kaum muslimin dan pemerintahannya. Sebelumnya mereka berada di bawah satu komando yang tidak memungkinkan bagi musuh internal untuk menampakkan diri atau melakukan usaha-usaha konspirasi untuk mempengaruhi kebijakan umum. Namun kini kondisinya jauh berbeda. Banyak di antara yang memegang posisi-posisi strategis memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan kebijakan yang banyak membawa marabahaya bagi warga negaranya dan saudara seiman.

Sangat tidak mungkin kesuksesan bisa dicapai dalam kondisi seperti ini, jika tidak ada seorang pemimpin yang memiliki kapasitas mampu mengendalikan strategi perang dalam setiap fase sulit yang dilaluinya. Saat itu memang sudah tersedia tiga faktor pendukung yang bisa mengantarkan kepada kemenangan, yaitu: (1) Warga negara yang memiliki mental mujahid di jalan Allah; (2) Penerapan taktik perang yang cerdas dan sesuai dengan Islam; dan (3) adanya pemimpin yang memiliki kemampuan memadai.

Oleh sebab itulah, penduduk Aljazair mampu memenangkan setiap peperangan, dan dengan itu pula Hasan Khairuddin meraih kemenangan. Maka kisah penduduk Aljazair dan Khairuddin yang saat itu berada di bawah kekuasaan pemerintahan Utsmani, ditulis namanya dalam lembaran sejarah yang gemilang. Hasan Khairuddin tidak mungkin memetik kemenangan andaikata tidak mendapat dukungan dari rakyat Aljzair yang bermental mujahid. Demikian pula rakyat Aljazair tidak akan sampai kepada tujuan mereka, andaikata di sana tidak ada komandan yang mumpuni dalam memimpin perang. Khairuddin telah berusaha keras untuk menjadikan Aljazair diperhitungkan dalam sejarah.

Khairuddin kembali menghadap Rabbnya dengan rela dan diridhai. Namanya akan terus dikenang. Kaum muslimin akan selalu mengenang lembaran-lembaran emas kisah heroiknya dalam pembelaan Ummat. Hal itu lahir dari akidah yang tulus, prinsip-prinsip jihad yang murni, serta nilai-nilai syariat di jalan Allah. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.172.)
 

Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam