Ana
Muslim…!
Menarik untuk menjadi
evaluasi kita bersama. Ketika kita sudah akil balig kemudian mengenal Allah SWT
dan Islam, apa yang selanjutnya kita lakukan? Bagaimana pemahaman dan sikap
diri yang langsung kita lakukan? Apakah kita langsung bergiat diri mempelajari
Islam, sekuat tenaga mengamalkan syari'ah Islam atau bahkan menjadi pembela
agama Allah yang terpercaya? Ya. Apakah kita mengikrarkan dalam tutur kata dan
sikap di depan khalayak ramai, “Ana Muslim
qabla kulla syay'[in] (Saya Muslim
sebelum yang lain)." Sudahkah kita konsisten terhadap keimanan
kita?
Apa yang dialami oleh
Sahabat Umar bin al-Khaththab ra. sewaktu baru masuk Islam menjadi pelajaran
sangat berharga. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku The Great Leader of Umar bin Al Khathab (Kisah Kehidupan dan
Kepemimpinan Khalifah Kedua), sikapnya langsung menunjukkan keislaman dan
pembelaan pada Islam. Beliau memahami betul konsekuensi dari makna syahadat:
satu kata dan perbuatan; satu iman dan amal; satu pemahaman dan perilaku.
Beliau pun sekaligus menjadi pembela Islam terpercaya. Beliau dengan lugas dan
tegas mengimplementasikan “Ana Muslim..."
setelah bersyahadat di depan Nabi Saw.
Umar ra. masuk Islam
dengan hati yang tulus. Ia berusaha mengokohkan agama Islam dengan segenap
kekuatan yang ia miliki. Ia pernah mengatakan kepada Rasulullah Saw., “Ya
Rasulullah, bukankah kita berada di pihak yang benar bila kita mati dan bila
kita hidup?” Beliau menjawab, "Benar. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, sungguh kalian berada di pihak yang benar bila kalian mati dan
bila kalian hidup.” Umar lalu berkata, “Lantas mengapa dakwah Islam kita
lakukan secara sembunyi-sembunyi? Demi Zat Yang mengutus Anda dengan kebenaran,
kami semua akan keluar dari rumah ini."
Inilah sikap Umar yang
luar biasa. Setelah bersyahadat dan meyakini kebenaran Islam, ia berkeinginan
agar kebenaran Islam itu diketahui oleh orang banyak. Kebenaran harus
disampaikan dan ditampakkan secara terbuka kepada khalayak ramai walau dengan
risiko sangat besar.
Apa yang disampaikan
oleh Umar ra., ditambah oleh bimbingan wahyu, Rasulullah Saw. melihat bahwa
telah tiba saatnya untuk berdakwah secara terang-terangan. Dakwah Islam telah
kuat dan dapat membela dirinya sendiri. Karena itu beliau pun mulai berdakwah secara
terang-terangan.
Beliau keluar dari
Darul Arqam bersama kaum Muslim dengan membentuk dua barisan. Satu barisan
dipimpin oleh Umar ra. Barisan lainnya dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Muthalib.
Tatkala orang-orang Quraisy melihat Umar dan Hamzah memimpin barisan kaum
Muslim, mereka tertimpa kesedihan yang belum pernah mereka alami selama ini.
Rasulullah saat itu memberi Umar gelar Al-Faruq (pemisah antara yang hak dan
yang batil). (HR. Ahmad).
Allah SWT telah
mengokohkan agama Islam dan kaum Muslim dengan masuk Islamnya Umar. Umar adalah
orang yang sadar akan harga diri. Ia tidak peduli apa risiko yang akan terjadi
di belakang dirinya. Allah SWT telah melindungi para Sahabat Nabi Saw. melalui Umar
dan Hamzah (Al-Khalifah Al Faruq Umar bin Fil
Khattab, hal.26-27).
Lihatlah apa yang
dilakukan oleh Umar. Ia menantang orang-orang musyrik Quraisy. Ia melawan atau
memerangi mereka hingga akhirnya ia dan kaum Muslim dapat menunaikan shalat di
Ka'bah (Ar-Riyadh an-Nadhrah, I/257).
Umar tetap berusaha dengan sungguh-sungguh dengan segenap kemampuannya untuk
melawan dan memerangi musuh-musuh Islam.
Tentang dirinya, ia
bercerita:
“Aku bertekad ingin
dilihat mereka sebagai orang Islam. Aku pergi menemui pamanku, Abu Jahal. Ia
termasuk orang terpandang di mata mereka. Kuketuk pintu rumahnya.
“Siapa yang mengetuk
pintu?" tanya Abu Jahal.
Kujawab, "Umar
bin al-Khaththab."
Ia pun keluar
menemuiku.
Kutanyakan kepada Abu
Jahal, “Apakah Anda sudah tahu kalau aku telah murtad (telah masuk
Islam)?"
Abu Jahal balik
bertanya, “Apakah Anda serius telah murtad?"
Kujawab, "Ya. aku
serius."
"Jangan lakukan
itu,” pinta Abu Jahal.
Lalu ia masuk ke dalam
rumahnya. Ia menutup pintu dan tidak menghiraukanku.
Setelah itu, aku pergi
menemui salah seorang tokoh terpandang Quraisy. Sesampai di sana, kuketuk pintu
rumahnya.
“Siapa di luar?"
Tanya dia.
Kujawab, "Umar
bin al-Khaththab."
Ia keluar menemuiku.
Kutanyakan kepada dia, “Apakah Anda sudah tahu kalau aku telah murtad?”
Ia balik bertanya,
"Apakah Anda serius setelah murtad?"
“Ya, saya serius,”
jawabku.
"Jangan lakukan
itu!” pinta dia. Lalu ia masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.”
Diriwayatkan pula dari
Abdullah bin Umar:
“Tatkala Umar masuk
Islam orang-orang Quraisy belum mengetahui keislamannya. Umar bertanya,
"Siapa di antara penduduk Makkah yang dapat menyebarluaskan informasi
tentang keislamanku?"
Dikatakan pada Umar,
“Jamil bin Ma'mar Al-Jamhi."
Umar keluar dan aku
mengikuti di belakangnya. Aku perhatikan apa saja yang dilakukan Umar. Saat itu
aku masih anak-anak, tetapi aku sudah dapat memahami apa yang kulihat dan
kudengar. Umar menemui Jamil dan menyampaikan padanya, "Jamil, aku telah
masuk Islam."
Demi Allah tidak ada
sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya hingga ia menarik sorbannya.
Umar mengikuti Jamil
dan aku pun mengikuti Ayahku, Umar.
Setiba di Masjid,
Jamil berdiri tepat di pintu masjid dan berteriak dengan suara lantang, “Wahai
orang-orang Quraisy, –saat itu orang-orang Quraisy sedang berada di sekitar
Ka'bah- ketahuilah bahwa Umar bin al-Khaththab telah murtad."
Umar berujar, “Jamil
telah berdusta. Yang benar, aku telah masuk Islam. Aku telah bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya."
Setelah itu
orang-orang Quraisy menyerang Umar bin aI-Khaththab. Umar lalu menangkap ‘Utbah
bin Rubaiah. Umar memasukkan kedua jari tangannya tepat di mata 'Uthbah.
'Uthbah berteriak. Orang-orang Quraisy pun menjauhi Umar. Umar lalu berdiri dan
tidak ada seorangpun yang berani mendekati dirinya hingga akhirnya orang-orang
Quraisy bubar. Umar mengikuti majelis-majelis mereka dan menampakkan
keislamannya di dalam majelis-majelis tersebut. (Ar-Riyadh
an-Nadhrah, hlm.319)
Umar terus menyerang
mereka hingga mentari berada tepat di atas kepala mereka. Umar merasa lelah,
lalu duduk dan beristirahat. Tidak lama kemudian orang-orang Quraisy
menghampiri dia. Kepada mereka, Umar mengatakan, "Lakukanlah apa yang
hendak kalian lakukan. Demi Allah, sekiranya kami berjumlah 300 orang laki-laki
niscaya kalian akan membiarkannya untuk kalian."
Tidak lama kemudian,
datanglah seorang laki-Iaki yang mengenakan sutra dan gamis berbordir. “Apa
yang sedang kalian lakukan?" tanya laki-laki itu kepada mereka.
Mereka menjawab,
"Umar bin al-Khaththab telah murtad.”
Laki-laki itu
mengatakan, “Biarkanlah dia! Ia telah memilih agama untuk dirinya sendiri.
Apakah kalian mengira bahwa Bani Adi akan menyerahkan begitu saja anggota suku
mereka pada kalian?"
Setelah di Madinah,
aku bertanya kepada Umar, "Ayahku, siapa nama orang yang dulu pernah
mencegah ayah dari amukan orang-orang Quraisy?"
Umar menjawab,
"Wahai anakku, ia adalah Al-'Ash bin Wail As-Sahmi.” (HR. Imam Ahmad).
Demikianlah sikap luar
biasa Umar. Tidak takut sama sekali mengenalkan identitasnya sebagai seorang
Muslim walau taruhannya nyawa sekalipun.
Sikap ini sangat tepat
dalam kondisi sekarang. Kita sebagai seorang Muslim, apalagi pengemban dakwah,
harus berani menampilkan identitas kita bahwa kita adalah para pemeluk Islam
yang taat dan pembela agamanya yang terpercaya walau ancaman kriminalisasi dan
penjara menanti.
Fragmen di atas juga
menjelaskan bahwa suatu saat nanti akan ada ahlul
quwwah yang secara terang-tearangan membela agama Allah dengan semua
potensi dan jabatan yang dia miliki. Dia tidak peduli lagi dengan kekayaan,
jabatan bahkan nilai sosial yang diterimanya saat itu. Bagi dia, Islam jauh
lebih mulia dan berharga jika dibandingkan dengan itu semua. Bisa jadi, Andalah
ahlul quwwah itu. Karena itu buktikanlah
pembelaan Anda: “Ana Muslim...!
WalLahu a'lam bi ash-shawab. [Abu Umam]
Sumber: Media Politik
Dan Dakwah al-Wa’ie edisi Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar