b.
Memberangkatkan Kelompok Pelindung Kedua
Ketika Rasulullah Saw.
telah merasa puas dengan bai’atnya kaum Anshar dan keikhlasan mereka, beliau
memerintahkan kaum muslimin di Makkah agar pergi ke Madinah secara rahasia, dan
menyusul saudara-saudara mereka di antara kaum Anshar agar bersama-sama mereka
membentuk kelompok pelindung yang diserahi misi menyukseskan perpindahan
kepemimpinan ke Madinah al-Munawwarah.
Beliau bersabda kepada
mereka: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla
telah membuat untuk kalian saudara dan rumah, di mana dengan dibuatkannya
kalian akan merasa aman.” Kemudian mereka pergi secara bergelombang. Sedangkan
Rasulullah Saw. sendiri tetap tinggal di Makkah menunggu izin Allah untuk
keluar dari Makkah dan hijrah ke Madinah.
Orang pertama yang
hijrah ke Madinah di antara para sahabat Rasulullah Saw., di antara kaum
Muhajirin dari suku Quraisy dari Bani Makhzum adalah Abu Salamah bin Abdul
Asad. Dia hijrah ke Madinah setahun sebelum dilangsungkannya Bai’atul Aqabah
Kedua. Dia memprioritaskan Makkah kepada Rasulullah Saw. daripada wilayah
Habasyi. Namun, ketika kaum kafir Quraisy menyiksanya, dan sampai kepadanya
bahwa Islam telah banyak dianut oleh kaum Anshar, maka dia pergi ke Madinah
sebagai muhajir. Rasulullah Saw. tidak menugaskan misi khusus kepadanya untuk
dia lakukan di Madinah al-Munawwarah.
Kemudian orang pertama
di antara kaum Muhajirin yang datang ke Madinah setelah Abu Salamah adalah Amir
bin Rabi’ah dan istrinya Laila binti Abi Hatsmah.
Lalu disusul oleh
Abdullah bin Jahsy yang membawa keluarganya dan saudara laki-lakinya Abdullah
bin Jahsy (Abdu bin Jahsy adalah Abu Ahmad. Dia seorang laki-laki yang buta,
seorang ahli syair, dan seorang yang sangat cerdas. Dia biasa berputar naik
turun Makkah tanpa ada yang menuntunnya).
Selanjutnya pergi juga
Umar bin Khaththab dan Ayyas bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi hingga keduanya tiba
di Madinah, kemudian disusul oleh kaum Muhajirin yang lain.
Meski para sahabatnya
telah hijrah, namun Rasulullah Saw. masih di Makkah menunggu izin Allah untuk
hijrah. Dan tidak seorangpun di antara kaum Muhajirin yang masih tinggal
bersamanya di Makkah, kecuali orang-orang yang ditawan dan disiksa, Ali bin Abi
Thalib dan Abu Bakar bin Abi Quhafah ash-Shiddiq radhiyallahu
‘anhuma.
Abu Bakar berkali-kali
minta izin kepada Rasulullah Saw. untuk hijrah. Sehingga, Rasulullah Saw.
berkata kepadanya: “Jangan tergesa-gesa, semoga Allah membuatkan teman
untukmu.” Abu Bakar sangat berharap bahwa Rasulullah Saw. yang akan menjadi
temannya. Untuk itu, dia telah membuat persiapan dengan membeli dua binatang
tunggangan, dan mengikat keduanya di rumahnya, serta memberi keduanya makan
hingga gemuk.
2. Berpindahnya Kepemimpinan Ke
Madinah al-Munawwarah
a. Rasulullah Saw. Berhasil
Keluar Dari Makkah
Ketika kaum kafir
Quraisy melihat bahwa Rasulullah Saw. dan para sahabatnya memiliki pendukung
dari kelompok lain di negeri lain di luar kekuasaan mereka, dan mereka melihat
perginya para sahabat dari kaum muhajirin kepada mereka, maka mereka tahu bahwa
para sahabat Muhammad benar-benar telah menempati negeri yang memberinya
keamanan, di negeri itu mereka mendapatkan orang-orang yang akan melindunginya
dan siap selalu membelanya.
Untuk itu, mereka
melakukan usaha yang sungguh-sungguh agar Rasulullah Saw. tidak pergi kepada
mereka di Madinah. Sebab, menurut penilaian mereka, jika Rasulullah Saw. pergi
juga ke sana, maka tidak lama kemudian Rasulullah Saw. akan berkumpul dengan
para sahabatnya dan akan menyerang mereka.
Untuk itu,
dipanggillah para pemimpin Quraisy agar segera berkumpul di Dar an-Nadwah
-yaitu rumah Qushai bin Kilab, sebab kaum Quraisy tidak pernah memutuskan suatu
perkara apapun, kecuali di rumah ini- guna merundingkan apa yang akan mereka
lakukan dalam upaya mencegah keluarnya Muhammad dari Makkah.
Setelah orang-orang
berkumpul di Dar an-Nadwah, satu sama lain saling berkata: “Sungguh orang ini
(Muhammad) benar-benar telah tampak kekuasaannya, seperti yang kalian lihat
sendiri, sehingga tidak sulit lagi baginya untuk mengalahkan kami, sebab dia
telah memiliki banyak pengikut di luar daerah kekuasaan kami. Untuk itu,
satukanlah kata dalam menghadapinya.”
Sebagian lagi
mengusulkan agar Muhammad ditawan saja, dan dibiarkan dalam tawanan hingga
meninggal… Akan tetapi, para hadirin tidak setuju dengan usulan ini, sebab
bagaimanapun juga para sahabat Muhammad pasti akan mengetahui tempat di mana
Muhammad ditawan, dan setelah tahu pasti mereka akan menyerang tempat itu, lalu
mengeluarkan Muhammad darinya.
Yang lain mengusulkan,
agar Muhammad diusir saja dari Makkah, suruh dia pergi ke negeri manapun dia
mau, dengan demikian kaum Quraisy tidak akan merasa bahaya lagi selama
bahayanya orang ini (Muhammad) jauh dari mereka… Namun, lagi-lagi para hadirin
tidak setuju dengan usulan ini juga. Sebab, jika Muhammad pergi dari Makkah dan
menemukan keamanan di negeri manapun, maka tidak lama kemudian orang-orang akan
berkumpul di sekitarnya, karena Allah telah memberinya kekuatan dalam
berhujjah, manis ketika berbicara, dan pengaruh terhadap jiwa, lalu dengan
orang-orang itu Muhammad menyerang Makkah.
Dari tengah kerumunan
orang-orang itu bangkit Abu Jahal bin Hisyam, lalu dia berkata: “Demi Allah,
aku punya usulan yang belum pernah sama sekali kalian usulkan.” Mereka
bertanya, “Apa itu wahai Aba al-Hakam?” Dia berkata: “Kita ambil dari tiap-tiap
suku satu orang pemuda bangsawan yang kekar dan tegar, lalu masing-masing
pemuda itu kita beri pedang yang tajam, kemudian mereka kita suruh mendatangi
Muhammad, setelah bertemu mereka serempak menghantamkan pedangnya kepada satu
orang, dengan demikian mereka semualah yang membunuh Muhammad. Jika mereka
melakukan itu, maka artinya yang menumpahkan darah Muhammad adalah semua suku,
sehingga Banu Abdi Manaf tidak akan mampu memerangi semua suku itu. Dan yang
mereka lakukan pasti hanya meminta diyat (ganti rugi), sedang urusan diyat bagi
kita adalah perkara mudah.” Para hadirinpun merasa puas dengan usulan ini.
Akhirnya, mereka bersepakat dan bertekad untuk menjalankannya.
Mereka telah
menyempurnakan rencananya dan telah menentukan orang-orang yang akan berdiri di
pintu rumah Muhammad; menentukan orang-orang yang akan menghantam Muhammad
ketika ia keluar; dan menentukan juga orang-orang yang akan berteriak ketika
mengepung rumah Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw. telah
mengetahui strategi apa saja yang telah disepakati oleh mereka yang turut dalam
konspirasi, serta apa saja yang telah mereka bersepakati dan bertekad untuk
dijalankannya. Untuk itu, Rasulullah Saw. harus bergerak cepat dengan penuh kejeniusan
guna menggagalkan konspirasi jahat mereka. Akhirnya Rasulullah Saw. berhasil
keluar dari Makkah dengan selamat guna menyempurnakan perjalanan iman
yang telah dimulainya.
Rasulullah Saw. segera
menemui Abu Bakar di rumahnya dan menyampaikan kabar gembira
bahwa Allah telah memberi izin kepada beliau untuk hijrah ke Madinah
al-Munawwarah. Abu Bakar meminta kepada Rasulullah Saw. agar dia yang
menemaninya dalam perjalanan yang penuh barakah ini.
Abu Bakar berkata:
“Akukah yang akan menemanimu, wahai Rasulullah?” “Ya, kamu yang akan
menemaniku,” jawab Rasulullah. Abu Bakar sangat bahagia dengan apa yang
didengarnya. Kemudian dia berkata: “Wahai Rasulullah Saw., aku telah lama
membeli dua binatang tunggangan ini, dan keduanya aku persiapkan untuk
keperluan seperti hari ini.”
Selanjutnya Abu Bakar
dan Rasulullah Saw. menemui Abdullah bin Arqath -seorang musyrik yang ahli
tentang jalan-jalan di padang sahara- guna mengupahnya sebagai penunjuk jalan,
kepadanya diserahkan kedua binatang tunggangan itu, dan dia diminta agar membawa
keduanya ke suatu tempat tepat pada waktu yang telah diberitahukan. Lalu
Rasulullah Saw. dan Abu Bakar meninggalkannya.
Rasulullah Saw.
memerintahkan Abu Bakar agar tetap di rumah dan jangan sekali-kali
meninggalkannya. Rasulullah Saw. juga pulang ke rumahnya.
Tepat pada waktu yang
telah ditentukan, datanglah orang-orang yang ditugasi kaum Quraisy untuk
mengepung rumah Rasulullah Saw., dan mereka berdiri persis di dekat pintu rumah
Rasulullah Saw., sehingga Rasulullah Saw. mendengar dengan baik pembicaraan mereka.
Rasulullah Saw. harus mampu lewat tanpa diketahui oleh mereka. Rasulullah Saw.
berkata kepada Ali bin Abi Thalib -yang ketika itu Ali sedang bersamanya di
rumah-: “Wahai Ali, tidurlah di tempat tidurku, dan selimutilah seluruh tubuhmu
hingga tidak satupun dari bagian tubuhmu yang kelihatan dengan selimut asal
Hadhrami ini. Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan sesuatu dari mereka yang
tidak kamu sukai.”
Ali benar-benar
melakukan seperti yang diminta oleh Rasulullah Saw. Sehingga ketika salah
seorang di antara mereka mengintip dari lubang pintu menyangka bahwa Rasulullah
Saw. masih tidur di tempatnya.
Tidak lama setelah
Allah menutupi pandangan matanya (mereka) dan mengambil kesadarannya, maka
Rasulullah Saw. keluar melewati mereka tanpa mereka sadari dan tanpa mereka
ketahui. Beliau juga tidak lupa mengambil segenggam penuh debu dan
menaburkannya di atas kepala mereka, tujuannya agar mereka tahu bahwa rencana
Allah di atas rencana mereka. Kemudian beliau melewati mereka sambil membaca
firman Allah:
“Yaa siin. Demi al-Qur’an yang penuh hikmah,
sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan
yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka
belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. Sesungguhnya telah
pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena
mereka tidak beriman. Susungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher
mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka
bertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka
dinding (pula), dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat
melihat.” (TQS. Yaasiin [36]: 1-9)
Kemudian seseorang
yang tidak turut bersama mereka datang menemuinya, lalu berkata: “Apa yang
kalian tunggu di sini?” “Muhammad,” jawab mereka. Orang itu berkata: “Allah
telah menggagalkan rencana kalian. Demi Allah, Muhammad telah meninggalkan
kalian, dan tidak satupun di antara kalian yang dia biarkan, kecuali kepala
masing-masing kalian dia taburi dengan debu, lalu dia pergi sesuai rencananya.
Mengapa kalian tidak sadar dengan apa yang menimpa kalian?” Tiap-tiap orang di
antara mereka menaruh tangannya di atas kepalanya, tiba-tiba mereka merasa
bahwa di kepala mereka banyak debunya. Kemudian mereka mulai mengintip lagi,
mereka masih melihat Ali yang sedang tidur di atas tempat tidur dan menyelimuti
dirinya dengan rapat menggunakan selimut Rasulullah Saw. Mereka berkata: “Demi
Allah, ini benar-benar Muhammad yang sedang tidur dengan berselimut. Mereka
terus-menerus menunggu hingga masuk waktu subuh, tiba-tiba Ali ra. bangkit
meninggalkan tempat tidurnya. Melihat kenyataan itu mereka berkata: “Demi Allah,
sungguh orang tadi telah berkata jujur dengan apa yang dia sampaikan kepada
kami.”
Rasulullah Saw. segera
pergi dari rumahnya menuju rumah Abu Bakar ash-Shiddiq, dan beliau meminta Abu
Bakar agar segera keluar dari rumah. Kemudian keduanya keluar melalui pintu
kecil yang berada di belakang rumah Abu Bakar. Rasulullah Saw. pergi dengan ditemani
oleh sahabatnya, Abu Bakar, tidak seorangpun yang mengetahui kepergian
keduanya, selain Ali bin Abi Thalib dan keluarga rumah Abu Bakar.
Rasulullah Saw. tidak
lupa meminta Abu Bakar agar menyuruh putranya Abdullah menguping perkataan
orang-orang terkait dengan mereka berdua, dan sore harinya dia diminta menemui
keduanya di Gua Hira, untuk menyampaikan berita apa yang berhasil didengarnya;
menyuruh pembantunya Amir bin Fuhairah agar mengembala kambing-kambingnya di
siang hari, dan sore
harinya dia diminta membawa kambing-kambingnya melintasi mereka berdua; dan
menyuruh putrinya –Asma’- agar membawakan mereka berdua bekal yang memadai.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar