Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 23 Februari 2017

Tantangan Khilafah Utsmani Di Aljazair Afrika Utara



Tantangan di Hadapan Khairuddin Barbarosa

Dalam menjalankan kekuasaan komando Khilafah Utsmani di Aljazair, Khairuddin Barbarosa menghadapi situasi politik dan militer yang tidak mudah. Dia berhadapan dengan tantangan-tantangan dari beberapa sisi.

Pertama, Khairuddin berhadapan dengan front Spanyol yang telah menguasai beberapa wilayah tertentu di Afrika Utara. Dia sengaja memasukkan Inayah dan Waqalah di Timur Aljazair ke bawah kekuasaannya. Tentara gabungan ini mampu merebut Benteng Baynun dari tangan Spanyol pada tahun 1529 M. Pasukan Khairuddin menghujani benteng itu dengan peluru-peluru meriam selama 20 hari, sehingga sisi-sisinya menjadi condong. Setelah itu dilanjutkan dengan serbuan pasukan besar yang dibawa oleh 45 kapal perang dari pantai. Kepala benteng Baynun dan para pembesarnya berhasil ditawan.

Keberhasilan Khairuddin menguasai Baynun pada tahun 1529 M dianggap sebagai awal pembentukan perwakilan Aljazair. Sejak saat itu pelabuhan Aljazair dikenal sebagai ibukota terbesar di Maghrib Tengah, bahkan terbesar untuk semua wilayah di Afrika Utara yang berada di bawah kekuasaan Utsmani. Sejak itulah dipergunakan terminologi Aljazair sebagai sebutan bagi wilayah itu hingga akhir abad ke-18 M.

Kedua, Khairuddin berusaha menyatukan wilayah Maghrib Tengah yang tidak pernah sepi dari konspirasi kaum Bani Ziyan, Hafashi, dan sebagian kabilah-kabilah kecil. Namun Khairuddin mampu meluaskan wilayah itu dengan menggunakan nama pemerintahan Utsmani. Di sini banyak negeri-negeri kecil masuk di bawah kekuasaan Utsmani, berlindung di bawah kekuasaannya, serta bisa bertahan dari kerakusan pasukan Salibis Spanyol yang kerap memaksa mereka menjadi penganut Nasrani. Khairuddin mampu meluaskan pengaruh pemerintahan Utsmani ke berbagai kota penting, seperti Qonstantine. (Al-Daulah Al-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'Alaiha, (2/913).) Khairuddin berhasil mengamankan wilayah yang masih "perawan" di Aljazair. Sementara itu bala bantuan dari pemerintahan Sultan Sulaiman Qanuni (pengganti Sultan Salim) terus berdatangan mengalir dan berhasil menyelamatkan ribuan kaum muslimin dari kejahatan Nasrani Spanyol.

Tahun 936 H / 1529 M, Sulaiman Qanuni pernah mengirimkan 36 kapal perang Utsmani dalam 7 kali ekspedisi ke pantai-pantai Spanyol, untuk menggempur pasukan negara itu di Laut Tengah. Berkat rahmat Allah, bantuan pemerintahan Utsmani, serta pendapatan pajak beragam dari tawanan, rampasan perang, zakat, beacukai, jizyah, fai', serta bayaran yang diberikan oleh para pemimpin dan pemimpin kabilah, dll. maka Aljazair kemudian menjadi sebuah negeri dengan sendi ekonomi yang kokoh. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 331.)

Spanyol merasa terancam dengan keberhasilan Khairuddin di Afrika Utara. Spanyol kala itu berada di bawah kepemimpinan Charles V, Kaisar Romawi yang berkuasa di Spanyol, Belgia, Belanda, Austria, dan Italia. Kekaisaran Romawi sendiri tengah sibuk mempertahankan wilayah Nasrani Eropa dari serangan kekaisaran Utsmani. Bisa dikatakan, konflik antara Charles V dan penguasa Aljazair, sebagai fakta terbukanya front perang baru kontra pemerintahan Utsmani di wilayah Utara Afrika.

Charles tidak mencukupkan diri hanya dengan menyerang pantai-pantai Aljazair, namun juga mengirimkan mata-mata ke Afrika Utara pada tahun 940 H/ 1533 M. Mata-mata itu ialah perwira militer yang bernama Osho Dusala yang berkeliling ke Tunisia. Di sana dia dapatkan orang-orang Hafashi siap bekerjasama dengan Charles V. Osho terus memperingatkan, bahwa kekuasaan Utsmani di Tunisia akan terus melebar dan mereka akan dengan mudah menguasai Afrika, dan setelah itu mereka akan mengambil kembali Andalusia. Hal terakhir itu merupakan kenyataan yang sangat ditakuti oleh orang-orang Nasrani.

Pemerintahan Hafashi di Tunisia terus mengalami kemerosotan. Sultan Hafashi Al-Hasan bin Muhammad melakukan banyak kesalahan dalam mengurus Tunisia dan telah membunuh sejumlah saudaranya. Tunisia tergoncang, sebagian rakyatnya menyatakan tidak loyal lagi kepada Sultan Hafashi. Saudara Al-Hasan yang bernama Balamir Rasyid telah melarikan diri karena khawatir akan dibunuh. Dia minta perlindungan kepada orang Arab di pedusunan. Kemudian dia pergi menemui Khairuddin di Aljazair untuk meminta perlindungan dan bantuan untuk melawan saudaranya. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 311.) Khairuddin memenuhi permintaan itu, karena dia juga menaruh perhatian besar kepada Tunisia, terutama karena adanya konflik internal yang telah mencabik-cabik kerajaan Hafashi. Di samping itu, dalam pandangan Khairuddin, posisi Tunisia sangat strategis karena berdekatan dengan Selat Sicilia, sehingga jika ia bisa dikuasai, maka sangat mudah baginya untuk memutus jalur perhubungan antara Selat Timur dan Barat. Khairuddin sendiri ingin menyatukan Tunisia di bawah pemerintahan Utsmani, agar kelak bisa merebut kembali Andalusia. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 315.)

Perjalanan Khairuddin ke Istanbul

Setelah berhasil menaklukkan Belgrade, Sultan Sulaiman Qanuni berkeinginan melanjutkan perjalanan bersama pasukannya untuk menaklukkan Spanyol. Sultan sendiri berpandangan, sebelum dia datang ke Spanyol harus ada seseorang yang bisa dipercaya yang tahu banyak tentang keadaan negeri itu. Pilihan Sultan jatuh kepada Khairuddin, karena dia dianggap memiliki track record bagus. Tingkat keberanian tinggi, tekad sangat kuat, berpengalaman dalam perang melawan Spanyol, dan juga memiliki kemampuan menaklukkan negeri-negeri Arab di Afrika Utara.

Sultan segera mengirimkan surat kepada Khairuddin, memintanya datang menghadap. Dia memerintahkan agar urusan-urusan kenegaraan di Aljazair diserahkan kepada seseorang yang bisa dipercaya. Jika tidak ada orang seperti itu, maka Sultan akan mengirimkan orang yang pantas. Untuk membawa surat perintah ini, Sultan mengirim Sinan Jawusyi. Setelah sampai di Aljazair, dia segera menyerahkan surat itu kepada Khairuddin.

Khairuddin menerima surat dari Sultan dengan hormat, menciumnya, dan meletakkan di atas kepalanya. Tatkala membaca dan mengetahui isinya, dia segera melakukan pertemuan besar dengan mengumpulkan para ulama, masyayikh, dan tokoh negeri. Kemudian dia membacakan isi surat yang dikirimkan oleh Sultan itu. Dia memberitahukan semua yang hadir, bahwa dirinya sangat berat untuk menolak perintah Sultan.

Ternyata, rencana Sultan Sulaiman itu terdengar oleh Andrea Durea, komandan armada Nasrani di Laut Tengah. Dia mendengar kemauan Sultan untuk menaklukkan Spanyol dan keputusannya untuk memanggil Khairuddin ke Istanbul. Saat itu Andrea Durea berniat menghambat kedatangan Khairuddin untuk menghadap Sultan. (Sirat Khairuddin Basya. Abdul Qadir Umar, q. 48 a dan 48.) Dia segera menyebarkan berita di antara tawanan Nasrani di Aljazair, bahwa pemerintahan Spanyol “berencana” melakukan penyerangan ke Aljazair dan mereka akan membebaskan para tawanan itu. Berita ini disambut gembira tawanan perang Spanyol dan segera melakukan pemberontakan. Khairuddin sendiri memandang, akan lebih baik jika para tawanan itu dibunuh agar pemerintahnya aman dari segala tipu-daya mereka. Dia berusaha menguatkan sistem pemerintahan, menambah jumlah benteng, dan menampakkan ketaatan penuh kepada Sultan. (Haqaiq AI-Akhbar 'An Daulah AI-Bihar, Ismail Sarahnak, 1/361.)

Khairuddin terus merencanakan perjalanan ke Istanbul pada tahun 1540 H/ 1533 M. Dia menunjuk Hasan Agha At-Thusyi untuk menggantikan kedudukannya selama pergi. Hasan Agha dikenal sebagai sosok laki-laki yang cerdas, saleh, dan berpengetahuan Iuas. (Futuhat Khairuddin, Muhammad Amien, q. 270 a dan 270.)

Khairuddin melakukan perjalanan laut melalui Laut Tengah. Dia membawa serta 40 kapal perang. Dalam perjalanan, dia berhasil mengalahkan pasukan Habsburg di sebuah tempat dekat Mora. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.) Khairuddin melanjutkan perjalanan ke Kota Biruwazen. Penduduk kota itu sangat gembira menyambut kedatangannya, karena sebelumnya mereka dilanda ketakutan hebat terhadap serangan pasukan Andrea Durea. Setelah mendengar kedatangan Khairuddin, Andrea segera menjauh dari kota itu. Khairuddin melanjutkan perjalanannya dan berlabuh di dekat benteng Urein “Ana Waraneh". Di tempat ini dia berpapasan dengan armada laut pasukan Sultan Utsmani. Mereka sangat gembira atas pertemuan itu. Kemudian mereka bersama-sama bergerak sampai ke Qurun. Khairuddin lalu menulis surat kepada Sultan dan memberitahukan kedatangannya dan minta izin untuk bisa datang menghadap. Sultan segera membalas suratnya dan mempersilahkan dia untuk segera datang menemuinya. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.)

Khairuddin segera berangkat dari Qurun dan tak berapa lama tiba di Istanbul. Kedatangannya disambut gembira, ditandai dentuman bunyi meriam, sebagaimana tradisi formal di masa itu. Khairuddin pun menghadap Sultan. Dia dan para pengiring utamanya mendapatkan pelayanan yang istimewa dan diinapkan di sebuah Istana. Dia diberi kebebasan untuk melihat tempat-tempat produksi. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.) Kemudian dia diberi gelar Qabudan Pasya, menteri kelautan, sehingga dia memiliki wewenang penuh untuk melakukan banyak hal.

Perdana Menteri (wakil khalifah) saat itu sedang berada di Aleppo. Dia mendengar kedatangan Khairuddin menemui Sultan. Kisah tentang perang dan serangannya terhadap orang-orang Nasrani telah sampai ke telinganya. Kabar itu membuatnya rindu untuk bertemu Khairuddin. Maka dia pun menulis surat kepada Sultan. Dia meminta Sultan, agar Khairuddin bisa datang menemuinya di Aleppo. Sultan memberitahukan keinginan Perdana Menteri (wakil khalifah), dan Khairuddin menyanggupinya. Maka Khairuddin pun segera berangkat menuju Aleppo. Kedatangan Khairuddin disambut dengan penyambutan meriah dan dia diinapkan di salah satu istana megah. Pada hari kedua datanglah utusan Sultan sambil membawa pakaian kebesaran. Sultan memerintahkan agar pakaian itu dipakaikan kepada Khairuddin. Itu berarti, sejak saat itu dia secara resmi menjadi salah seorang menteri Sultan. Saat dilangsungkan acara pemakaian pakaian kebesaran, diselenggarakan acara besar yang dihadiri banyak tokoh dan kalangan terpandang. Khairuddin mendapat penghargaan dan penghormatan tinggi berkat pengabdiannya kepada Islam dan kaum muslimin, khususnya di kawasan Laut Tengah.

Setelah itu Khairuddin kembali ke Istanbul. Setibanya di sana, kembali dia mendapat penghormatan dari Sultan Sulaiman. Kemudian agenda dilanjutkan dengan melihat-lihat rumah industri sebagaimana yang diperintahkan Sultan. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 317.)

Tatkala persiapan armada Utsmani baru selesai, maka Khairuddin Barbarosa keluar dari Dardanelles dengan armada yang kuat menuju pantai-pantai Italia Selatan. Di sana dia berhasil menawan sejumlah besar pasukan Italia dan sekaligus mengepung kota dan pelabuhan-pelabuhan yang ada. Setelah itu, dia berangkat menuju Sicilia dan berhasil mengambil alih Kurun dan Lepanto. (Libya Baina Al-Madhiwa AI-Hadhir, Hasan Sulaiman Mahmud, hlm. 166.) Sultan Sulaiman Qanuni telah bermusyawah dengan Khairuddin tentang pentingnya posisi Tunisia dan keharusan memasukkannya ke wilayah pemerintahan Utsmani, dalam rangka mengambalikan Andalusia ke tangan kaum muslimin. Tunisia dari sisi geografis berada tepat di tengah pantai Utara Afrika, dan terletak di antara Aljazair dan Tripoli. Tunisia juga sangat dekat dengan Italia yang merupakan salah satu sayap Kekaisaran Romawi (sayap satunya lagi ialah Spanyol). Tunisia juga bertetangga dengan Kepulauan Malta, tempat markas tentara Kardinal Johannes yang merupakan sekutu utama Kaisar Charles V. Kelompok ini paling membenci dan memusuhi umat Islam. Ditambah lagi, banyak hal yang bisa diperoleh dari pelabuhan Tunisia. jika ia bisa dikuasai, itu berarti bisa mengontrol lalu-lintas transportasi laut di Laut Tengah. Singkat kata, dari sisi geopolitik, posisi Tunisia sangat strategis. (AI-Daulah Al-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa ’Alaiha, 2/915-916.)

Bagi Khairuddin, tujuan menguasai Tunisia sangat strategis. Dia menginginkan, semua kepentingan Spanyol di Afrika Utara dibersihkan. Itulah cara terbaik untuk mengembalikan Andalusia ke tangan kaum muslimin. Khairuddin sendiri sebelum dipanggil oleh Sultan Sulaiman Qanuni ke Istanbul pada tahun 940 H / 1533 M, pernah mengirimkan surat khusus kepada Sultan. Sebagian isi surat itu adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya maksud dan tujuan saya, jika diberi kesempatan bergabung bersama armada Utsmani, ialah mengusir orang-orang Spanyol, agar kerajaan Qurthubah (sering disebut Cordoba) bisa direbut kembali dan ditundukkan di bawah kesultananmu. Saya sama sekali tidak bermaksud menjadi penghambat rencana Tuan untuk memberangkatkan pasukan ke wilayah Timur. Sama sekali tidak! Sebab rencana (merebut Cordoba) ini tidak harus mengerahkan semua kekuatan yang Tuan miliki saat ini. Apalagi perang yang Tuan jalani di Asia dan Afrika, umumnya lebih banyak menggantungkan kepada kekuatan darat. Sedangkan perang di bagian ketiga dari alam ini, yang saya butuhkan adalah armada laut Tuan, dan bagi saya semua itu sudah sangat cukup. Negeri-negeri itu harus tunduk di bawah kekuasaan tuan.....” (Fath AI-Utsmani 'Adn, Muhammad Abdul Lathif Al-Bahrawi, hlm. 127.)

Akhirnya, Khairuddin dipercaya untuk memimpin armada laut Utsmani. Armada ini berlayar sampai di pesisir-pesisir Tunisia. Kemudian mereka naik ke Kota Inayah dengan berbekal logistik secukupnya. Lalu menuju ke Binzarat, kemudian ke Halqul Waad, di mana dia dengan mudah bisa mengusai wilayah itu. (Harb Tsalatsa Mi’ah Sanah, hlm. 230.) Khairuddin sendiri disambut dengan hormat oleh para khatib dan ulama. Kemudian armada meneruskan perjalanan ke Tunisia. Mendengar kedatangan Khairuddin, Sultan Hafashi, Al-Hasan bin Muhammad, melarikan diri ke Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Istirdad Al-Andalus, hlm. 319.)

Selanjutnya Khairuddin menobatkan Ar-Rasyid, saudara Al-Hasan bin Muhammad, untuk menjadi penguasa Tunisia, lalu dia mengumumkan bahwa Tunisia kini menjadi bagian dari pemerintahan Utsmani. Saat itu kekuasaan Utsmani telah melebar ke Laut Tengah sebelah barat. (Fath AI-Utsmani 'Adn, Muhammad Abdul Lathif Al-Bahrawi, hlm. 127.)

Sumber bacaan: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam