Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 24 Juni 2018

Ibu Pertiwi Terpasung Kapitalisasi



“Indonesia tanah air beta... ” Bangga menjadi penduduk dari sebuah negeri yang kaya raya. Bahagia memiliki tempat yang kaya SDA. Gugusan pulau dengan beragam potensi alamnya. Hamparan laut biru dengan bermacam isinya. Terbentang di setiap sudut pandangan mata. Namun sayang, semua itu bukan teruntuk jutaan penduduk yang 'jelata'. Sebaliknya, seluruh kenikmatan surga dunia itu hanya teruntuk mereka. Ya, mereka yang berkuasa. Tahta dan dana. Penguasa dan pemilik modal (kapital), pastinya.

Semboyan hanya tinggal kenangan usang. ”Indonesia tanah air beta", nyatanya tidak lagi relevan dengan kondisi yang ada. Harus kita akui, bahwa negeri ini tidak lagi ramah pada pribumi. Sebaliknya, berhatur sembah pada mereka pelaku investasi, pemilik modal yang banyak berasal dari luar negeri. Buktinya? Sudah banyak, bisa disaksikan dengan bertelanjang mata.

Kapitalisme, Pemasung Ulung

Sebenarnya, lara yang muncul akibat privatisasi kekayaan negara oleh segelintir orang maupun perusahaan tidak hanya dirasakan sebagian masyarakat. Papua, perut buminya berisi emas, perak dan tembaga. Tapi bagaimana kondisi pennduduknya? Masih banyak yang terpinggirkan. Hutan belantara mereka jadikan hunian. Bukan mereka tidak inginkan kelayakan, namun mereka tidak punya hak dan kuasa atas isi perut bumi mereka karena mereka hanya jelata. Lantas untuk siapa kekayaan berupa emas, perak dan tembaga di perut bumi Papua? Hanya untuk mereka, penguasa dan pemilik dana. Lagi-lagi, tahta dan harta. Fakta, Freeport penambang emas raksasa dari Amerika Serikat telah kembali dilegalisasi untuk mengeruk kekayaan negeri hingga 2041 nanti.

Setali tiga uang, masyarakat Riau pun memiliki duka yang sama. Negeri lancang kuning, kota bertuah. Dikenal sebagai daerah penghasil minyak, baik di bawah ataupun di atas buminya. Bahkan, minyak dengan kualitas terbaik ada di wilayah ini. Tepatnya di daerah Minas. Dikelola oleh sebuah perusahaan asing, Chevron.

Lantas, sebagai wilayah penghasil minyak terbesar di Indonesia, bagaimana kondisi masyarakatnya? Fakta, angka putus sekolah masih tinggi. 2057 siswa tingkat SD, 1080 siswa SMP, 794 SMA dan 1293 siswa SMK. Penyebab putus sekolah tersebut tidak jauh-jauh dari persoalan ekonomi (pekanbaru.tribunnews.com 17/08/2017). Bahkan masih terdapat suku-suku yang hidup di pedalaman, hutan. Jauh dari sentuhan informasi dan perkembangan, hidup yang layak dan memadai. Nah, jadi kekayaan buminya ke mana? Untuk siapa?

Kapitalisme adalah pemasung ulung, akan bertindak apa saja demi memuaskan kerakusannya. Tidak terkecuali, kapitalisme juga telah sukses memasung eksistensi bangsa ini. Sebuah ideologi kufur yang menancapkan imperialisme gaya baru, bahkan lebih dalam jika dibandingkan dengan tiga setengah abad bercokolnya Belanda di bumi pertiwi.

Kebebasan berkepemilikan, menjadi asas dari eksisnya kapitalisme. Siapa saja, bebas memiliki apa saja asal bermodal. Asas ini pula yang menimbulkan ketimpangan sosial dalam sebuah negeri. Kapitalisme telah menciptakan si kaya semakin kaya dan si miskin bertambah derita. Tamak, itulah karakter dari ideologi ini.

Bahkan di negara asalnya, ideologi ini pun digugat karena kedurjanaannya. Pelbagai kalangan di Amerika seperti mahasiswa, guru, dosen, buruh, perawat, seniman dan lainnya bergabung dalam aksi protes yang dikenal dengan gerakan Occupy Wall Street (OWS). Para pengunjuk rasa yang berkumpul di taman Zuccotti Wall Street, New York tersebut meneriakkan slogan "Kami 99 persen”. Maknanya, 99 persen rakyat hidup susah. Memperebutkan 1 persen kekayaan. Sedangkan 99 persen kekayaan yang ada, dinikmati oleh 1 persen para kapital.

Fakta, hal serupa pun terjadi di negeri yang kita cintai ini. Berbagai kekayaan alam di bumi pertiwi yang hakikatnya adalah hak seluruh rakyatnya, dari Sabang sampai Marauke telah diprivatisasi. Mayoritas, oleh para kapitalis asing. Kapitalisasi besar-besaran telah menyebar ke setiap sudut yang dipandang 'berpotensi' menghasilkan pundi-pundi materi.

Para pemegang tahta pun bermental pecundang. Turut menyelam demi peroleh kekayaan. Selagi tanda tangannya masih berharga, maka itu akan dijualnya. Tanpa melihat di belakangnya jutaan orang dalam dekapan derita. Kemiskinan kian merajalela. 99 persen rakyat berebut 1 persen kekayaan. Sedangkan 99 persen kekayaan negeri, dinikmati oleh 1 persen manusia-manusia tak berhati. Inilah realita, negeri pertiwi 'terpasung kapitalisasi.'

Jika negara asal yang melahirkan kapitalisme telah menggugat sedemikian rupa. Penderitaan di negeri ini akibat kapitalisasi pun telah kita rasa. Lantas, masihkah kita bermanis muka dan bermesra-mesra dengannya?

Pemilik nurani, apalagi ada iman di dalam hati, pasti tidak akan sudi bersentuhan dengan sistem yang tidak manusiawi ini. Sudah saatnya seluruh elemen menancapkan semangat baru. Semangat perubahan. Semangat untuk menghancurkan pasungan kapitalisasi. Semangat untuk menjaga negeri dari imperialisasi. Semangat untuk mengusung negeri sebagai mercusuar peradaban gemilang yang dinanti. Semangat untuk menciptakan hidup dalam sebuah negeri dengan selimut Rahmat Illahi. Semangat mewujudkan negeri yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Memanusiakan manusia dengan aturan Sang Pencipta manusia, Syariat Allah SWT, menjadi pemimpin peradaban dunia dengan rahmat-Nya.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 207

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam